Franciscus Welirang, Memilih di Belakang Layar



Oleh ANDREAS MARYOTO       

9 November 2021 05:33 WIB

Orang lebih melihat dia sebagai pria nyentrik. Rambut yang dibiarkan panjang dan berkuncir menjadi cirinya. Ia muncul di berbagai tempat dan di berbagai forum. Meski demikian, orang lebih banyak mengenalnya di dunia bisnis, secara khusus di industri makanan.

Pria itu Franciscus Welirang yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 9 November tujuh puluh tahun yang lalu. Ia yang lebih sering dipanggil Franky mengaku tidak suka mengungkap dirinya ke publik.

Saat berbincang di kantornya di Wisma Indocement, beberapa hari lalu, ia mengungkapkan hal yang sama. Meski demikian, ia yang berada di Dewan Direksi Indofood tidak sungkan mengungkap beberapa aktivitas dan pemikirannya.

”Kita memiliki generasi Y dan Z yang jumlahnya besar dan kini telah menjadi mayoritas. Mereka berbeda dengan generasi terdahulu. Mereka kini terpapar berbagai informasi, tetapi bagaimana mereka bisa membaca dan memilah informasi,” kata Franky mengawali cerita keterlibatannya dalam masalah-masalah pendidikan.

Ia mengaku resah karena arus informasi memiliki dampak baik dan buruk. Dampak baik akan membuat orang makin melek informasi, tetapi dampak buruk informasi yang melimpah akan memunculkan perpecahan. Orang mudah terpengaruh informasi yang melimpah. Sayang sekali, sistem pendidikan kita masih yang lama, tak sesuai dengan kebutuhan sekarang.

Situasi ini merupakan tantangan dunia pendidikan Indonesia. Kalau mayoritas mendapat informasi yang salah, akan membahayakan. Orang akan mudah sekali bermusuhan dan terpecah belah. Oleh karena itu, di kalangan anak-anak yang tengah mengenyam pendidikan dasar, mereka harus mempunyai kemampuan membaca, mempunyai kemampuan berbicara atau mengolah yang dibaca, dan memiliki kemampuan berhitung.

Dari kemampuan itu mereka bisa mempelajari ilmu lain, seperti sejarah dan ilmu bumi. Pada akhirnya mereka juga mengenal negerinya. Mereka juga mengetahui perbedaan-perbedaan yang ada di Tanah Air, yaitu suku, bahasa, dan lain-lain. Mereka tentu akan mengenal dirinya sendiri di tengah berbagai perbedaan di Tanah Air.

Pandangan tentang generasi muda itu muncul saat ia bergaul dengan orang-orang yang berada di dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang dekat dengan Franky adalah dunia pendidikan agama, secara khusus pesantren. Ia mengunjungi dan juga bergaul dengan puluhan pesantren di berbagai tempat.

Dunia pesantren, menurut dia, bisa berperan lebih besar dibandingkan dengan yang sering dilihat dan dipahami orang. ”Saya kadang sedih, akses anak-anak lulusan pesantren masih terbatas. Padahal, mereka bisa berperan lebih banyak di berbagai lapangan kerja,” kata Franky.

Di tengah perbincangan, ia memperlihatkan video sejumlah anak-anak pesantren yang memiliki berbagai kelebihan, seperti teknologi informasi dan bahasa Inggris.

Saya kadang sedih, akses anak-anak lulusan pesantren masih terbatas. Padahal, mereka bisa berperan lebih banyak di berbagai lapangan kerja.

Di beberapa tempat, ia memacu anak-anak pesantren untuk mencapai pendidikan jenjang tinggi dengan memberikan sebuah laptop untuk mereka  yang  mampu lolos masuk ke perguruan tinggi. Kerap pula ia membangun kewirausahaan di kalangan anak-anak pesantren dan juga para gurunya.

Franky juga terus berusaha agar anak-anak pesantren memiliki akses dalam dunia kerja. Ia kadang bertemu dengan beberapa pejabat dan menyarankan perbaikan soal akses itu.

Melestarikan wayang

Dunia lain yang juga ditekuninya adalah dunia kesenian, secara khusus wayang. Sewaktu kecil, ia gemar membaca buku komik wayang, tetapi setelah itu ia tidak terlalu dekat dengan wayang. Hingga tahun 1999 atau setelah reformasi ia berkenalan lagi dengan wayang. Suatu saat, ia harus mengurus tiga pertunjukan wayang yang diselenggarakan oleh Salim Group.

”Saya ikuti saja. Saya tidak terlalu paham. Akan tetapi, saat saya hadir di dalam satu pertunjukan, saya kagum dengan seorang dalang muda,” katanya. Franky terpukau dengan keterampilan dalang ini. Ia mengamati si dalang dari mulai kemampuan menarasikan cerita, menggerakkan wayang, hingga mengharmoniskan seluruhnya dengan pemusik dan pesinden.

Ia sangat kagum dan bertanya, bagaimana seorang dalang bisa memiliki kemampuan seperti itu? Franky menemukan hal-hal unik dalam dunia perdalangan. Sejak saat itu, ia bergaul dengan para dalang dan sering diminta berbicara di kalangan para dalang. Ia juga kerap menyelenggarakan pertunjukan wayang di berbagai tempat.

Dari aktivitas itu, ia mengenal berbagai jenis wayang di Nusantara. Tak salah jika Franky kemudian diberi amanah untuk menjadi penasihat Sekretariat Nasional Wayang Indonesia atau lebih dikenal dengan singkatan Senawangi. Organisasi nirlaba ini bergerak di dalam pelestarian wayang di berbagai tempat.

Ia memiliki ide agar wayang bisa lestari maka harus bisa dikelola sisi bisnis pertunjukannya. Franky mengaku sedih penghargaan terhadap wayang masih rendah. Orang tidak terlalu mengenal dunia wayang Indonesia yang sangat kaya. Padahal, wayang bisa dikembangkan untuk mempererat persatuan. Wayang juga bisa untuk memperlihatkan jati diri sebuah bangsa.

Beberapa yang telah dilakukan adalah mengembangkan bentuk-bentuk bisnis di seputar dunia perwayangan. Ia juga mempunyai ide agar wayang bisa lestari maka perlu dicari bentuk yang pas untuk pertunjukan yang ditampilkan di kalangan wisatawan, seperti pertunjukannya lebih pendek dan ditampilkan, semisal, di hotel atau tempat wisata.

Masih banyak aktivitas yang dijalani Franky di tengah berbagai masalah bangsa. Obrolan yang menurut rencana satu jam pun molor menjadi sekitar dua setengah jam. Meski ia sering berada di berbagai tempat, ia tetap ingin berada di balik layar. Ia sekali lagi mengatakan tidak suka bercerita tentang dirinya ke publik, termasuk misteri awal mula kuncir di rambutnya yang panjang.

