30 September 2017
Hampir
kita lupa, tepat 52 tahun yang lalu Gerakan 30 September memecah keheningan
malam di Indonesia. Tapi malam 30 September 2017, Robert Nordling dari Chicago
menghentak para hadirin yang memenuhi Ciputra Artpreneur Theater dengan lagu
pembukaan instrumental Overture to Die Fledermaus karya J. Strauss, sehingga
melukiskan keterpanaan di wajah penonton. Seperti biasa, J. Strauss menampikan gaya Waltz yang
lembut, namun di tengah-tengah lagu penonton dikejutkan dengan hentakan yang
cepat dan dinamis. Die Fledermaus yang berarti Sang Kelelawar adalah Singspiel
ala Wina, atau “operetta” yang memiliki struktur yang serupa dengan broadway dengan tipe overtur berbentuk
“medley” yang memberikan introduksi lagu-lagu yang akan ditampilkan sepanjang
operetta. Di situlah Robert Nordling
memperlihatkan kemampuannya mengorkestrasi dan memimpin kepiawaian para pemain
yang memang sudah mapan.
Robert Nordling sedang beraksi
Nusantara Symphony Orchestra
Para
solois, Aning Katamsi (Soprano), Diani Sitompul (Soprano), Untung Siahaan
(Tenor), Harland Hutabarat (Bass), dan Anna Migallos (Soprano) -yang datang
khusus dari Filipina, adalah solois yang handal dan berpengalaman. Duet Aning
Katamsi dan Harland Hutabarat sangat memukau sehingga terasa lagunya sangat
pendek. Anna Migallos membawakan Song to the Moon from Rusalka karya A. Dvorak
dengan tenang dan membahana. Babak pertama diisi dengan karya-karya besar dunia
yang dikemas dalam dialog merdu para solois, yaitu Giunse alfin il momento...
Deh, vieni, non tardar from Le nozze di Figaro karya Mozart, O soave fanciulla
from La Boheme karya G. Puccini, Votre toast (Toreanor Song) from Carmen karya
G. Bizet, Song to the Moon from Rusalka karya A. Dvorak, Casta Diva from Norma
karya V. Bellini, Mira O Norma... Si fino all’ore estreme” from Norma karya V.
Bellini.
Para Solois
Babak
kedua, seakan tak ingin mengendurkan detak jantung para penonton, disuguhkan
dengan lugas E strano!... Ah, fors’e lui... Sempre libera from La Traviata
karya G. Verdi Overture to Der Freischutz karya C M. Von Weber, Lippen
Schweigen (Merry Widow Waltz) from Die lustige Witwe karya F. Lehar, Un di...
Bella figlia dell’amore from Rigoletto karya G.Verdi. Penampilan ditutup dengan
lagu Va pensiero from Nabucco karya G. Verdi oleh all singers. Seperti biasa, G. Verdi menampilkan suasana militer.
Penonton tidak berhenti bertepuk tangan menunggu lagu tambahan-encore dan dibalas oleh konduktor dan
para pemain dengan bungkukan yang dalam. Seluruh lagu yang dipilih oleh Robert
Nordling betul-betul sesuai dengan tema pagelaran ini yaitu Most Favorite Opera
Arias: Opera-opera terbaik dunia yang abadi sepanjang masa.
Robert
Nordling yang telah punya reputasi sebagai konduktor yang “emphatetic,
dramatic, and vivid with a fresh and airy quality and a certain elegance” telah
menyajikan tampilan yang sedap dipandang mata dan merdu menyapa telinga.
Penggemar kopi espresso ini telah merilis beberapa rekaman Beethoven karyanya
dan salah satu rekamannya, Mahler Symphony no. 1, memenangkan Telly Award pada
Mei 2008. Selain itu ia juga mengajar sejarah musik serta music conducting and appreciation di Calvin College Music
Department dan Trinity International University dan juga di beberapa negara
lainnya.
Pemberian bunga kepada Robert Nordling
Tribun
dipenuhi oleh para pelajar dari berbagai sekolah musik di Jakarta. Keriuhan
mereka semakin menghangatkan suasana dan para penonton pasti sepakat bahwa
mereka merasa seperti sedang menonton opera sebuah teater di Eropa. Penampilan
yang begitu mulus dari para pemain dan kerendahan hati Robert Nordling yang
terpancar dari gesturnya selama mengayunkan tongkatnya menciptakan pemandangan
yang epik sekalipun disaksikan dari bangku tribun paling atas. Robert Nordling
tidak enggan untuk membungkukkan tubuhnya di hadapan para pemain dan memberikan
tepuk tangan apresiasi kepada para solois yang telah melaksanakan tugasnya
dengan prima. Hal ini tentu menjadi pembelajaran besar bagi pada pelajar musik
yang sedang haus dengan kehadiran tokoh yang layak untuk diteladani.
Sari Kusumaningrum Chief Editor PEAK
Nusantara
Symphony Orchestra (NSO) telah membuat breakthrough
yang menggebrak di kemunculan perdananya tahun ini. Concert master Amelia Tionanda, jebolan Royal Conservatory of
Ghent, Belgia, tampil dengan tenang dan penuh percaya diri. Pemain
berpengalaman lainnya juga terlihat yaitu Ali Hanapiyah, Asep Hidayat, Harianto
Tjoegiopranoto, dan last but not least
Eric Awuy pada terompet. Mas Bus Kusmulyono, Pengurus OSN, terbang langsung
dari Singapura untuk menyaksikan acara bersama para sahabatnya memenuhi barisan
depan dari gedung teater. Beliau juga komisaris PT Bank Mandiri, sponsor utama
acara ini. Apresiasi khusus dilontarkan oleh Ibu Miranda S. Goeltom, selaku CEO
dari NSO, yang dengan penuh bangga menyampaikan pujian dari Robert Nordling
yang sangat terkesan dengan kesiapsediaan para pemain NSO, dimana jadwal
latihan yang diagendakan 6 jam sehari cukup diselesaikan dalam 4 jam saja
saking “tak perlu dilatih lagi”-nya para pemain NSO ini.
Sahabat Bus dan Odi menyimak Most Favorite Opera Arias
Bersama besan menikmati konser
Penulis:
Arina Zuliany