Persahabatan Antarbangsa lewat Musik

 



Magelang, Kompas, Jumat 25 Juni 2021

Lebih dari 200 alat musik tergambar di 40 panel relief Candi Borobudur , Kabupaten  Magelang, Jawa Tengah. Alat-alat musik itu tak hanya ada di Indonesia , tetapi juga belahan dunia lain, seperti China, India, dan Mesir. Hal itu berpotensi jadi inspirasi memperkuat persahabatan antar bangsa melalui musik.

Hal itu dibahas dalam Konferensi International Sound of Borobudur MUSICoverNATIONS bertema “Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik”, Kamis (24/6/2021), di Balai Ekonomi Kecamatan Borobudur, Magelang. Konferensi diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Yayasan Padma Sada Svargantara dan Kompas Group, secara luring dan daring.

Relief pada candi itu mengindikasikan bahwa Borobudur pada 13 abad lalu jadi pusat musik dunia. Seiring berjalannya waktu, alat musik itu tersebar tidak hanya di Jawa, tetapi menyebar ke 34 provinsi dan sedikitnya 40 negara. Penyebaran terjadi melalui jalur perdagangan laut.

Ketua Yayasan Pada Sada Svargantara, Purwa Caraka, menuturkan ada ratusan gambar alat musik di lebih dari 40 panel relief di Candi Borobudur. Mayoritas alat musik itu ditemukan di 34 provinsi di Indonesia dan di 40 negara lain. “Belum ditemukan di tempat lain ada siplay (tampilan) sekian banyak alat musik beserta pemainnya seperti di Candi Borobudur,” kata Purwa.

Alat musik relief di Candi Borobudur itu terdiri dari alat musik petik, pukul, tabuh, dan tiup. Salah satu alat musik di relief yang ditemukan di Indonesia dan mirip dengan alat musik negara lain, yakni garantung, serta mirip ranat ek di Thailand, marimba (Kongo), dan balafon (Gabon).

Margaret Katomi, guru besar emeritus di Sir Zelamn Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia, menjelaskan alat musik di relief candi umumnya dimainkan untuk upacara, perayaan, atau hiburan. Ia memprediksi penggunaan alat-alat musik, antara lain untuk ritual pembersihan desa dari roh jahat. “Instrumen musik di relief Borobudur, termasuk variannya di daerah lain, mengindikasikan ada perdagangan sekaligus instrumen musik sebagai obyek sacral masyarakat,” ujarnya.

Memainkan kembali

Purwa menuturkan, selama ini, relief bergambar alat musik itu hanya jadi sumber pengetahuan pasif. Karena itu, sejumlah musisi dan tokoh lain menggagas untuk menghidupkan alat-alat musik yang tergambar di relief Borobudur melalui gerakan Sound of Borobudur.

Selain Purwa Caraka, sejumlah musisi lain terlibat dalam Sound of Borobudur, misalnya penyanyi Trie Utami dan gitaris Dewa Budjana. Alat-alat musik pada relief Borobudur diproduksi lagi demi membuat

 komposisi musik.

“Usaha membunyikan alat-alat musik ini lewat proses panjang. Ada banyak alat musik diproduksi, direproduksi, direka ulang, dicari ke pelosok negeri, dipastikan bunyinya, dimainkan, dan dibuat komposisi dengan interpretasi tertentu,” kata Purwa, yang juga komposer musik.

Kolaborasi

Setelah komposisi itu berhasil dibuat, Sound of Borobudur mengajak musisi dari sejumlah negara lain berkolaborasi untuk memperkuat persahabatan bangsa-bangsa.

“Setelah melalui kajian ilmiah sebagai penguatan landasan, kami ingin mengeksplorasi untuk menunjukkan keterkaitan dengan bangsa lain dan persahabatan antar-bangsa melalui musik yang dijalin sejak dulu,” ujarnya.

Trie Utami mengatakan, sejumlah musisi dsri 11 negara berkolaborasi dengan Sound of Borobudur antara lain dari Jepang, Laos, dan China.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, Candi Borobudur merupakan mahakarya yang menyimpan pengetahuan serta peristiwa masa lalu. “Borobudur menyimpan 1.460 relief. Narasi visual panel relif sarat pengetahuan dan seni.” Ujarnya. (SKA/HRS)   


Setangkup Burger Ini untukmu

Bagi saya burger adalah makanan yang mudah divariasikan isiannya sehingga berbagai jenis varian dapat dikreasikan untuk memenuhi selera pecinta burger. Salah satunya adalah lawless Burger, sebuah nama yang dapat dibilang baru dalam dunia kuliner namun mampu menarik perhatian banyak dari pecinta kuliner. Di bawah ini tulisan menarik tentang burger, sumber tulisan dari kolom GAYA HIDUP,Kompas, 6 Juni 2021.