Editor: DAHONO FITRIANTO

 

Transisi Energi Dunia

Analisis Ekonomi

Kompas, 9 Oktober 2021

Ari Kuncoro

Rektor Universitas Indonesia


 

Volatilitas harga minyak internasional West Texas Intermediate tau WTI, dalam sebulan terakhir ini di kisaran 80-85 dollar AS per barel, telah menimbulkan pertanyaan: pakah yang sebenarnya terjadi dengan pasar energi global? Data pertumbuhan dan inflasi dunia menunjukkan perbaikan karena kelelahan akibat pandemi ataupun euforia bahwa pandemi sudah terkendali, sisi permintaan masyarakat berangsur pulih, lebih cepat dari perkiraan. Sementara itu, sisi pasokan baru saja terbangun dari hibernasi panjang akibat pandemi. Optimisme ini menjadi dasar untuk harga minyak WTI menembus level 80 dollar AS per barel sejak 11 Oktober 2021. Harga ini adalah yang tertinggi sejak 2015. Transisi yang tidak mulus Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26) di Glasgow, Skotlandia, awal November 2021, mempertegas komitmen dunia untuk mencapai net zero emission dengan melakukan kebijakan rendah karbon, terus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan menggunakan energi terbarukan.

Yang menjadi masalah adalah transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan yang tidaklah selalu berjalan dengan mulus (Slav, 2021). Perusahaan yang bergerak dalam penilaian risiko, Det Norske Veritas (DNV), memperkirakan peranan bahan bakar fosil di dunia akan menurun dari 81 persen di tahun 2020 ke 54 persen di tahun 2050. Tren ini menjelaskan underinvestment pada bahan bakar fosil. Pada saat yang sama, permintaan energi oleh masyarakat, yang selama ini terkekang, bergerak cepat menuju pemulihan karena euforia berakhirnya pandemi. Konsekuensinya, terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, sementara energi terbarukan belum sepenuhnya siap. Dampaknya adalah kenaikan harga energi dunia, mulai dari krisis gas di Eropa hingga defisit batubara di China dan India yang merembet ke minyak bumi.


Sinyal Diam Jokowi Selamatkan Garuda Indonesia

Saya turut prihatin terhadap kondisi yang dialami oleh Garuda dan mengapresiasi upaya-upaya penyelamatannya. Di bawah ini, saya kutip tulisan HENDRIYO WIDI, Kompas, Senin, 1 November 2021.

 


Sinyal Diam Jokowi Selamatkan Garuda Indonesia

Lawatan Presiden ke luar negeri menggunakan Garuda Indonesia akan membuat citra maskapai itu menjadi lebih positif di kancah internasional. Pemerintah Indonesia dinilai masih peduli dengan maskapai miliknya tersebut.

 

Garuda Indonesia merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Maskapai nasional ini tak lepas dari kerja keras Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang merintis bisnis sewa pesawat penerbangan sipil bernama Indonesian Airways pada 26 Januari 1949.

Impian mewujudkan maskapai nasional ini semakin nyata seusai penandatanganan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada 21 Desember 1949, Pemerintah dan maskapai Hindia Belanda KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf) sepakat dengan Pemerintah Republik Indonesia Serikat tentang berdirinya maskapai nasional. Presiden Soekarno menamainya sebagai Garuda Indonesian Airways (GIA).

Ikon penerbangan nasional ini bahkan menjadi saksi sejarah perpindahan ibu kota Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta. Seusai Belanda mengakui kedaulatan atas Indonesia pada 27 Desember 1949, sehari setelahnya, dua pesawat GIA jenis Dakota (DC-3) menjemput dan membawa kembali Soekarno ke Jakarta.

Seiring dengan beragam kisah pasang surutnya, Garuda Indonesia masih mewarnai dan menjadi bagian sejarah Indonesia. Bahkan, di tengah turbulensi bisnis, Garuda Indonesia masih dipercaya ”menemani” Presiden Joko Widodo menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) di  Italia, Skotlandia, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Di Roma, Italia, Jokowi berpartisipasi dalam KTT G-20 pada 30-31 Oktober 2021. Di Glasgow, Skotlandia, Presiden akan menghadiri KTT Pemimpin Dunia terkait Perubahan Iklim (COP 26) pada 1-2 November 2021. Sementara di Dubai, UEA, pada 3-4 November 2021, Presiden dijadwalkan membuka National Day di Paviliun Indonesia Dubai World Expo 2020.

Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, Garuda Indonesia lebih dipilih sebagai moda lawatan itu ketimbang pesawat kepresidenan tentu saja melalui pertimbangkan matang. Pertimbangan itu, antara lain, mencakup efisiensi waktu, yakni tak memerlukan transit, menghemat anggaran karena dapat menampung lebih banyak rombongan, dan protokol kesehatan.

 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, yang turut mendampingi Presiden menilai, dipilihnya Garuda sebagai moda lawatan Presiden itu membuktikan maskapai nasional ini memiliki kualitas protokol kesehatan yang baik. Erick mengapresiasi seluruh kru Garuda yang selama pandemi Covid-19 ini telah menjalankan protokol kesehatan secara disiplin dan mengedukasi setiap penumpang.

Sinyal Presiden

Di tengah turbulensi bisnis Garuda Indonesia, pilihan Jokowi menggunakan Garuda Indonesia juga dinilai sebagai pesan atau sinyal diam Jokowi menyelamatkan ikon penerbangan nasional itu. Tanpa banyak kata dan arahan, Presiden memilih dan menggunakan pesawat Garuda Merah Putih tersebut.

Meski beberapa waktu sebelumnya, tanpa menyebut Garuda melainkan BUMN pada umumnya, Jokowi menyentil BUMN-BUMN yang kerap mengandalkan PMN untuk menyelamatkan bisnis mereka.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, Minggu (31/10/2021), mengatakan, di tengah simpang siur isu penyelamatan Garuda, seperti memailitkan dan menggantinya dengan Pelita Air Service, Presiden justru memilih Garuda. Hal ini bisa dibaca juga sebagai sinyalemen Presiden kepada jajarannya untuk satu suara menyelamatkan Garuda Indonesia.

 Dengan menggunakan Garuda dalam lawatannya ke luar negeri itu, lanjut Abra, citra ikon penerbangan Indonesia di tingkat internasional justru akan positif. Dunia internasional akan menilai, Pemerintah Indonesia masih peduli dengan maskapai miliknya itu.

Di tengah gencarnya pembangunan dan promo pariwisata dan investasi di Indonesia, Garuda masih dibutuhkan untuk melayani rute-rute penerbangan penumpang berskala internasional. Tentu saja dengan mempertimbangkan dan mengevaluasi rute-rute internasional yang menguntungkan.

 

Menyehatkan Sayap Indonesia

Tajuk Rencana

Kompas, Selasa, 2 November 2021


”Aku adalah Garuda. Burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya di atas kepulauanmu,” demikian sajak RM Noto Soeroto, wartawan dan sastrawan

Bung Karno lalu mengabadikan nama Garuda pada maskapai nasional kita. Pada usianya yang ke-72 ini, Garuda Indonesia sedang sakit. Sebagaimana dialami sebagian penduduk dunia, kondisi Garuda Indonesia memburuk akibat Covid-19. Garuda Indonesia tidak sendiri karena sebagian besar maskapai penerbangan dunia kini juga sedang sakit.

