Tentang Louise Gluck, penerima Nobel Sastra 2020

The Red Poppy

Louise Glück - 1943-


The great thing

is not having 

a mind. Feelings:

oh, I have those; they 

govern me. I have 

a lord in heaven 

called the sun, and open 

for him, showing him

the fire of my own heart, fire 

like his presence.

What could such glory be

if not a heart? Oh my brothers and sisters, 

were you like me once, long ago, 

before you were human? Did you 

permit yourselves

to open once, who would never 

open again? Because in truth 

I am speaking now 

the way you do. I speak 

because I am shattered.

***

Di atas adalah salah satu puisi karya Louise Gluck, penerima Nobel Sastra 2020.

***

Produktifitas tak memandang usia, sebuah kisah inspiratif yang saya baca di harian Kompas, Jumat, 9 Oktober 2020 oleh HEI.

Akademi Swedia menetapkan penyair asal Amerika Serikat, Louise Gluck (77), sebagai penerima hadiah nobel Sastra 2020, Kamis (8/10/2020) siang di Stokholm, Swedia. Kemenangan Gluck mengangkat kembali puisi ke panggung Nobel Sastra. Terakhir kali bidang puisi meraih penghargaan bergengsi ini pada 2011 lewat penyair Swedia, Tomas Transtomer.

Anders Olsson, anggota Akademi Swedia, menyampaikan pandangan komite di hadapan segelintir wartawan yang duduk saling berjauhan demi mematuhi protokol kesehatan karena pandemi Covid-19. "Suara puitiknya, tak bisa disangkal, mengubah hal individu menjadi universal, dengan cara yang sederhana," kata Olsson dalam pidato yang disiarkan melalui situs resmi, Nobelprize.org.

Kumpulan puisinya seperti The Triumph of Achilles (1985), The Wild Iris (1992), dan Faithful and Virtuous Night (2014) mengangkat tema individu seperti masa kanak-kanak dan keluarga, yang kerap diramu dengan bumbu mitologi Yunani dan Romawi. Gluck pernah menulis puisi panjang berjudul "October" (2004) sepanjang satu buku merespons serangan teroris di New York, 11 September 2001.

"Buku-buku kumpulan puisi Gluck selalu berusaha menggugat suatu perkara dengan gigitan humor yang cerdas tak ubahnya karya Emily Dickinson yang tak pernah mau menerima begitu saja ajaran atau keyakinan apa pun," tutur Olsson.

Kumpulan puisi pertama Gluck berjudul Firstborn (1968) menjadikan Gluck sebagai salah satu tokoh penting dalam literatur modern AS.

Ia juga menerima hadiah Pulitzer atas buku The Wild Iris pada 1993, Faithful and Virtuous Night (2014) meraih National Book Awards pada tahun yang sama. Presiden AS Barack Obama memberinya medali National Humanities di tahun 2016.

Gluck menjadi perempuan ke-16 yang mendapat hadiah Nobel Sastra. Sebelum Gluck, perempuan terakhir yang meraih Nobel Sastra adalah Olga Tokarczuk, sastrawan dari Polandia pada 2018.