Setangkup Burger Ini untukmu

Burger-burger lokal muncul dengan narasi kesehatan dan kebaikan hidup. Di luar mengurusi produk utama secara serius, mereka leluasa membuat gimik yang pas untuk target pasarnya.

Oleh HERLAMBANG JALUARDI/DWI AS SETIANINGSIH/RIANA A IBRAHIM

Gelombang burger merek lokal hampir mirip dengan yang terjadi pada komoditas kopi beberapa tahun belakangan. Masing-masing jenama punya cirinya sendiri, bahkan ciri yang sangat khas koki peraciknya. Di luar mengurusi produk utama secara serius, mereka leluasa membuat gimik yang pas untuk target pasarnya.

Pada Minggu (30/5/2021) selepas tengah hari, Amalia Puri datang ke gerai Lawless Burgerbar di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Setelah memarkir mobilnya lewat jasa valet karena kehabisan tempat parkir reguler, dia memesan burger favoritnya, Sabbath Burger. Biasanya dia pesan ukuran single—takaran satu daging patty. ”Tapi, di toko cuma bisa pesan yang double,” ujarnya.

Walhasil, dia harus membayar Rp 82.600 termasuk kutipan pajak untuk makan siangnya di hari libur itu. Harga dasar Sabbath Burger ukuran double adalah Rp 68.000. Ditambah dengan tarif parkir Rp 10.000 untuk pesan bawa pulang, dia mengeluarkan uang Rp 92.600. Tarif parkir mobil layanan valet untuk makan di tempat Rp 25.000.

Bagi pekerja lembaga nirlaba ini, biaya segitu tergolong mahal. Makanya, jajan burger Lawless biasanya sehabis gajian. ”Harganya memang mahal, tapi layak. Ya, ini adalah makanan mewah, untuk momen tertentu saja,” lanjutnya.

Menu favoritnya itu adalah burger keju. Namun, bagi lidahnya, cita rasanya lengkap, tak sekadar asin dari keju American cheddar dan gurihnya daging sapi berbumbu. Bawang bombai yang dipakai telah digoreng terlebih dulu dan dikaramelisasi (caramelized). Jika acar di burger lain selalu disingkirkan, Amalia melahap habis acar pada burger Sabbath. Dengan kelengkapan nuansa rasa itu, dia memberi gelar Sabbath sebagai burger terenak yang pernah dia makan di Indonesia.

Sabbath adalah satu dari tiga menu burger terfavorit di seluruh gerai Lawless yang beroperasi sejak 2018 ini. Dua lainnya adalah Motley Burg seharga Rp 74.000 di luar pajak, dan yang terbesar sekaligus termahal, The Lemmy (Rp 135.000). Satu menu burger lainnya yang bertahan sejak Lawless berdiri adalah pilihan para vegetarian, Joey Bellodona (Rp 47.000).

”Ini (Joey) adalah menu permintaan gue,” kata Roni Pramaditia, salah satu dari enam punggawa Lawless Burgerbar, dan satu-satunya yang tidak makan daging. Medhina Purwadi, rekannya, memilih jamur portobello sebagai pengganti patty daging. ”Gramasinya sama dengan patty versi daging, sih, sekitar 120 gram,” kata Medhi.

Medhi, yang sebelumnya membuka restoran steak ini, bilang, perlakuan pada jamur portobello dan daging sapi sebagai patty mirip-mirip. Keduanya sama-sama dipanggang dengan imbuhan bumbu dasar seperti lada, garam, cabai, dan bawang. Hasilnya, panggangan patty jamur dan daging sapi berkarakter juicy, alias cenderung basah.

Bergeming urusan musik

Roni bilang, seluruh penyedia (vendor) bahan burger berasal dari dalam negeri. Selada romain ditanam sendiri di kebun dapur sentral, walau baru bisa memasok kebutuhan gerai Kemang saja. Daging sapinya bukan sapi impor. ”Yang pasti impor adalah musiknya,” seloroh Arian Arifin, alias Arian13, pendiri Lawless juga.

