Franciscus Welirang, Memilih di Belakang Layar



Oleh ANDREAS MARYOTO       

9 November 2021 05:33 WIB

Orang lebih melihat dia sebagai pria nyentrik. Rambut yang dibiarkan panjang dan berkuncir menjadi cirinya. Ia muncul di berbagai tempat dan di berbagai forum. Meski demikian, orang lebih banyak mengenalnya di dunia bisnis, secara khusus di industri makanan.

Pria itu Franciscus Welirang yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 9 November tujuh puluh tahun yang lalu. Ia yang lebih sering dipanggil Franky mengaku tidak suka mengungkap dirinya ke publik.

Saat berbincang di kantornya di Wisma Indocement, beberapa hari lalu, ia mengungkapkan hal yang sama. Meski demikian, ia yang berada di Dewan Direksi Indofood tidak sungkan mengungkap beberapa aktivitas dan pemikirannya.

”Kita memiliki generasi Y dan Z yang jumlahnya besar dan kini telah menjadi mayoritas. Mereka berbeda dengan generasi terdahulu. Mereka kini terpapar berbagai informasi, tetapi bagaimana mereka bisa membaca dan memilah informasi,” kata Franky mengawali cerita keterlibatannya dalam masalah-masalah pendidikan.

Ia mengaku resah karena arus informasi memiliki dampak baik dan buruk. Dampak baik akan membuat orang makin melek informasi, tetapi dampak buruk informasi yang melimpah akan memunculkan perpecahan. Orang mudah terpengaruh informasi yang melimpah. Sayang sekali, sistem pendidikan kita masih yang lama, tak sesuai dengan kebutuhan sekarang.

Situasi ini merupakan tantangan dunia pendidikan Indonesia. Kalau mayoritas mendapat informasi yang salah, akan membahayakan. Orang akan mudah sekali bermusuhan dan terpecah belah. Oleh karena itu, di kalangan anak-anak yang tengah mengenyam pendidikan dasar, mereka harus mempunyai kemampuan membaca, mempunyai kemampuan berbicara atau mengolah yang dibaca, dan memiliki kemampuan berhitung.

Dari kemampuan itu mereka bisa mempelajari ilmu lain, seperti sejarah dan ilmu bumi. Pada akhirnya mereka juga mengenal negerinya. Mereka juga mengetahui perbedaan-perbedaan yang ada di Tanah Air, yaitu suku, bahasa, dan lain-lain. Mereka tentu akan mengenal dirinya sendiri di tengah berbagai perbedaan di Tanah Air.

Pandangan tentang generasi muda itu muncul saat ia bergaul dengan orang-orang yang berada di dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang dekat dengan Franky adalah dunia pendidikan agama, secara khusus pesantren. Ia mengunjungi dan juga bergaul dengan puluhan pesantren di berbagai tempat.

Dunia pesantren, menurut dia, bisa berperan lebih besar dibandingkan dengan yang sering dilihat dan dipahami orang. ”Saya kadang sedih, akses anak-anak lulusan pesantren masih terbatas. Padahal, mereka bisa berperan lebih banyak di berbagai lapangan kerja,” kata Franky.

Di tengah perbincangan, ia memperlihatkan video sejumlah anak-anak pesantren yang memiliki berbagai kelebihan, seperti teknologi informasi dan bahasa Inggris.

Saya kadang sedih, akses anak-anak lulusan pesantren masih terbatas. Padahal, mereka bisa berperan lebih banyak di berbagai lapangan kerja.

Di beberapa tempat, ia memacu anak-anak pesantren untuk mencapai pendidikan jenjang tinggi dengan memberikan sebuah laptop untuk mereka  yang  mampu lolos masuk ke perguruan tinggi. Kerap pula ia membangun kewirausahaan di kalangan anak-anak pesantren dan juga para gurunya.

Franky juga terus berusaha agar anak-anak pesantren memiliki akses dalam dunia kerja. Ia kadang bertemu dengan beberapa pejabat dan menyarankan perbaikan soal akses itu.