Kabar baiknya, dalam kondisi yang tidak terlalu sehat ini, Presiden Joko Widodo tetap menaiki Garuda Indonesia dalam lawatannya ke Eropa. Pilihan Presiden menumpang pesawat bercat merah-putih dengan logo Garuda Pancasila itu bahkan dimaknai sebagai keberpihakan pemerintah terhadap maskapai nasional tersebut. Garuda masih mendapat dukungan.

Masih adanya keberpihakan dari pemerintah tentu melegakan. Garuda jelas masih dibutuhkan penduduk negeri kepulauan ini. Sejauh ini hanya angkutan udara yang dapat mendukung mobilitas penduduk dari Sabang sampai Merauke, yang setara jarak London hingga Baghdad, dalam hitungan jam.

Ketika Covid-19 dinilai mulai terkontrol dan sebagian penduduk mulai terbang, mereka terkejut mendapati kondisi angkutan udara kita. Karena sedang tidak sehat, Garuda, misalnya, terpaksa menurunkan jaringan dan frekuensi penerbangan di sejumlah rute. Langkah itu ditempuh supaya Garuda tetap dapat bertahan hidup,

Kita tentu berharap Garuda tetap dapat terbang. Harapan ini terutama karena Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia. Garuda selama ini telah konsisten menerapkan standar keselamatan dan layanan yang tinggi.

Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia.

Dukungan moral dari Presiden Joko Widodo jelas kita hargai. Namun, dukungan terhadap maskapai nasional ini harus lebih detail. Sebab, sejauh ini, total utang Garuda Indonesia telah membengkak menjadi Rp 70 triliun. Tanpa strategi penyelesaian utang yang jitu, di atas kertas, utang itu sulit dibayarkan.

Garuda tentu harus berubah. Garuda harus lebih efisien. Manajemen Garuda di masa mendatang harus mengadopsi nilai-nilai dari maskapai berbiaya rendah agar mempunyai cadangan dana saat menghadapi masa-masa krisis.

Kini, Garuda jelas harus disehatkan terlebih dahulu supaya tetap dapat terbang. Garuda sebaiknya diselamatkan karena inilah maskapai kebanggaan kita, terlepas dari apa pun dosa-dosa pengelolanya di masa lalu.

Kita pun menunggu keputusan pemerintah. Entah itu dalam bentuk suntikan dana, atau dalam bentuk kejelasan maskapai ”pelapis” Garuda—posisi yang dulu pernah diemban oleh Merpati. Indonesia jelas masih membutuhkan Garuda Indonesia.

Editor: KOMPASCETAK

ANALISIS BUDAYA - Buku


 

Oleh ARIEL HERYANTO

Profesor Emeritus dari Universitas Monash Australia

Kompas, 9 Oktober 2021

 

Yang layak ditingkatkan tak hanya isi buku, jumlah produksi buku, dan kesejahteraan penulisnya, tetapi juga seluruh ekosistem intelektual. Rendahnya minat baca masyarakat tak semata-mata karena kurangnya bacaan bermutu.

 

Beberapa buku berdampak besar, jauh melampaui masa hidup penulisnya dan batas bangsa-negara asalnya. Di balik sukses itu ada penulis yang cerdas. Juga penerbit, editor, pustakawan, dan toko buku yang berjasa besar. Tak hanya itu.

Yang tak kalah penting adalah pembaca yang terdidik. Juga penerjemah dan para pembahas buku berkualitas. Tak hanya sekali ulasan sebuah buku (fiksi dan non-fiksi) lebih memukau saya daripada buku yang diulas. Saya bergegas membeli buku yang diulas, dan rela menunda kesibukan lain demi membacanya tuntas.

Ulasan semacam itu tak cuma berisi pujian. Ia mendalami berbagai hal yang kurang menonjol di buku yang diulas, dan dikaitkan sejumlah peristiwa atau buku-buku lain. Ia memperkaya pembacaan kita atas isi buku yang diulasnya.

Buku dan ulasan cerdas tentangnya mencerahkan masyarakat. Juga meningkatkan mutu perdebatan publik. Mereka mengangkat kualitas pendidikan, memperkaya bahasa, memacu inovasi, menyegarkan industri penerbitan, toko buku, dan karier desainer grafis.

Kampanye baca-tulis membutuhkan mitra kerja dalam berbagai wilayah. Yang layak ditingkatkan bukan hanya isi buku, tetapi juga jumlah produksi buku dan kesejahteraan penulisnya. Namun, seluruh ekosistem intelektual. Rendahnya minat baca masyarakat tidak semata-mata karena kurangnya bacaan bermutu.

Dari kerja jurnalisme video Dandhy Dwi Laksono dan rekan-rekannya di Watchdoc, kita bisa belajar. Karya mereka berkualitas tinggi. Yang lebih mengagumkan adalah visi dan strategi kerja mereka, serta kemampuan membangun jaringan komunitas. Hasilnya bukan sekadar rangkaian acara nonton bersama. Namun, sebuah gerakan sosial mencerdaskan bangsa.

Kembali ke soal buku, jasa penerjemah selama ini lebih sering diremehkan ketimbang dipahami. Di awal abad ke-21 diperkirakan sekitar 70 persen buku yang terbit di Indonesia berwujud terjemahan. Sayang, kualitas terjemahan yang bagus masih langka. Ini bukan salah para penerjemah. Profesi penerjemah belum pernah dihargai selayaknya. Ini berlaku di banyak negara, kecuali Jepang.

Seorang sarjana Jepang mengabdikan kariernya untuk meneliti tentang Indonesia. Ia bahkan menikahi orang Indonesia. Saya tanya mengapa ia tertarik meneliti Indonesia. Jawabnya mengejutkan. Ia jatuh cinta pada Indonesia setelah membaca novel Pramoedya Ananta Toer dalam terjemahan berbahasa Jepang.

Saya tak paham bahasa Jepang. Novel yang dimaksud sudah beberapa kali saya baca dalam versi aslinya. Bahasanya biasa saja walau lugas. Yang hebat isi pesannya, selain ceritanya, tokoh-tokohnya, dan struktur pengisahannya. Saya duga bahasa terjemahan Jepangnya lebih indah daripada bahasa aslinya.

Kita tahu olok-olok Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada pemerintah kolonial Belanda dalam tulisan ”Als ik eens Nederland was” (Andaikan Aku Orang Belanda). Namun, tak banyak yang tahu, penulisnya baru ditahan setelah tulisan itu diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu. Menurut jaksa yang mendakwanya, ia tak akan ditangkap seandainya tulisan itu tidak diterjemahkan.

Karya akademik Ben Anderson yang banyak mengulas Indonesia telah berdampak mendunia. Yang kurang diperhatikan dunia, juga di Indonesia, jasa besar almarhum menerjemahkan berbagai karya orang Indonesia ke bahasa Inggris. Merosotnya kajian tentang Indonesia di mancanegara bisa berdampak pada pemahaman dan penghargaan dunia bagi negeri ini.

Para dosen di Tanah Air sering mengeluh sulitnya memenuhi tuntutan menerbitkan buku akademik dan artikel ilmiah di penerbit internasional yang berwibawa di dunia. Terbitan itu biasanya harus berbahasa Inggris. Ada niat baik di balik tuntutan itu. Namun, kebijakan itu ambisi yang muluk dan kurang adil bagi mayoritas dosen kita. Bahkan di negeri berbahasa Inggris sendiri tak semua dosen berhasil memenuhi tuntutan global itu dengan memuaskan.