Musik adalah komponen penting buat produk makanan Lawless. Nama-nama menunya berkonotasi kancah metal. Penggemar band Motley Crue, misalnya, bisa langsung mengidentifikasi asal nama burger Motley Burg. Setiap gerainya memutarkan lagu-lagu rock dan heavy metal pilihan Arian dan Sammy Bramantyo, rekannya. Mereka berdua adalah separuh band kencang Seringai.

Banyak ulasan di internet yang memuji rasa burgernya tapi mengutuk pilihan musiknya. Ada juga ulasan satu bintang yang mengkritik cita rasa makanan, sekaligus menghujat kebisingan lagunya. Untuk urusan musik mereka bergeming. Malahan, ulasan sumbang satu bintang itu diabadikan menjadi desain kaus Lawless Burgerbar. Kaus itu laris.

Benar, kedai burger ini punya produk turunan berupa kaus, seperti layaknya band saja. Mereka mengakui, perangkat pemasaran mereka berkaca dari yang dilakukan banyak band, seperti membuat acara, menjual kaus, dan membagikan stiker.

Di awal masa pandemi tahun lalu, misalnya, mereka menganggarkan hampir Rp 100 juta ”hanya” untuk mencetak segepok gambar tempel. Salah satu desainnya bersih dari merek, cuma tulisan ”Corona Virus Sucks”—mewakili kegeraman banyak orang pada wabah virus itu.

Dekorasi gerai, bonus stiker, bungkus kertas bergambar tengkorak, dan humor mereka pada heavy metal mungkin dianggap sebagian orang sebagai gimik. Tapi, semua trik itu berbanding lurus dengan kualitas produk utamanya, yaitu burger. Tak heran, mereka bisa menjual rata-rata 50.000 porsi burger dalam sebulan, dan sepertinya sebentar lagi layak menjadi ”oleh-oleh khas Jakarta”.

Burger biar bugar

Sebaliknya, merek 2080 Burger (dibaca Twenty Eighty Burger) yang bermula di Pecatu dan Canggu, Bali pada awal 2020, telah ”menginvasi” sekitaran Jakarta. Mereka membuka cloud/ghost kitchen (gerai tanpa fasilitas nongkrong) di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Mulai Maret 2020, 2080 Burger buka gerai di Fresh Market di Bintaro, Tangerang Selatan.

Lokasi gerai itu telah identik sebagai tempat nongkrong warga sekitar Jabodetabek di sela-sela berolahraga. Akhir pekan, mulai Jumat hingga Minggu adalah saat paling ramai. Sejak pagi banyak pesepeda dan pelari yang mampir. Burger mereka dicitrakan sebagai kudapan sehat.

Penamaan ”2080”, kata salah satu pendirinya Heru Dwi Soesilo, mengacu pada 20 persen lemak dan 80 persen protein dalam daging sapi murni asal Australia yang dipakai sebagai patty-nya. Menurut mereka, komposisi itu sesuai kebutuhan lemak dan protein bagi tubuh. Dengan kata lain, daging yang mereka pakai memenuhi syarat baik untuk dikonsumsi.

Sayurannya semua organik. Untuk gerai di Bintaro, sayuran didapat dari petani sayur organik di daerah Bogor. Sementara untuk gerai di Bali pasokan sayuran berasal dari petani di Bedugul. Konsep sehat itu menarik perhatian, dan memantik pujian.

”Kalian harusnya bisa dapat Michelin Star,” kata Heru, menirukan pujian dari Chef Javier, koki andal di restoran milik Gordon Ramsey di London, yang kini bermukim di Bali. Javier, bersama para surfer, atlet, dan foto model jadi pelanggan 2080 Burger. Javier bahkan rutin jajan di 2080 Burger hampir tiga hari sekali.

Banyak atlet datang ke 2080 setiap habis olahraga di sasana. Bila sedang tidak membutuhkan protein tinggi dari daging sapi, mereka tetap bisa menikmati burger ikan atau ayam. Minumnya pun teh kombucha.

”Jadi, pola hidup mereka tetap terjaga. Proteinnya dapat, healthy-nya juga dapat. Kalau di Bali, narasi bahwa burger itu nggak sehat udah patah, sih,” kata Heru.

Panggang dulu

Selain lekat dengan citra sehat, produk mereka juga dikenal atas aroma panggangannya yang kuat (smokey). Sebut saja salah satu menu favorit, El Matador. Selain berisi ”komponen dasar” burger, seperti patty, beef bacon, keju, selada romaine dan tomat, terselip pula kerpik tortilla yang renyah dan potongan cabai jalapeno. Dua bahan khas Meksiko menambah meriah rasa burger.

