Andi Alfian Mallarangeng (Menteri Dalam Negeri RI - pilihan Tempo)

Intelektual politik dan ahli otonomi daerah. Dikecam orang Sulawesi Selatan karena omongannya.


ORANG dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mengerti urusan otonomi daerah: itulah orang yang pas mengisi kursi Menteri Dalam Negeri. Dan sosok yang memenuhi kriteria itu, kata Jaleswari Pramodhawardani, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, adalah Andi Alifian Mallarangeng.

Andi juru bicara Presiden untuk urusan dalam negeri. Doktor ilmu politik ini juga Ketua Partai Demokrat, yang kelahirannya dibidani Yudhoyono.

Selain mengerti otonomi daerah, kata Jaleswari, Andi punya gereget membenahi sistem. Pengalaman Andi ketika mengepalai komite kebijakan pada lembaga nonpemerintah yang mendorong pemerintahan bersih, Partnership, bisa menjadi modal penting.

Setelah reformasi 1998, Andi masuk Tim Tujuh yang bekerja merumuskan penataan ulang sistem politik dan pemerintahan di atas prinsip demokrasi dan desentralisasi. Tim yang diketuai Ryaas Rasyid ini merancang paket undang-undang politik yang jadi landasan terselenggaranya pemilihan umum pertama yang demokratis setelah bergulirnya reformasi.

Andi juga terlibat menyusun undang-undang pemerintahan daerah yang baru. Undang-undang ini mengatur reformasi sistem pemerintahan dengan desentralisasi dan otonomi daerah.

Usman Hamid, Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mengatakan Andi punya semangat melakukan pembaruan. ”Ia concern pada pemerintahan bersih,” ujar Usman. Andi, kata Usman, merupakan sosok yang bisa memastikan kepatuhan daerah menjalankan program pemerintah.

Andi punya pengalaman masuk Komisi Pemilihan Umum. Di sini, ia menyiapkan penyelenggaraan Pemilu 1999. Sejarah mencatat, pemilu pertama setelah Soeharto tumbang ini berjalan aman dan demokratis. Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid ketika itu mengangkat Andi menjadi anggota dari unsur pemerintah, bersama Adnan Buyung Nasution, Afan Gaffar, Andi Andojo Sutjipto, dan Oka Mahendra.

Andi sempat menjadi anggota staf ahli Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid. Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, kementerian ini dibubarkan. Bersama Ryaas, Andi mendirikan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan pada 2002.

Deklarasi partai ini di Hotel Indonesia, Jakarta, dihadiri Yudhoyono, yang ketika itu Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Partai ini mengusung tema ”partai masa depan”, dengan menampilkan Andi Mallarangeng, ketua partai, sebagai kandidat presiden.

Namun keputusan partai yang mencalonkan Wiranto sebagai presiden setelah pemilu legislatif, 2004, memicu Andi hengkang. Dengan modal cuma lima kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilu legislatif 2004, kata Andi, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan seharusnya jadi oposisi.

Andi mengatakan Wiranto punya mesin politik yang kuat, tapi mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu tak bisa menjadi presiden yang baik. ”Ada catatan masa lalu yang berkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, misalnya di Timor Timur,” kata Andi ketika itu. Ia kemudian masuk lingkaran Yudhoyono.

Sebagai juru bicara Presiden, Andi pernah mendapat sorotan tajam akibat omongannya yang tak hati-hati. Pidatonya sebagai koordinator media tim kampanye Yudhoyono-Boediono pada pemilihan presiden, Juli lalu, membuat gusar sebagian masyarakat Sulawesi Selatan.

Di depan seribuan pendukung calon presiden Yudhoyono yang memenuhi Gelanggang Olahraga Mattoangin, Makassar, Andi mengatakan orang Sulawesi Selatan belum waktunya menjadi presiden karena masih ada calon presiden yang lebih baik. Tentu Andi merujuk Yudhoyono.

Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan pendukung calon presiden Jusuf Kalla tak tinggal diam. Ada unjuk rasa dan pernyataan sikap mengecam Andi. ”Omongan Andi melecehkan orang Sulawesi Selatan,” kata Idrus Paturusi, Koordinator Koalisi Masyarakat Sulawesi Selatan. Andi sendiri berkelit: ”Kata-kata saya dipelintir.”

Sebelum Andi masuk politik praktis, orang mengenalnya sebagai pengamat politik. Ia lulusan Northern Illinois University, DeKalb, Illinois, Amerika Serikat, 1997. Andi menyusun disertasi berjudul ”Contextual Analysis on Indonesian Electoral Behavior”.

Di kampus yang sama ia meraih gelar master of science di bidang sosiologi. Sedangkan gelar sarjana sosiologi ia dapatkan dari Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Ketika kuliah di UGM, Andi aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam dan senat mahasiswa.

Andi sempat mengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar, selama 11 tahun. Pada 1999, ia dosen Ilmu Pemerintahan Jakarta. Majalah Asiaweek memberi Andi penghargaan untuk kategori ”Future Leader of Asia” sepuluh tahun lalu. Pada tahun yang sama, ia meraih Bintang Jasa Utama Republik Indonesia.


Jaya Suprana dan Andi Mallarangeng, pada acara penyerahan Piagam MURI di Ruang Pers Kantor Presiden, 15 November 2007.

Dua tahun lalu, Andi menerbitkan buku Dari Kilometer 0,0, berisi pandangannya sebagai juru bicara atas apa yang dipikirkan dan dilakukan Presiden Yudhoyono.

Anak sulung—dari lima bersaudara—pasangan Andi Mallarangeng-Andi Asni Patoppoi ini lahir di Makassar, 14 Maret 1963. Ibunya memanggil Andi dengan nama Jawa, Anto, karena Andi Asni pernah tinggal di Jawa.

Ayahnya Wali Kota Parepare pada usia 32 tahun. Sang ayah wafat pada 1972, di usia 36. Sejak ayahnya wafat, Andi dibesarkan oleh kakeknya, Andi Patoppoi (1910-1977), bekas Bupati Grobogan, Jawa Tengah, dan Bupati Bone, Sulawesi Selatan.

Andi beristrikan Vitri Cahyaningsih, yang ia kenal sejak kuliah. Perempuan Yogya ini memberi Andi tiga anak: Gemilang Mallarangeng, Gemintang Kejora Mallarangeng, dan Mentari Bunga Rantiga Mallarangeng. Keluarga ini tinggal di Cilamaya, Ciracas, Jakarta Timur.

Sumber: Majalah Tempo Edisi 19-25 Oktober 2009

No comments :