Besarnya beban mengajar, bimbingan mahasiswa, rapat, dan tugas administrasi sering dituduh menghambat prestasi penelitian dosen kita. Akan tetapi, beban semacam itu juga ditanggung rekan-rekan mereka di banyak negara lain yang lebih produktif berkarya ilmiah. Bedanya, di banyak negara lain beban kerja dosen diimbangi dukungan berlapis-lapis baik di dalam maupun di luar kampus.

Di sejumlah negara lain yang saya kenal, buku, arsip, dan data yang dibutuhkan peneliti tersedia berlimpah dan mudah dijangkau di perpustakaan. Di sana, toko buku, siaran radio, koran dan tv, museum, teater, galeri, dan acara pameran menjadi pendukung kerja peneliti.

Acara seminar ilmiah berlimpah. Peneliti tamu terkemuka dari berbagai penjuru dunia datang untuk berbagi pengetahuan. Semua itu memungkinkan terpeliharanya konsentrasi peneliti selama bertahun-tahun tanpa banyak terusik upacara nasional atau acara kelurahan.

 

Lebih dari seabad terakhir dunia akademik masih saja didominasi beberapa negara. Di sana tersedia peluang bagi para dosen menikmati cuti-panjang sabatikal dengan gaji penuh. Selama cuti enam atau 12 bulan, mereka dibebaskan dari beban mengajar, membimbing, rapat, atau tugas administrasi. Universitas biasanya juga menyediakan dana tambahan agar dosen yang cuti berkunjung ke negara lain demi keperluan penelitian.

Tak adil jika dosen Indonesia dituntut bersaing dengan mereka. Bukan saja karena terbatasnya fasilitas di Tanah Air sendiri. Bukan saja karena mereka dituntut membaca dan menulis dalam bahasa asing. Tak jarang, kerja penelitian mereka dibatasi arahan dari atasan. Apalagi jika ada sejumlah tabu, sensor, dan gelombang ancaman pidana yang menghantui kemerdekaan membaca, meneliti, dan menulis.

Di Tanah Air banyak lomba membuat lagu, film, tulisan fiksi dan non-fiksi. Akan tetapi, berapa banyak pelatihan berjangka-panjang dari Sabang hingga Merauke yang menyiapkan lulusan dengan kualitas juara di berbagai lomba itu? Berapa anggaran negara untuk pembinaan kerja budaya dan seni?

Dalam pendidikan, buku hanyalah satu unsur terpenting. Pendidikan sendiri hanya bagian dari pembangunan semesta bangsa-negara. Apa yang kita panen akan sepadan dengan yang kita tanam dan rawat berjangka-panjang. Ini bukan hanya dalam pertanian, melainkan juga peradaban bangsa.

Editor: MOHAMMAD HILMI FAIQ

Mimpi ”Kota dalam Taman” Bogor

pinterest


Kompas, 6 September 2021

Oleh AGUIDO ADRI

Eksavator merobohkan tembok yang sudah berdiri selama 30 tahun dan menjadi pembatas alun-alun Kota Bogor dan area Stasiun Kota Bogor, Jumat (13/8/2021).

Tak jauh dari Stasiun Kota Bogor, saat ini Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, sedang membangun Alun-alun Kota Bogor seluas 1,7 hektar. Pembangunan itu direncanakan selesai dan bisa dinikmati warga pada akhir 2021 ini.

Rifky Maulana (34) yang melintas di deretan seng-seng penutup proyek pembangunan alun-alun tak sabar menanti wajah baru kawasan yang sebelumnya cukup kumuh dan semrawut itu. Ia sudah membayangkan kawasan di Jalan Dewi Sartika dan Jalan Kapten Muslihat tersebut akan menjadi bersih, hijau, dikelilingi bangunan tua peninggalan Belanda seperti Stasiun Kota Bogor, Gereja Katedral, hingga Balai Kota.

”Itu akan indah pasti,” kata pria berpakaian olahraga yang hendak menuju kawasan pedestrian Sistem Satu Arah (SSA) Kebun Raya untuk berolahraga, Jumat (3/9/2021).

Warga lainnya, Sinta Yunita Siregar (37), berharap alun-alun menjadi ruang interaksi keluarga dan anak yang ramah dan gratis.

Alun-alun Kota Bogor menjadi jalan untuk mencapai mimpi 20-30 persen RTH

Penduduk Kota Bogor, Mila Ayu Rahesti (26), mengingatkan agar Pemkot Bogor juga membenahi kesemrawutan lalu lintas di sana. Selain itu, ia berharap, setelah alun-alun, ada taman lagi dibangun.

Ahli lanskap kota Nirwono Yoga menyatakan, taman kota atau ruang terbuka hijau (RTH) tidak hanya baik secara ekologi, tetapi bermanfaat ekonomi hingga kesehatan untuk warga.

”Salah satu indeks warga bahagia karena ada banyak taman dan RTH. Seperti di Adelaide, Australia, dan kota-kota di Eropa yang menunjukkan warganya sehat dan tidak stres. Itu karena pemerintahnya menghadirkan ruang interaksi dan RTH banyak,” kata Nirwono.

Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Bogor, saat ini ”kota hujan” itu memiliki 222 RTH di enam kecamatan.

Namun, secara persentase, RTH di Kota Bogor hanya sekitar 11 persen. Padahal, secara nasional dan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tiap kota harus memiliki RTH minimal 20 persen dan idealnya 30 persen.

Secara rata-rata, Kota Bogor masih di bawah Kota Surabaya di Jawa Timur yang memiliki sekitar 30 persen RTH dan Kota Malang sekitar 20 persen. Namun, untuk di Jabodetabek, RTH di Kota Bogor lebih tinggi daripada kota lainnya.

Peran taman kota di era pandemi seperti yang terlihat dari tangkapan layar dari paparan Nirwono Joga dalam diskusi daring Taman Kota di Era Normal Baru, Sabtu (20/6/2020).

Menurut dia, jika melihat kondisi alam, Kota Bogor bisa memiliki 30 persen RTH bahkan bisa lebih dari angka itu. ”Salah satu caranya, hentikan pembangunan hotel dan mal. Tata ruang kotanya mengarah ke kota hijau. Ini investasi jangka panjang untuk Kota Bogor yang sudah memiliki modal dan potensi menjadi kota dalam taman. Akan ada keuntungan besar secara ekonomi, ekologi, dan kesehatan jika terwujud,” lanjutnya.

Wali Kota Bima Arya setuju dengan Nirwono. Oleh karena itu, alun-alun Kota Bogor harus memiliki arti penting dalam tatanan kota atau simpul roda dinamika warga.

”Isu kota yang sehat di masa pandemi ini menjadi penting. Saya sepakat memang perlu diperbanyak taman-taman kota menuju wujud kota yang sehat. Meski begitu, perlu dipikirkan pola jangka panjang terkait perawatan berkelanjutan,” kata Bima.

Selain itu, menjadikan kota sehat dan bersih tidak hanya menghadirkan taman kota semata, tetapi perlu integrasi dan dukungan untuk menciptakan pola budaya baru, seperti perbaikan sistem transportasi hingga pengelolaan sampah.