Saat digigit, keripik tortilla dan cabai jalapeno-nya seperti menggigit balik. Sensasi renyah dan pedas asam mengisi rongga mulut. Paduan daging patty yang cenderung berair (juicy) dan beef bacon yang kering menambah keseruan mengunyah. ”Enak nih. Dagingnya empuk, juicy. Aroma smokey-nya juga kuat,” kata Hadi (43), salah seorang konsumen 2080 Burger.

Aroma bebakaran itu muncul karena bahan-bahannya—mulai dari patty, sayuran sampai roti—telah diasapi terlebih dulu menggunakan alat panggang gaya barbekyu. Arang yang dipakai adalah arang dari kayu kopi, sehingga aromanya wangi dan tahan lama. Mereka mengeklaim sebagai pionir metode ini dalam penyajian burger.

”Sampai kalau cegukan, berasa aroma smokey di tenggorokan, jadinya keinget terus burgernya,” kata Heru. Pantaslah mereka berani mengusung slogan ”smokey burger specialty”.

Menu lain yang digemari adalah Say Cheese, yang dari namanya ketahuan ini adalah burger keju. Selain memakai daging sapi Australia, rasa asin gurih diperoleh dari paduan keju philly, dan saus keju. Rotinya memakai bun yang bau dan rasanya seperti susu. Tampilannya menjulang. Harganya terentang dari Rp 69.000 untuk ukuran single, sampai Rp 129.000 ukuran triple.

Mereka juga punya menu khusus Onde Mande Burger yang berisi daging rendang, juga Hang Loose Burger yang pattynya terbuat dari paduan daging sapi dan seafood. Nonpemakan daging tentunya bakal memilih menu Mofajun, karena ini adalah burger vegan.

Roti segar

Kedai Dope Burger & Co di daerah Menteng, Jakarta Pusat juga patut dicoba. Kedai yang berdiri sejak 2018 ini punya 13 pilihan menu berbahan utama daging sapi Australia, dan roti brioche sebagai bun. Kelebihan lainnya terdapat pada racikan saus barbekyu dengan potongan cabai jallapeno. Kalau potongan jallapenonya tergigit rasanya bikin kaget tapi enak.

Menu yang pakai saus ini adalah burger Redemption yang masih ditambahi saus khas racikan mereka. Sedangkan menu The Multisensory pakai saus sriracha dan saus aioli sehingga nuansa rasanya jadi pedas dan gurih sekaligus. Saus sriracha yang khas Thailand itu juga dipakai di menu The Yolk, yang isinya pakai daging, hash brown (semacam perkedel), telur mata sapi, tumisan jamur, juga keju. Ketiga menu itu jadi favorit.

”Menu-menu yang ada di sini tentu dijajal terlebih dulu, dan juga melihat dari beberapa tren di luar negeri,” kata salah satu pemilik Dope Burger & Co, Andre Morgan. Daging dari Australia dipilih karena teksturnya lembut untuk diolah menjadi patty, serta gampang didapat dengan harga dan kualitas bagus.

Urusan roti, yang jadi komponen penting setiap burger, dipilih dengan cermat. Saban hari, roti brioche produksi rumahan dengan taburan wijen selalu datang dalam keadaan segar. ”Roti ini dipilih yang homemade dan selalu baru untuk menjaga kualitas rasa dan kesegarannya. Sayurannya juga demikian,” tutur Andre.

Roti brioche juga dipakai Flip Burger, yang berdiri sejak 2016. Bedanya, roti mereka tanpa wijen. Jenis roti asal Perancis ini dipilih karena kaya kandungan mentega (butter). Roti itu jadi lembut dan gurih manis setelah dipanggang. Roti yang dipakai Flip Burger bikinan Animo Bakery, milik Muhammad Abgari, alias Agam.

”Pada dasarnya Flip itu gabungan dari tukang daging dan tukang roti. Saya di Holycow!, Agam di Animo,” kata Afit D Purwanto, salah satu pendiri Flip Burger.

Sebagai ”tukang daging”, Afit jadi tahu benar bagian sapi mana yang paling tepat dipakai. ”Untuk patty, itu campuran ada yang bagian brisket, pundak, dan yang terpenting harus memiliki kandungan lemak sehingga kelembutan tekstur dan cita rasanya menonjol,” katanya.

Pengetahuan akan asal-usul makanan ini tak disediakan restoran waralaba internasional zaman dulu. Burger hari ini jadi menambah wawasan pelahapnya, sekaligus menambah berat badan, tentunya.

Editor: MOHAMMAD HILMI FAIQ