Melestarikan wayang

Dunia lain yang juga ditekuninya adalah dunia kesenian, secara khusus wayang. Sewaktu kecil, ia gemar membaca buku komik wayang, tetapi setelah itu ia tidak terlalu dekat dengan wayang. Hingga tahun 1999 atau setelah reformasi ia berkenalan lagi dengan wayang. Suatu saat, ia harus mengurus tiga pertunjukan wayang yang diselenggarakan oleh Salim Group.

”Saya ikuti saja. Saya tidak terlalu paham. Akan tetapi, saat saya hadir di dalam satu pertunjukan, saya kagum dengan seorang dalang muda,” katanya. Franky terpukau dengan keterampilan dalang ini. Ia mengamati si dalang dari mulai kemampuan menarasikan cerita, menggerakkan wayang, hingga mengharmoniskan seluruhnya dengan pemusik dan pesinden.

Ia sangat kagum dan bertanya, bagaimana seorang dalang bisa memiliki kemampuan seperti itu? Franky menemukan hal-hal unik dalam dunia perdalangan. Sejak saat itu, ia bergaul dengan para dalang dan sering diminta berbicara di kalangan para dalang. Ia juga kerap menyelenggarakan pertunjukan wayang di berbagai tempat.

Dari aktivitas itu, ia mengenal berbagai jenis wayang di Nusantara. Tak salah jika Franky kemudian diberi amanah untuk menjadi penasihat Sekretariat Nasional Wayang Indonesia atau lebih dikenal dengan singkatan Senawangi. Organisasi nirlaba ini bergerak di dalam pelestarian wayang di berbagai tempat.

Ia memiliki ide agar wayang bisa lestari maka harus bisa dikelola sisi bisnis pertunjukannya. Franky mengaku sedih penghargaan terhadap wayang masih rendah. Orang tidak terlalu mengenal dunia wayang Indonesia yang sangat kaya. Padahal, wayang bisa dikembangkan untuk mempererat persatuan. Wayang juga bisa untuk memperlihatkan jati diri sebuah bangsa.

Beberapa yang telah dilakukan adalah mengembangkan bentuk-bentuk bisnis di seputar dunia perwayangan. Ia juga mempunyai ide agar wayang bisa lestari maka perlu dicari bentuk yang pas untuk pertunjukan yang ditampilkan di kalangan wisatawan, seperti pertunjukannya lebih pendek dan ditampilkan, semisal, di hotel atau tempat wisata.

Masih banyak aktivitas yang dijalani Franky di tengah berbagai masalah bangsa. Obrolan yang menurut rencana satu jam pun molor menjadi sekitar dua setengah jam. Meski ia sering berada di berbagai tempat, ia tetap ingin berada di balik layar. Ia sekali lagi mengatakan tidak suka bercerita tentang dirinya ke publik, termasuk misteri awal mula kuncir di rambutnya yang panjang.

Editor: DAHONO FITRIANTO

 

Transisi Energi Dunia

Analisis Ekonomi

Kompas, 9 Oktober 2021

Ari Kuncoro

Rektor Universitas Indonesia


 

Volatilitas harga minyak internasional West Texas Intermediate tau WTI, dalam sebulan terakhir ini di kisaran 80-85 dollar AS per barel, telah menimbulkan pertanyaan: pakah yang sebenarnya terjadi dengan pasar energi global? Data pertumbuhan dan inflasi dunia menunjukkan perbaikan karena kelelahan akibat pandemi ataupun euforia bahwa pandemi sudah terkendali, sisi permintaan masyarakat berangsur pulih, lebih cepat dari perkiraan. Sementara itu, sisi pasokan baru saja terbangun dari hibernasi panjang akibat pandemi. Optimisme ini menjadi dasar untuk harga minyak WTI menembus level 80 dollar AS per barel sejak 11 Oktober 2021. Harga ini adalah yang tertinggi sejak 2015. Transisi yang tidak mulus Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26) di Glasgow, Skotlandia, awal November 2021, mempertegas komitmen dunia untuk mencapai net zero emission dengan melakukan kebijakan rendah karbon, terus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan menggunakan energi terbarukan.