Gandeng PT KAI

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menuturkan sudah menemui tim perwakilan PT KAI Daop 1 karena pembangunan alun-alun bersinggungan langsung dengan Stasiun Bogor. Kedua pihak membahas perencanaan sistem drainase dan pagar pemisah aset Pemkot Bogor dan PT KAI. Diskusi juga terkait perencanaan integrasi transportasi publik.

Nantinya, ada sky bridge atau jembatan penghubung oleh Balai Besar Teknik Perkretaapian. Jembatan akan menghubungkan Stasiun Kota Bogor dan Stasiun Paledang yang juga terhubung dengan alun-alun. Selain itu, ada pula integrasi jalur ganda Bogor-Sukabumi dengan konsep kawasan berorientasi transit.

Dedie menjelaskan, dengan pembangunan alun-alun, PT KAI dan Kementerian Perhubungan dapat memanfaatkan akses yang pemkot siapkan sehingga nantinya bagian muka Stasiun Kota Bogor bisa dikembalikan seperti era kolonial Belanda, yaitu ke arah Jalan Dewi Sartika. Saat ini, pintu keluar masuk melalui Jalan Mayor Oking.

Stasiun Kota Bogor didirikan pada 1881. Dulunya, kawasan alun-alun itu Taman Wilhelmina sebelum berubah menjadi Taman Topi, lalu Taman Ade Irma Suryani.

Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Bogor Juniarti Estiningsih melanjutkan, alun-alun Kota Bogor akan ada empat bagian, yaitu zona botani, zona olahraga, zona plaza, dan zona rohani atau religi.

Proses menjadi kota dalam taman kini masih berjalan. Langkah baik itu diharapkan tetap berlanjut setelah alun-alun Kota Bogor terwujud.

Editor: NELI TRIANA

‘Kutilang Minang’ Telah Terbang

 Tempo, 5 September 2021

Oleh Hasril Chaniago

 


Saya mengagumi sosok Elly Kasim, dibawah ini tulisan yang disarikan dari obituari Elly Kasim yang ditulis oleh Hasril Chaniago, wartawan, penulis biografi, budayawan, dan ketua Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau.

 

Sejak awal 1960-an, nama Elly Kasim sudah berkibar di belantika musik Minang. Dicatat pengamat musik dan pencipta lagu-lagu Minang  , Dr Agusli Taher dalam bukunya, Perjalanan Musik Minang Modern (2016), Elly Kasim adalah penyanyi yang unik. Lazimnya seorang penyanyi diorbitkan oleh pencipta lagu. Tapi Elly Kasim justru sebaliknya, dia yang mempopulerkan nama pencipta lagu-lagunya.

 

Elly Kasim lahir dengan nama Elimar di Tiku, Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 27 September 1943. Menurut Elly, darah seni dari ayahnya yang penggemar sandiwara. Tapi bakatnya terasah berkat asuhan pamannya, Yanuar, penggila music yang pernah masuk sekolah biola. Pada usia empat tahun Elly sudah bisa menyanyikan lagu dengan lancer seperti Indonesia Subur, Boneka, Doa Restumu, dan Andai Aku Pandai Bernyanyi diriingi gitar atau biolah oleh Yanuar.

 

Masa Sekolah Menengah Pertama Elly pindah ke Rumbai dan bakatnya didukung oleh ibu dan ayah tirinya dengan mengikutsertakan Elly acara di RRI untuk menyanyi seriosa, keroncong, atau membaca puisi. Hasilnya, tahun 1958, ia terpilih sebagai Bintang Radio RRI Pekanbaru.

 

Selesai Sekolah Menengah Atas, pindah ke Jakarta dan kuliah di Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia hingga memperoleh gelar sarjanan muda.Pada 1961, Elly bergabung dengan Orkes Ganto Rio, bertemu dengan pemusik multitalenta dari Padang, Nuskan Syarif pemilik julukan Si Gitar Maut.

 

Elly Kasim tidak hanya berkarir dan memperkenalkan musik minang di Indonesia dan Malaysia, tetapi juga sukses mengelola Sanggar Tari Nasional (Sangrina) Bunda Bersama Titiek Puspa, yang didirikan tahun 1978.Sangrina Bunda telah tampil di 50 kota di 38 negara, 5 benua. Bersama suaminya Nazif Basir, Elly juga menjalankan usaha Wedding Organizer yang cukup terkenal.

 

Proklamator RI, Bung Hatta pernah ditanyai tentang sosok Agus Salim, dan beliau menjawab “Haji Agus Salim adalah jenis manusia yang dilahirkan hanya sekali dalam satu abad”. Dan Elly Kasim dengan segala kelebihan dan keistimewaannya, mungkin juga termasuk jenis manusia yang dilahirkan hanya satu dalam satu abad. 

Sri Kurnawati Memberantas Buta Aksara di Jayapura

 “Buku adalah Jendela Dunia” 



Kita tentu sangat dekat dengan kalimat ini, dari usia sekolah. Dan hari ini, saya membaca kisah:

Sri Kurnawati Memberantas Buta Aksara di Jayapura yang ditulis oleh FABIO MARIA LOPES COSTA pada rubrik Sosok Harian Kompas, 2 September 2021, Sosok Kompas. Berikut kisahnya: 

 

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kasih terletak di pinggir jalan Trans-Papua yang menghubungkan Kota Jayapura ke Kabupaten Keerom, tepatnya di Kampung Biak, kawasan Abe Pantai, Distrik Abepura. TBM Kasih menempati ruang tamu dan halaman rumah Sri dan keluarga.

 

Suatu hari di akhir Juli, Sri beraktivitas bersama Vita Gasperz, salah seorang tenaga pendidik di TBM Kasih. Sekitar 30 menit kemudian, datanglah lima ibu yang bermukim di sekitar Kampung Biak. Mereka mengambil buku di perpustakaan TBM Kasih, lantas membaca buku-buku dengan beragam tema itu.


Kegiatan dilanjutkan dengan berlatih membuat puding cokelat.  Di bawah bimbingan tenaga pendidik TBM, mereka membaca dan berlatih keterampilan di sela-sela kesibukan sebagai ibu rumah dan pedagang di pasar tradisional.

 

Aktivitas para ibu itu disebut Program Noken Literasi. Program yang berlangsung setiap Jumat merupakan kerja sama antara Yayasan Mahkota Bunda dan TBM Kasih sejak tahun  2020. Tujuannya memberikan pengetahuan umum bagi para ibu lewat bacaan dan meningkatkan aneka keterampilan mulai membuat kue hingga kerajinan tangan.

 

Sementara itu, Vita dan para ibu berlatih membuat puding, Sri pergi ke sebuah pondok sekitar 100 meter dari TBM Kasih. Biasanya pondok itu digunakan sebagai tempat pertemuan masyarakat setempat. Di sana, Sri membantu tiga sukarelawan TBM Kasih yang sedang mengajar 20 anak kampung membaca dan menulis. Peserta berusia 5 tahun sampai 10 tahun.

Sri menggelar tikar dan mulai ikut mengajar anak-anak. Kegiatan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Setiap anak wajib menggunakan masker saat mengikuti kelas literasi bersama Sri. Ketika waktu menunjukkan pukul 17.30 WIT, Sri dan para sukarelawan mengakhiri kegiatan dan pulang ke rumah masing-masing.

