Sri Mulyani Indrawati: Gemar Bersepeda

Kota Semarang, Jawa Tengah, mengembalikan memori Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (54) semasa sekolah. Ia gemar bersepeda dari rumah menuju sekolah. Itu ia lakoni sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yaitu SMAN 3 Semarang

KOMPAS/Wawan H Prabowo

”Saya paham betul sepeda, termasuk cara memompa. Pompa zaman dulu ya, bukan yang diinjak seperti sekarang,” ujarnya sembari mempraktikkan cara memompa dengan dua tangannya. Dia menceritakan hal tersebut di sela-sela sosialisasi pengampunan pajak di Semarang, Kamis (29/12).

Ingatan tentang sepeda dan pompa memberi Sri Mulyani inspirasi tentang ilustrasi pajak di Indonesia. Menurut dia, sistem perpajakan Indonesia dilakukan seperti memompa ban sepeda. Uang pajak dipompa ke rakyat, lalu disedot kembali oleh negara, begitu seterusnya. Penggerak sistem adalah pendapatan pajak atau dalam ilustrasi adalah angin.

Hampir satu tahun ke belakang, Sri Mulyani gencar menyosialisasikan program pengampunan pajak untuk meningkatkan pendapatan pajak negara. Rasio kepatuhan pajak di Indonesia saat ini masih rendah, yaitu 62,2 persen. Dari 32,7 juta orang atau badan wajib pajak di negeri ini, hanya 12,5 juta yang menjalankan kewajiban.

”Ini pertanda Indonesia memiliki masalah serius. Masyarakat harus diberi pemahaman mudah dan tepat tentang pajak,” katanya. (KRN)

Sumber: Kompas, 2/1/2017


Mengasah Toleransi lewat Musik Klasik

Pertengahan tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggandeng pianis Ananda Sukarlan untuk melatih siswa sekolah dasar buat berlatih musik klasik. Pelatihan tidak bertujuan membuat anak-anak menjadi musisi, tetapi untuk mengasah otak dan rasa toleransi serta melatih anak-anak bersosialisasi. Program musik klasik masuk sekolah terinspirasi dari program Children in Harmony yang dijalankan Ananda bersama Yayasan Musik Sastra. Program musik klasik masuk sekolah menurut rencana dimulai pertengahan 2017. Sebagai percontohan, program digelar di 100 SD di Jakarta. Dengan bermain musik klasik, anak-anak akan belajar koordinasi, mulai dari membaca not balok, memainkan instrumen, hingga melakukan gerak tubuh. Melalui musik, otak terlatih untuk kreatif, berimajinasi, dan menemukan solusi. "Anak-anak belajar musik klasik enam bulan. Mereka dipinjami alat musik yang bisa dibawa pulang untuk berlatih di rumah. Setelah itu, mereka bertemu dalam latihan untuk berkolaborasi dalam pementasan," ujar Ananda, Selasa (3/1), di Jakarta. Dalam permainan musik bersama, anak-anak dari berbagai latar belakang bertemu dan bekerja sama. "Lewat musik, 'tembok' runtuh," kata Ananda. Untuk menjalankan program itu, diperlukan 33-50 tenaga pengajar. Mereka mengajar teknik dasar memainkan instrumen musik di kelas II-III SD. "Dibutuhkan alat musik yang banyak. Kami mengimbau mereka yang mempunyai instrumen musik bekas di rumah untuk mendonasikannya," tambah Ananda. Anak-anak yang mendapat pelatihan musik klasik akan dievaluasi. Mereka yang berbakat didorong untuk terus berlatih. Sekolah-sekolah diharapkan bisa membuat orkes kecil setelah latihan berlangsung satu tahun. Seluruh Indonesia Selain musik klasik, pendidikan seni lainnya, seperti seni rupa, pertunjukan, dan kriya, juga akan diperkenalkan langsung oleh seniman-seniman di sekolah-sekolah. Tahun ini ditargetkan 1.500 seniman bisa mengajar seni di sekolah di seluruh Indonesia. Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid mengatakan, pada Maret, ketika anggaran sudah turun, program tersebut akan dimulai di Jakarta terlebih dahulu. "Beberapa daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara telah menyatakan berminat. Sebagai awal, program ini akan diadakan di 500-an sekolah," ungkapnya. (ABK) Sumber: Kompas, 04/01/2017 Sumber foto: Arsip pribadi