Yang menjadi masalah adalah transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan yang tidaklah selalu berjalan dengan mulus (Slav, 2021). Perusahaan yang bergerak dalam penilaian risiko, Det Norske Veritas (DNV), memperkirakan peranan bahan bakar fosil di dunia akan menurun dari 81 persen di tahun 2020 ke 54 persen di tahun 2050. Tren ini menjelaskan underinvestment pada bahan bakar fosil. Pada saat yang sama, permintaan energi oleh masyarakat, yang selama ini terkekang, bergerak cepat menuju pemulihan karena euforia berakhirnya pandemi. Konsekuensinya, terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, sementara energi terbarukan belum sepenuhnya siap. Dampaknya adalah kenaikan harga energi dunia, mulai dari krisis gas di Eropa hingga defisit batubara di China dan India yang merembet ke minyak bumi.


Sinyal Diam Jokowi Selamatkan Garuda Indonesia

Saya turut prihatin terhadap kondisi yang dialami oleh Garuda dan mengapresiasi upaya-upaya penyelamatannya. Di bawah ini, saya kutip tulisan HENDRIYO WIDI, Kompas, Senin, 1 November 2021.

 


Sinyal Diam Jokowi Selamatkan Garuda Indonesia

Lawatan Presiden ke luar negeri menggunakan Garuda Indonesia akan membuat citra maskapai itu menjadi lebih positif di kancah internasional. Pemerintah Indonesia dinilai masih peduli dengan maskapai miliknya tersebut.

 

Garuda Indonesia merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Maskapai nasional ini tak lepas dari kerja keras Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang merintis bisnis sewa pesawat penerbangan sipil bernama Indonesian Airways pada 26 Januari 1949.

Impian mewujudkan maskapai nasional ini semakin nyata seusai penandatanganan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada 21 Desember 1949, Pemerintah dan maskapai Hindia Belanda KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf) sepakat dengan Pemerintah Republik Indonesia Serikat tentang berdirinya maskapai nasional. Presiden Soekarno menamainya sebagai Garuda Indonesian Airways (GIA).

Ikon penerbangan nasional ini bahkan menjadi saksi sejarah perpindahan ibu kota Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta. Seusai Belanda mengakui kedaulatan atas Indonesia pada 27 Desember 1949, sehari setelahnya, dua pesawat GIA jenis Dakota (DC-3) menjemput dan membawa kembali Soekarno ke Jakarta.

Seiring dengan beragam kisah pasang surutnya, Garuda Indonesia masih mewarnai dan menjadi bagian sejarah Indonesia. Bahkan, di tengah turbulensi bisnis, Garuda Indonesia masih dipercaya ”menemani” Presiden Joko Widodo menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) di  Italia, Skotlandia, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Di Roma, Italia, Jokowi berpartisipasi dalam KTT G-20 pada 30-31 Oktober 2021. Di Glasgow, Skotlandia, Presiden akan menghadiri KTT Pemimpin Dunia terkait Perubahan Iklim (COP 26) pada 1-2 November 2021. Sementara di Dubai, UEA, pada 3-4 November 2021, Presiden dijadwalkan membuka National Day di Paviliun Indonesia Dubai World Expo 2020.

Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, Garuda Indonesia lebih dipilih sebagai moda lawatan itu ketimbang pesawat kepresidenan tentu saja melalui pertimbangkan matang. Pertimbangan itu, antara lain, mencakup efisiensi waktu, yakni tak memerlukan transit, menghemat anggaran karena dapat menampung lebih banyak rombongan, dan protokol kesehatan.

 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, yang turut mendampingi Presiden menilai, dipilihnya Garuda sebagai moda lawatan Presiden itu membuktikan maskapai nasional ini memiliki kualitas protokol kesehatan yang baik. Erick mengapresiasi seluruh kru Garuda yang selama pandemi Covid-19 ini telah menjalankan protokol kesehatan secara disiplin dan mengedukasi setiap penumpang.

Sinyal Presiden

Di tengah turbulensi bisnis Garuda Indonesia, pilihan Jokowi menggunakan Garuda Indonesia juga dinilai sebagai pesan atau sinyal diam Jokowi menyelamatkan ikon penerbangan nasional itu. Tanpa banyak kata dan arahan, Presiden memilih dan menggunakan pesawat Garuda Merah Putih tersebut.