 

Sri mengajar baca-tulis dan terlibat dalam Program Noken Literasi tanpa dibayar. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia mengandalkan gajinya sebagai guru honorer yang mengajar matematika di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Jayapura sejak 2019.

 

Dari pasar

Lahirnya TBM Kasih berawal ketika Sri menggelar program literasi bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Pasar Youtefa pada awal 2019. Saat itu Sri masih bergabung sebagai tenaga pengajar lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Puspita.

 

PKBM Puspita adalah lembaga mitra pemerintah daerah setempat yang mempersiapkan masyarakat untuk mengikuti pendidikan kesetaraan Paket A untuk jenjang sekolah dasar hingga Paket C di jenjang SMA. Sri bergabung dengan lembaga PKBM untuk program kesetaraan pendidikan sejak 2017.

 

Di sana, Sri menemukan banyak anak berusia di atas 10 tahun yang belum lancar membaca dan menulis. Kenyataan itu mengusik hati Sri. Ia pun terdorong untuk membeli pelajaran baca tulis secara sukarela bagi anak-anak di sekitar rumah Sri di Kampung Biak. Agar niatnya bisa diwujudkan, ia berdiskusi dengan para tokoh masyarakat di Kampung Biak, tempatnya bermukim. Niat Sri didukung dan disambut antusias oleh masyarakat. Mereka juga mengizinkan Sri untuk menggunakan pondok sebagai tempat belajar.


Sri memutuskan berhenti bekerja di PKBM Puspita agar bisa fokus dengan kegiatan sosialnya. Pada Juni 2019, ia mulai berkeliling kampung sambil membawa buku pelajaran. Ia mengumpulkan anak-anak untuk mengikuti kegiatan belajar  baca tulis. Awalnya,  hanya 10 anak yang tertarik mengikuti kegiatan itu. Seiring waktu, peserta bertambah hingga 50 anak tahun ini.

 

”Banyak anak yang merasakan dampak positif setelah mengikuti kegiatan ini. Mereka dapat mengenal huruf, membaca dan menulis dalam waktu beberapa bulan saja,” ungkap Sri.

 

Maret 2020, Sri memutuskan untuk mendirikan TBM Kasih. Ia mendapatkan bantuan banyak buku dari sejumlah donatur dan Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua. Saat ini TBM Kasih mengoleksi 1.500 buku  dengan berbagai tema.

 

Penulis buku berjudul Semangat Literasi di Tengah Pandemi (2020) ini sering memublikasikan kegiatan mengajar baca-tulis di Kampung Biak melalui media sosial. Dari situ, sejumlah orang dengan latar belakang berbeda-beda tertarik membantu Sri dan TBM Kasih. Akhirnya, bertambah lima tenaga pendidik yang secara sukarela membantu Sri. Pelajar, mahasiswa, dan warga secara umum juga kian banyak datang ke TBM Kasih untuk membaca.

 

Namun, seiring melonjaknya kasus Covid-19 di Provinsi Papua, kegiatan pembelajaran untuk anak dan kaum ibu di pondok tersendat. Bahkan, memasuki Agustus 2021, kegiatan terpaksa dihentikan untuk menghindari penyebaran Covid-19. Meski begitu, Sri masih menggelar kegiatan belajar membaca dan menulis di rumahnya  pada Senin hingga Jumat setiap pukul 15.00 WIT. Kegiatan digelar di ruang perpustakaan TBM Kasih yang hanya seluas 9 x 6 meter. Jumlah anak yang dapat mengikuti kegiatan hanya lima orang dengan mengikuti protokol kesehatan.

 

”Kami akan membuka kembali kegiatan Noken Literasi dan kegiatan belajar di pondok setelah kasus Covid-19 di Kota Jayapura turun. Semangat masyarakat di sini untuk belajar sangat tinggi,” ungkap Sri.

 

Selain pandemi, TBM Kasih menghadapi persoalan klasik, yakni fasilitas yang minim. Rak buku yang dimiliki minim. TBM Kasih pun belum memiliki komputer. Itu sebabnya, pembelajaran jarak jauh belum bisa dilakukan. ”Anak-anak tidak memiliki telepon seluler ataupun komputer untuk mengakses pendidikan secara daring. Karena itu, mereka sangat membutuhkan kegiatan belajar secara tatap muka,” tutur Sri.

 

Di tengah keterbatasan, Sri dan para sukarelawan di TBM Kasih tetap semangat berjuang demi memberantas buta aksara di Kota Jayapura. Atas hasil kerja kerasnya bersama tim pengajar, TBM Kasih meraih penghargaan juara satu Perpustakaan Umum Desa, Kelurahan Kampung Terbaik Tingkat Provinsi Papua pada 2021.

 

”Saya berharap TBM Kasih terus berkontribusi untuk dunia pendidikan di tanah Papua. Anak-anak Papua harus menguasai literasi secara lebih dini agar mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan mudah,” harap Sri.

 

Editor:

BUDI SUWARNA

Avip Priatna: Penghargaan Duta Budaya




Kompas, 24 Juli 2021 

Avip Priatna: Penghargaan Duta Budaya

oleh NINOK LEKSONO


Avip Priatna bersama grupnya, melalui kiprahnya selama bertahun-tahun dalam bidang musik, tidak pernah melupakan hubungannya dengan Austria. Ia memajukan kerja sama dan pertukaran budaya antara Indonesia dan Austria.

Konduktor dan pimpinan paduan suara ternama Maestro Avip Priatna, Kamis (22/7/2021), mendapatkan Penghargaan Emas (Decoration of Honor in Gold) dari Pemerintah Austria untuk sumbangsihnya dalam memajukan kebudayaan di antara kedua bangsa. Penghargaan diserahkan di Jakarta oleh Wakil Duta Besar Austria Phillip Rossl.

Dalam sambutannya, Wakil Dubes Rossl mengatakan, Avip bersama grupnya juga melalui kiprahnya selama bertahun-tahun dalam bidang musik tidak pernah melupakan hubungannya dengan Austria. Ia memajukan kerja sama dan pertukaran budaya di antara kedua negara, antara lain dengan mendatangkan seniman dari Austria ke Indonesia dan sebaliknya.

”Melalui karya yang luar biasa ini, Anda benar-benar telah menjadi duta budaya Austria di Indonesia, mempromosikan Austria sebagai negara musik dan kebudayaan,” tambah penjelasan dari Pemerintah Austria.

Atas penghargaan yang ia terima, Avip mengatakan, ”Penghargaan itu untuk kita semua.” Ia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini mendukung kiprahnya.

Selama pandemi Avip bersama orkestra yang ia dirikan dan ia pimpin, Jakarta Concert Orchestra, terus bergiat menyelenggarakan konser meski secara daring. Setelah konser Beethoven Forever, Avip yang juga Direktur Studio Musik Resonanz mengangkat musik karya WA Mozart ”Amadeus”, lalu menayangkan ulang konser ”When You Wish Upon A Star”, dan akhir pekan (24 dan 25 Juli 2021) Avip dan JCO akan menggelar konser ”I See A Star” menampilkan The Resonanz Children’s Choir.

