Kunjungan Pertama Arzey


Raditya Jeconia Panigoro (Arzey), untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah kami, seusai lepas dari perawatan intensif di RS Hermina Jatinegara sejak dua pekan lalu. Senang sekali ketika melihatnya tampak segar dan telah lebih gemuk dari sebelumnya.



Putra dari Yudiana Panigoro dan Wanti ini pada mulanya lahir prematur, sehingga perlu perawatan khusus untuk memantau asupan nutrisinya dan dirawat di unit perawatan NICU (Neonatal Intensive Care Unit).



Setelah dirawat selama lebih kurang satu bulan setengah, maka kini kondisi Arzey alhamdulillah telah sehat wal afiat. Berkat kesabaran dan kecermatan ekstra dari dokter yang merawat dan tentunya juga kedua orangtuanya.

Perawatan yang diterimanya selama di RS antara lain: dimasukkan dalam inkubator untuk menjaga suhu tubuh normal, diberikan alat bantu napas atau ventilator, pencegahan infeksi, minum susu yang cukup, dan sentuhan ibu. Memang sangat disarankan oleh dokter agar ibu terus memberikan sentuhan pada bayinya. Bayi prematur yang mendapat banyak sentuhan ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat daripada jika si bayi jarang disentuh.


Beratnya kini sudah naik menjadi 2,8 kg (sebelumnya 1,570) dan tingginya 45 (sebelumnya 43). Arzey kini sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah, menjadi lebih ekspresif, bisa marah-marah ataupun menunjukkan keriangan.

Berbisnis Itu (Tidak) Mudah -- KEJUJURAN

Disarikan dari buku Berbisnis Itu (Tidak) Mudah: Pengalaman dan Pemikiran Arifin Panigoro (edisi keempat). Medco Foundation, 2008.


Petuah lama Belanda eerlijk duurt 't langst (jujur itu langgeng) menjadi ilustrasi Hertriono Kartowisastro, sobat Arifin Panigoro, dalam menjelaskan arakter sahabatnya selama membangun bisnisnya di Indonesia hingga ke mancanegara. "Bagi Arifin, kejujuran itu nomor satu. Ia pantang untuk ngadalin mitra usaha atau mencari untung dengan cara-cara licik."


Dan rupanya, sejak awal berbisnis, Arifin menerapkan prinsip untuk bertindak jujur. Suatu hari ia meminta Hertriono dan rekan-rekannya di meta Epsi Engineering memberikan penawaran terbaik untuk memenangi tender. "Kalian harus bisa kompetitif. Jangan sampai kalah dengan yang lain. Kalau perlu, potong harga kita."

Permintaan Arifin segera mengundang reaksi negatif dari rekan-rekannya. "Bagaimana kita bisa untung kalau harga untuk keringat kita dibanting? Dari mana kita dapat profit?"
Bertubi-tubi pertanyaan datang dari jajaran petinggi Meta Epsi Engineering yang ngotot meminta Arifin memikirkan ulang taktik memenangi tender.

Arifin tidak naik pitam menghadapi reaksi negatif rekan-rekannya yang notabene berasal dari kampus Institut Teknologi Bandung. Malah, dengan nada berseloroh, ia mengingatkan agar kawan-kawannya jangan sampai mengorbankan prinsip jujur dalam berbisnis kendati tantangan dan godaannya berat sekali. "Tolol kamu kalau harus mikir cari duit dengan ngembat sana ngembat sini untuk pemenuhan kontrak. Gue tidak sudi hidup sebagai penipu."

Lantas Arifin meminta rekan-rekannya memikirkan sejumlah upaya untuk mencari nilai tambah dari lingkup pekerjaan dalam tender yang akan dikerjakan. "Kalau kamu punya pekerjaan bernilai A, harus bisa dibuat sedemikian rupa agar ranking pekerjaan kamu jadi A plus. Nah, di nilai plusnya ini kita bisa memetik untung."

