Pasar Apung di Kota Seribu Sungai

Pasar Apung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan adalah salah satu peninggalan budaya peradaban maritim di Indonesia yang sudah ada sejak 400 tahun yang lalu. Dimulai pada tahun 1526, Sultan Suriansyah mendirikan istananya di sekitar tepi sungai Kuin, yang kelak menjadi cikal bakal dari kota Banjarmasin. Sejak saat itulah tepian sungai ini mulai ramai dikunjungi dan melahirkan sebuah pasar tradisional unik yaitu Pasar Apung.

Pada waktu itu disebabkan sulitnya akses transportasi darat, maka masyarakat di "kota seribu sungai" ini menggunakan sungai sebagai jalur alternatif. Hal ini kemudian menjadi wadah kegiatan ekonomi tradisional dalam bentuk barter. Pasar Apung akhirnya berkembang menjadi salah satu tujuan wisata air di Kalimantan Selatan.



Pasar terapung merupakan salah satu obyek wisata andalan di Banjarmasin karena hampir setiap hari wisatawan baik dalam maupun luar negeri kerap menyempatkan untuk datang ke lokasi tersebut. Umumnya mereka sangat menikmati perjalanan wisata tersebut karena selain ke pasar terapung, wisatawan juga menikmati kehidupan masyarakat yang berada di sepanjang daerah aliran sungai yang rumah-rumahnya terbuat dari kayu ulin.

Terdapat sejumlah Pasar Apung di Kalimantan dan salah satunya berada di atas sungai Barito di muara sungai Kuin. Uniknya pasar seperti ini hanya ada pada pagi hari yakni mulai pukul 05.30 sampai 07.30 WITA. Kalau sudah melewati jam tersebut, maka sudah tidak ada lagi.

Untuk menuju ke pasar terapung yang masuk dalam wilayah Desa Kuin Alalah, Banjarmasin Utara, pengunjung harus pagi-pagi datang ke pelabuhan di Desa Kuin Utara atau tepatnya berada di depan Masjid Sultan Suriansyah. Bagi wisatawan yang beragama Islam, biasanya menunaikan shalat Subuh dulu di masjid yang bangunannya terbuat dari kayu ulin tersebut. Baru berangkat ke pasar terapung dengan menggunakan perahu bermesin yang berpenumpang maksimal 10 orang.

Dinamakan Pasar Apung, karena memang transaksi jual beli dilakukan di perahu yang berukuran kecil dan sedang. Barang yang dijual hampir sama dengan pasar-pasar yang ada di daratan. Dan umumnya kebutuhan makanan sehari-hari, seperti ikan, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Di pasar terapung juga ada pedagang yang menjual makanan siap saji, seperti kopi, teh, kue, nasi untuk sarapan dengan berbagai menu, seperti soto banjar, ikan goreng, dan sate. Salah satu keunikan pasar terapung ini adalah apabila Anda ingin membeli jajanan kue maka cara mengambil kue tersebut harus menggunakan alat bantu seperti tongkat yang diujungnya terdapat kawat untuk ditanjapkan pada jajanan yang kita inginkan.

Kebanyakan para pedagang adalah para ibu-ibu. Menariknya, di Pasar terapung ini juga masih berlaku barter antar pedagang. Tak ada organisasi pedagang sehingga jumlah mereka yang berjualan tak terhitung. Mereka datang untuk berjualan, dan bubar dengan sendirinya ketika matahari pagi mulai terik.



Pasar Apung Terancam Punah

Aktivitas pasar terapung menghadapi ancaman besar beberapa tahun ke belakang. Transaksi perdagangan tidak lagi ramai. Dampaknya, banyak wisatawan yang kecewa. Dulu, di Kuin Selatan ada sekitar 300 pedagang. Kini, hanya tersisa puluhan orang.

Kegiatan pasar terapung yang mengandalkan musim panen juga terganggu akibat gagal panen dan bencana banjir. Modernisasi juga membuat pesona pasar terkikis. Saat transportasi darat belum berkembang, sungai menjadi sarana perjalanan utama. Pasar terapung pun ikut berkembang pesat. Namun sekarang penduduk sudah makin banyak yang memiliki motor dan mobil, sehingga banyak yang lebih memilih belanja di supermarket di kota.

Pemerintah provinsi maupun kabupaten tidak tinggal diam. Antara lain upayanya adalah menggulirkan bantuan berupa klotok dan jukung (perahu) untuk para pedagang dan juga menyelenggarakan festival-festival pasar apung secara reguler serta membangun kampung wisata di sekitar daerah pasar apung Kuin Selatan.

~ o 0 o ~

Sumber:

Kompas, 20/9/2013

Banjarmasinkota.go.id

wikipedia.com

No comments :