Di antara sukses yang pernah ditorehkan Avip adalah membawa paduan suara Batavia Madrigal Singers yang ia dirikan tahun 1996 (sebelumnya sukses membina Paduan Suara Universitas Parahyangan Bandung) memenangi lomba bergengsi dunia, seperti 57th Certamen Internacional de Habaneras y Polifonia di Torrevieja, Spanyol (2011), di mana Avip selaku dirigen juga meraih penghargaan sebagai Konduktor Terbaik.

Kesuksesan telah diraih, tetapi Avip masih ingin terus belajar, berbagi, dan menyajikan musik agar setiap orang bisa menikmatinya.

Editor: MOHAMMAD HILMI FAIQ

Persahabatan Antarbangsa lewat Musik

 



Magelang, Kompas, Jumat 25 Juni 2021

Lebih dari 200 alat musik tergambar di 40 panel relief Candi Borobudur , Kabupaten  Magelang, Jawa Tengah. Alat-alat musik itu tak hanya ada di Indonesia , tetapi juga belahan dunia lain, seperti China, India, dan Mesir. Hal itu berpotensi jadi inspirasi memperkuat persahabatan antar bangsa melalui musik.

Hal itu dibahas dalam Konferensi International Sound of Borobudur MUSICoverNATIONS bertema “Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik”, Kamis (24/6/2021), di Balai Ekonomi Kecamatan Borobudur, Magelang. Konferensi diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Yayasan Padma Sada Svargantara dan Kompas Group, secara luring dan daring.

Relief pada candi itu mengindikasikan bahwa Borobudur pada 13 abad lalu jadi pusat musik dunia. Seiring berjalannya waktu, alat musik itu tersebar tidak hanya di Jawa, tetapi menyebar ke 34 provinsi dan sedikitnya 40 negara. Penyebaran terjadi melalui jalur perdagangan laut.

Ketua Yayasan Pada Sada Svargantara, Purwa Caraka, menuturkan ada ratusan gambar alat musik di lebih dari 40 panel relief di Candi Borobudur. Mayoritas alat musik itu ditemukan di 34 provinsi di Indonesia dan di 40 negara lain. “Belum ditemukan di tempat lain ada siplay (tampilan) sekian banyak alat musik beserta pemainnya seperti di Candi Borobudur,” kata Purwa.

Alat musik relief di Candi Borobudur itu terdiri dari alat musik petik, pukul, tabuh, dan tiup. Salah satu alat musik di relief yang ditemukan di Indonesia dan mirip dengan alat musik negara lain, yakni garantung, serta mirip ranat ek di Thailand, marimba (Kongo), dan balafon (Gabon).

Margaret Katomi, guru besar emeritus di Sir Zelamn Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia, menjelaskan alat musik di relief candi umumnya dimainkan untuk upacara, perayaan, atau hiburan. Ia memprediksi penggunaan alat-alat musik, antara lain untuk ritual pembersihan desa dari roh jahat. “Instrumen musik di relief Borobudur, termasuk variannya di daerah lain, mengindikasikan ada perdagangan sekaligus instrumen musik sebagai obyek sacral masyarakat,” ujarnya.

Memainkan kembali

Purwa menuturkan, selama ini, relief bergambar alat musik itu hanya jadi sumber pengetahuan pasif. Karena itu, sejumlah musisi dan tokoh lain menggagas untuk menghidupkan alat-alat musik yang tergambar di relief Borobudur melalui gerakan Sound of Borobudur.

Selain Purwa Caraka, sejumlah musisi lain terlibat dalam Sound of Borobudur, misalnya penyanyi Trie Utami dan gitaris Dewa Budjana. Alat-alat musik pada relief Borobudur diproduksi lagi demi membuat

 komposisi musik.

“Usaha membunyikan alat-alat musik ini lewat proses panjang. Ada banyak alat musik diproduksi, direproduksi, direka ulang, dicari ke pelosok negeri, dipastikan bunyinya, dimainkan, dan dibuat komposisi dengan interpretasi tertentu,” kata Purwa, yang juga komposer musik.

Kolaborasi

Setelah komposisi itu berhasil dibuat, Sound of Borobudur mengajak musisi dari sejumlah negara lain berkolaborasi untuk memperkuat persahabatan bangsa-bangsa.

“Setelah melalui kajian ilmiah sebagai penguatan landasan, kami ingin mengeksplorasi untuk menunjukkan keterkaitan dengan bangsa lain dan persahabatan antar-bangsa melalui musik yang dijalin sejak dulu,” ujarnya.

Trie Utami mengatakan, sejumlah musisi dsri 11 negara berkolaborasi dengan Sound of Borobudur antara lain dari Jepang, Laos, dan China.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, Candi Borobudur merupakan mahakarya yang menyimpan pengetahuan serta peristiwa masa lalu. “Borobudur menyimpan 1.460 relief. Narasi visual panel relif sarat pengetahuan dan seni.” Ujarnya. (SKA/HRS)   


Setangkup Burger Ini untukmu

Bagi saya burger adalah makanan yang mudah divariasikan isiannya sehingga berbagai jenis varian dapat dikreasikan untuk memenuhi selera pecinta burger. Salah satunya adalah lawless Burger, sebuah nama yang dapat dibilang baru dalam dunia kuliner namun mampu menarik perhatian banyak dari pecinta kuliner. Di bawah ini tulisan menarik tentang burger, sumber tulisan dari kolom GAYA HIDUP,Kompas, 6 Juni 2021.





Setangkup Burger Ini untukmu

Burger-burger lokal muncul dengan narasi kesehatan dan kebaikan hidup. Di luar mengurusi produk utama secara serius, mereka leluasa membuat gimik yang pas untuk target pasarnya.

Oleh HERLAMBANG JALUARDI/DWI AS SETIANINGSIH/RIANA A IBRAHIM

Gelombang burger merek lokal hampir mirip dengan yang terjadi pada komoditas kopi beberapa tahun belakangan. Masing-masing jenama punya cirinya sendiri, bahkan ciri yang sangat khas koki peraciknya. Di luar mengurusi produk utama secara serius, mereka leluasa membuat gimik yang pas untuk target pasarnya.

Pada Minggu (30/5/2021) selepas tengah hari, Amalia Puri datang ke gerai Lawless Burgerbar di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Setelah memarkir mobilnya lewat jasa valet karena kehabisan tempat parkir reguler, dia memesan burger favoritnya, Sabbath Burger. Biasanya dia pesan ukuran single—takaran satu daging patty. ”Tapi, di toko cuma bisa pesan yang double,” ujarnya.

Walhasil, dia harus membayar Rp 82.600 termasuk kutipan pajak untuk makan siangnya di hari libur itu. Harga dasar Sabbath Burger ukuran double adalah Rp 68.000. Ditambah dengan tarif parkir Rp 10.000 untuk pesan bawa pulang, dia mengeluarkan uang Rp 92.600. Tarif parkir mobil layanan valet untuk makan di tempat Rp 25.000.

Bagi pekerja lembaga nirlaba ini, biaya segitu tergolong mahal. Makanya, jajan burger Lawless biasanya sehabis gajian. ”Harganya memang mahal, tapi layak. Ya, ini adalah makanan mewah, untuk momen tertentu saja,” lanjutnya.

