Keprihatinan Arifin Panigoro dan Sembilan Prinsip Bisnisnya

KOMPAS, 24 Januari 2010


Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Djoko Santoso (kiri) menyerahkan piagam gelar doktor honoris causa kepada Arifin Panigoro di Aula Barat ITB, Bandung, Sabtu (23/1). Arifin Panigoro menyampaikan pidato ilmiah Kuasai Teknologi, Bangun Ekonomi, Tegakkan Martabat Bangsa.
(FOTO: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Di masa depan, Indonesia bakal menghadapi tantangan besar di bidang energi, pangan, dan lingkungan hidup. Tanpa upaya keras, sinergi pemerintah, akademisi, serta pengusaha untuk menjadikan iptek dan inovasi sebagai ujung tombak pembangunan, bangsa ini akan semakin tenggelam.

Hal itu diingatkan Arifin Panigoro (65), pendiri perusahaan energi dari Tanah Air, Medco Group, dalam orasi ilmiahnya saat menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) dalam bidang teknopreneurship dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (23/1) di Aula Barat, Kampus ITB Bandung. Hadir sejumlah undangan, antara lain pengusaha Peter F Gonta, Anis Baswedan, Komaruddin Hidayat, Siswono Yudo Husodo, Sukardi Rinakit, Marsillam Simanjuntak, Bupati Merauke John Gebze, dan sejumlah pemimpin redaksi media massa.


Dalam sidang senat terbuka ITB yang dipimpin Rektor ITB sekaligus Ketua Tim Promotor Prof Dr Ir Djoko Santoso MSc, Arifin Panigoro mengemukakan, bangsa ini kini tengah mengalami entropi, yaitu sebuah kondisi atau ukuran kekacauan yang sulit untuk dipecahkan. Seolah kian banyak persoalan mengimpit, belum lagi tiga tantangan terbesar di masa depan, yaitu ketahanan energi, pangan, dan lingkungan hidup.


Menurut alumnus Jurusan Teknik Elektro ITB tahun 1973 itu, pembangunan nasional harus menjadikan teknologi sebagai ujung tombak strategi, sementara ekonomi sebagai cita- citanya. Inovasi bukan hanya menyangkut soal teknologi, melainkan juga kehidupan sosial.

Terkait hal ini, ia melihat pentingnya peranan para wirausaha. Upaya mengatasi tantangan energi, pangan, dan lingkungan hidup tidak hanya bisa diserahkan ke pemerintah, melainkan juga perlu dukungan para wirausaha dan akademisi. ”Tugas wirausaha tidak hanya memajukan perusahaan, tetapi juga bangsanya melalui berbagai inovasi,” ujar Arifin.

Dalam orasi berjudul Kuasai Teknologi, Bangun Ekonomi, Tegakkan Martabat Bangsa itu, secara khusus, Arifin Panigoro mengetengahkan filosofinya dalam berbisnis—sebagaimana judul bukunya, Berbisnis Itu Tidak Mudah, yang dibagikan kepada para tamu undangan. Dari sembilan prinsip berbisnis yang diperolehnya dari proses belajar panjang, ternyata delapan prinsip di antaranya berkaitan dengan karakter. Cuma satu prinsip berkaitan dengan kompetensi.

Kesembilan prinsip bisnis yang dipegang Arifin adalah intuisi (memadukan kata hati dan akal sehat), kesetaraan (bersikap adil kepada lawan sekalipun), kejujuran (jujur itu langgeng), percaya diri (yakinkan diri, pengaruhi orang lain), jejaring (sejuta kawan kurang, satu lawan jangan), tanggung jawab (tunaikan kewajiban, hadapi persoalan), sumber daya manusia (pilih yang terbaik dan berdayakan), inovasi (berkarya tanpa jeda), serta peduli (menumbuhkan entrepreneurship).


”Dalam menegakkan prinsip-prinsip tersebut, saya bisa memahami pernyataan Ken Blanchard, ’Kalau Anda selalu dihadapkan pada pilihan yang mudah, Anda tidak akan pernah membangun karakter.’ Begitulah yang saya alami dalam mengelola dan mengembangkan Medco Group. Ketika prahara krisis keuangan melanda Indonesia tahun 1997, tak ayal perusahaan yang saya pimpin ini terbelit utang besar akibat nilai tukar rupiah merosot tajam dan kesulitan likuiditas,” kata Arifin.

Pada saat itulah, karakter pengusaha, yaitu prinsip tanggung jawab yang dipelajarinya dari mendiang ayahnya yang pengusaha—salah satunya bahwa pengusaha harus bisa membayar utang dengan konsekuensi apa pun—menjadi relevan. Berkat prinsip itulah, awal 2005, mayoritas saham perusahaannya bisa dikuasainya kembali.

”Saya berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang, berbisnis yang didasari dengan prinsip- prinsip yang baik, yang secara umum sering disebut berbisnis dengan berpegang teguh pada etika, adalah jaminan utama bagi terselenggaranya kegiatan bisnis dan tercapainya tujuan bisnis yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas,” kata Arifin. (jon/hrd/adp)



Berbisnis Itu (Tidak) Mudah -- INTUISI

Disarikan dari buku Berbisnis Itu (Tidak) Mudah: Pengalaman dan Pemikiran Arifin Panigoro (edisi keempat). Medco Foundation, 2008.

Bagi AP, menjalankan sebuah bisnis itu perlu intuisi, yang memadukan kata hati dan akal sehat.

Ia mencontohkan situasi pada saat Medco bermaksud membeli perusahaan minyak Stanvac yang bernilai US$ 60 juta. Memang harga yang fantastis, dan itu belum termasuk kalkulasi biaya operasinya nanti.

Dalam dunia bisnis minyak bumi, investasi sebesar itu belum tentu langsung bisa kembali. Boleh jadi perhitungan itu meleset, yang hanya berarti bunuh diri.


Namun deretan risiko yang tampak tidak membuat semangat AP surut. Justru sebaliknya. "Gue pingin Medco menang." Itulah yang dikatakannya kepada karyawan-karyawannya.

Maka dengan kekuatan kata hati dan bergulat dengan penawaran-penawaran, jadilah Medco mengeluarkan total dana US$ 88 juta dan berhasil mengambil alih Stanvac. Kini bernama PT Exspan Nusantara.

Namun, intuisi hanyalah langkah awal. Berikutnya diperlukan kerja keras. Agar investasi bisa kembali, kami harus menemukan cadangan minyak sebesar 10 juta barel di daerah operasi Stanvac. Ini hal yang sulit, meski bukan mustahil. Maka berlangsunglah proses ikhtiar yang memerlukan ketekunan dan tentunya kerja keras untuk menemukan emas hitam tersebut di sepanjang daerah Sumatera Selatan.

Ternyata ikhtiar tersebut tidak sia-sia, karena di luar perkiraan, dua di antara lapangan minyak yang ada menyemburkan minyak sebesar 200 juta barel! Penemuan itu tercatat sebagai yang terbesar di Asia Tenggara pada 1996.


Intuisi yang tepat menjadi modal besar yang melebihi kapital yang kita miliki.