Hertriono menceritaka ketegangan antara Arifin dan rekan-rekannya itu terjadi pad atahun-tahun awal berdirinya Meta Epsi Engineering. Sebagian besar dari mereka sangat memperhitungkan setiap sen keuntungan dari sebuah proyek. Selain menambah tebal kocek, rencana profit yang mereka peroleh ditabung untuk tambahan modal membangun kantor.

Tapi Arifin memiliki pandangan lain. Untuk membangun bisnis, mereka harus berhasil memperoleh kepercayaan dari klien. Selain bermodalkan kecakapan teknis, tingkat kejujuran akan sangat berpengaruh. Berangkat dari pertimbangan inilah Arifin selalu meminta rekan-rekannya memikirkan pula upaya peningkatan efisiensi dalam melaksanakan sebuah proyek. Tapi bukan dengan mengorbankan kualitas pekerjaan.

Walhasil, kecemasan bakal rugi atau nombok memang kerap menghantui dalam pengerjaan suatu proyek. Tapi Arifin selalu tampil untuk menenangkan kekhawatiran kawan-kawannya. Dalih yang kerap ia ajukan adalah, "Kita butuh membangun track record yang baik. rekam jejak prestasi ini yang akan jadi modal kita untuk sukses berbisnis kelak."

Berbisnis Itu (Tidak) Mudah -- KESETARAAN

Disarikan dari buku Berbisnis Itu (Tidak) Mudah: Pengalaman dan Pemikiran Arifin Panigoro (edisi keempat). Medco Foundation, 2008.


Bersikap adil menjadi hal utama dalam hidup saya. Dalam hubungan dagang dengan seseorang atau perusahaan, bukan untung melulu yang dikejar, yang lebih penting lagi adalah menjalin hubungan yang baik. Bagi saya, kita tidak perlu mencederai atau mengingkari ikatan pertemanan semata karena persoalan bisnis. Kalaupun kita rugi, pertemanan harus terjalin.


Demikian prinsip AP yang terus dipegang teguh olehnya dalam berbisnis. Menghormati mitra usaha dan juga karyawan merupakan sebuah keharusan baginya.

Misalnya saat peluang muncul, ia selalu mewanti-wanti tim manajemen untuk tidak serakah dalam mengambil kesempatan bisnis, meskipun godaan keuntungan yang dijanjikan begitu besar. "Peluang yang ada tak boleh membutakan mata terhadap kekuatan kita sendiri. Jika tidak memiliki kemampuan, maka ajak mitra atau partner kerja. Pelajari dari mereka, dan asah kompetensi kita," ujar AP setiap kali.

Itu sebabnya, dalam praktik bisnis sejak 1980-an, Medco telah banyak menggandeng entitas lain dan melakukan aliensi strategis. Di Libia misalnya, Medco menggandeng perusahaan dari Kanada untuk mengebor minyak di sana.

Contoh lain, Medco Agro saat mengembangkan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di kawasan Kalimantan Tengah telah juga mengajak mitra asing untuk menangani limbah sawit dan mengubahnya menjadi pupuk dan bahan bakar alternatif.

Selain mitra kerja, menghormati karyawan atau staf juga prinsip yang penting. AP mengaku paling tidak suka melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.

Saat Medco mengambil alih Tesoro Indonesia Petroleum Corporation pada 1992, SDM di perusahaan itu yang berjumlah 1200 orang tetap dipertahankan, dengan mengembalikan 69 ekspatriat sebagai upaya penghematan. Pada saat yang sama AP meminta para staf asal Indonesia untuk meningkatkan kompetensi dirinya.

Menurut AP, penghormatan terhadap karyawan mesti ditunjukkan dengan perhatian kepada kesejahteraan mereka. Keberadaan mereka bukan sekadar sebagai staf bagi Medco secara keseluruhan. Merekalah aset bagi A, brainware yang tak ternilai harganya.

Itu sebabnya ketika perusahaan untung berlebih, Medco tak ragu-ragu membagikan tambahan berupa bonus bagi para karyawannya. "Jangan dilihat dari segi besar kecilnya, tapi silahkan dilihat dari niat saya untuk menjalin hubungan dan apresiasi terhadap para karyawan," ujar AP.