Meski beberapa waktu sebelumnya, tanpa menyebut Garuda melainkan BUMN pada umumnya, Jokowi menyentil BUMN-BUMN yang kerap mengandalkan PMN untuk menyelamatkan bisnis mereka.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, Minggu (31/10/2021), mengatakan, di tengah simpang siur isu penyelamatan Garuda, seperti memailitkan dan menggantinya dengan Pelita Air Service, Presiden justru memilih Garuda. Hal ini bisa dibaca juga sebagai sinyalemen Presiden kepada jajarannya untuk satu suara menyelamatkan Garuda Indonesia.

 Dengan menggunakan Garuda dalam lawatannya ke luar negeri itu, lanjut Abra, citra ikon penerbangan Indonesia di tingkat internasional justru akan positif. Dunia internasional akan menilai, Pemerintah Indonesia masih peduli dengan maskapai miliknya itu.

Di tengah gencarnya pembangunan dan promo pariwisata dan investasi di Indonesia, Garuda masih dibutuhkan untuk melayani rute-rute penerbangan penumpang berskala internasional. Tentu saja dengan mempertimbangkan dan mengevaluasi rute-rute internasional yang menguntungkan.

 

Menyehatkan Sayap Indonesia

Tajuk Rencana

Kompas, Selasa, 2 November 2021


”Aku adalah Garuda. Burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya di atas kepulauanmu,” demikian sajak RM Noto Soeroto, wartawan dan sastrawan

Bung Karno lalu mengabadikan nama Garuda pada maskapai nasional kita. Pada usianya yang ke-72 ini, Garuda Indonesia sedang sakit. Sebagaimana dialami sebagian penduduk dunia, kondisi Garuda Indonesia memburuk akibat Covid-19. Garuda Indonesia tidak sendiri karena sebagian besar maskapai penerbangan dunia kini juga sedang sakit.

Kabar baiknya, dalam kondisi yang tidak terlalu sehat ini, Presiden Joko Widodo tetap menaiki Garuda Indonesia dalam lawatannya ke Eropa. Pilihan Presiden menumpang pesawat bercat merah-putih dengan logo Garuda Pancasila itu bahkan dimaknai sebagai keberpihakan pemerintah terhadap maskapai nasional tersebut. Garuda masih mendapat dukungan.

Masih adanya keberpihakan dari pemerintah tentu melegakan. Garuda jelas masih dibutuhkan penduduk negeri kepulauan ini. Sejauh ini hanya angkutan udara yang dapat mendukung mobilitas penduduk dari Sabang sampai Merauke, yang setara jarak London hingga Baghdad, dalam hitungan jam.

Ketika Covid-19 dinilai mulai terkontrol dan sebagian penduduk mulai terbang, mereka terkejut mendapati kondisi angkutan udara kita. Karena sedang tidak sehat, Garuda, misalnya, terpaksa menurunkan jaringan dan frekuensi penerbangan di sejumlah rute. Langkah itu ditempuh supaya Garuda tetap dapat bertahan hidup,

Kita tentu berharap Garuda tetap dapat terbang. Harapan ini terutama karena Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia. Garuda selama ini telah konsisten menerapkan standar keselamatan dan layanan yang tinggi.

Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia.

Dukungan moral dari Presiden Joko Widodo jelas kita hargai. Namun, dukungan terhadap maskapai nasional ini harus lebih detail. Sebab, sejauh ini, total utang Garuda Indonesia telah membengkak menjadi Rp 70 triliun. Tanpa strategi penyelesaian utang yang jitu, di atas kertas, utang itu sulit dibayarkan.

Garuda tentu harus berubah. Garuda harus lebih efisien. Manajemen Garuda di masa mendatang harus mengadopsi nilai-nilai dari maskapai berbiaya rendah agar mempunyai cadangan dana saat menghadapi masa-masa krisis.

Kini, Garuda jelas harus disehatkan terlebih dahulu supaya tetap dapat terbang. Garuda sebaiknya diselamatkan karena inilah maskapai kebanggaan kita, terlepas dari apa pun dosa-dosa pengelolanya di masa lalu.

Kita pun menunggu keputusan pemerintah. Entah itu dalam bentuk suntikan dana, atau dalam bentuk kejelasan maskapai ”pelapis” Garuda—posisi yang dulu pernah diemban oleh Merpati. Indonesia jelas masih membutuhkan Garuda Indonesia.

Editor: KOMPASCETAK