Menu favoritnya itu adalah burger keju. Namun, bagi lidahnya, cita rasanya lengkap, tak sekadar asin dari keju American cheddar dan gurihnya daging sapi berbumbu. Bawang bombai yang dipakai telah digoreng terlebih dulu dan dikaramelisasi (caramelized). Jika acar di burger lain selalu disingkirkan, Amalia melahap habis acar pada burger Sabbath. Dengan kelengkapan nuansa rasa itu, dia memberi gelar Sabbath sebagai burger terenak yang pernah dia makan di Indonesia.

Sabbath adalah satu dari tiga menu burger terfavorit di seluruh gerai Lawless yang beroperasi sejak 2018 ini. Dua lainnya adalah Motley Burg seharga Rp 74.000 di luar pajak, dan yang terbesar sekaligus termahal, The Lemmy (Rp 135.000). Satu menu burger lainnya yang bertahan sejak Lawless berdiri adalah pilihan para vegetarian, Joey Bellodona (Rp 47.000).

”Ini (Joey) adalah menu permintaan gue,” kata Roni Pramaditia, salah satu dari enam punggawa Lawless Burgerbar, dan satu-satunya yang tidak makan daging. Medhina Purwadi, rekannya, memilih jamur portobello sebagai pengganti patty daging. ”Gramasinya sama dengan patty versi daging, sih, sekitar 120 gram,” kata Medhi.

Medhi, yang sebelumnya membuka restoran steak ini, bilang, perlakuan pada jamur portobello dan daging sapi sebagai patty mirip-mirip. Keduanya sama-sama dipanggang dengan imbuhan bumbu dasar seperti lada, garam, cabai, dan bawang. Hasilnya, panggangan patty jamur dan daging sapi berkarakter juicy, alias cenderung basah.

Bergeming urusan musik

Roni bilang, seluruh penyedia (vendor) bahan burger berasal dari dalam negeri. Selada romain ditanam sendiri di kebun dapur sentral, walau baru bisa memasok kebutuhan gerai Kemang saja. Daging sapinya bukan sapi impor. ”Yang pasti impor adalah musiknya,” seloroh Arian Arifin, alias Arian13, pendiri Lawless juga.

Musik adalah komponen penting buat produk makanan Lawless. Nama-nama menunya berkonotasi kancah metal. Penggemar band Motley Crue, misalnya, bisa langsung mengidentifikasi asal nama burger Motley Burg. Setiap gerainya memutarkan lagu-lagu rock dan heavy metal pilihan Arian dan Sammy Bramantyo, rekannya. Mereka berdua adalah separuh band kencang Seringai.

Banyak ulasan di internet yang memuji rasa burgernya tapi mengutuk pilihan musiknya. Ada juga ulasan satu bintang yang mengkritik cita rasa makanan, sekaligus menghujat kebisingan lagunya. Untuk urusan musik mereka bergeming. Malahan, ulasan sumbang satu bintang itu diabadikan menjadi desain kaus Lawless Burgerbar. Kaus itu laris.

Benar, kedai burger ini punya produk turunan berupa kaus, seperti layaknya band saja. Mereka mengakui, perangkat pemasaran mereka berkaca dari yang dilakukan banyak band, seperti membuat acara, menjual kaus, dan membagikan stiker.

Di awal masa pandemi tahun lalu, misalnya, mereka menganggarkan hampir Rp 100 juta ”hanya” untuk mencetak segepok gambar tempel. Salah satu desainnya bersih dari merek, cuma tulisan ”Corona Virus Sucks”—mewakili kegeraman banyak orang pada wabah virus itu.

Dekorasi gerai, bonus stiker, bungkus kertas bergambar tengkorak, dan humor mereka pada heavy metal mungkin dianggap sebagian orang sebagai gimik. Tapi, semua trik itu berbanding lurus dengan kualitas produk utamanya, yaitu burger. Tak heran, mereka bisa menjual rata-rata 50.000 porsi burger dalam sebulan, dan sepertinya sebentar lagi layak menjadi ”oleh-oleh khas Jakarta”.

Burger biar bugar

Sebaliknya, merek 2080 Burger (dibaca Twenty Eighty Burger) yang bermula di Pecatu dan Canggu, Bali pada awal 2020, telah ”menginvasi” sekitaran Jakarta. Mereka membuka cloud/ghost kitchen (gerai tanpa fasilitas nongkrong) di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Mulai Maret 2020, 2080 Burger buka gerai di Fresh Market di Bintaro, Tangerang Selatan.

Lokasi gerai itu telah identik sebagai tempat nongkrong warga sekitar Jabodetabek di sela-sela berolahraga. Akhir pekan, mulai Jumat hingga Minggu adalah saat paling ramai. Sejak pagi banyak pesepeda dan pelari yang mampir. Burger mereka dicitrakan sebagai kudapan sehat.

Penamaan ”2080”, kata salah satu pendirinya Heru Dwi Soesilo, mengacu pada 20 persen lemak dan 80 persen protein dalam daging sapi murni asal Australia yang dipakai sebagai patty-nya. Menurut mereka, komposisi itu sesuai kebutuhan lemak dan protein bagi tubuh. Dengan kata lain, daging yang mereka pakai memenuhi syarat baik untuk dikonsumsi.

Sayurannya semua organik. Untuk gerai di Bintaro, sayuran didapat dari petani sayur organik di daerah Bogor. Sementara untuk gerai di Bali pasokan sayuran berasal dari petani di Bedugul. Konsep sehat itu menarik perhatian, dan memantik pujian.

”Kalian harusnya bisa dapat Michelin Star,” kata Heru, menirukan pujian dari Chef Javier, koki andal di restoran milik Gordon Ramsey di London, yang kini bermukim di Bali. Javier, bersama para surfer, atlet, dan foto model jadi pelanggan 2080 Burger. Javier bahkan rutin jajan di 2080 Burger hampir tiga hari sekali.

Banyak atlet datang ke 2080 setiap habis olahraga di sasana. Bila sedang tidak membutuhkan protein tinggi dari daging sapi, mereka tetap bisa menikmati burger ikan atau ayam. Minumnya pun teh kombucha.

”Jadi, pola hidup mereka tetap terjaga. Proteinnya dapat, healthy-nya juga dapat. Kalau di Bali, narasi bahwa burger itu nggak sehat udah patah, sih,” kata Heru.

Panggang dulu

Selain lekat dengan citra sehat, produk mereka juga dikenal atas aroma panggangannya yang kuat (smokey). Sebut saja salah satu menu favorit, El Matador. Selain berisi ”komponen dasar” burger, seperti patty, beef bacon, keju, selada romaine dan tomat, terselip pula kerpik tortilla yang renyah dan potongan cabai jalapeno. Dua bahan khas Meksiko menambah meriah rasa burger.

Saat digigit, keripik tortilla dan cabai jalapeno-nya seperti menggigit balik. Sensasi renyah dan pedas asam mengisi rongga mulut. Paduan daging patty yang cenderung berair (juicy) dan beef bacon yang kering menambah keseruan mengunyah. ”Enak nih. Dagingnya empuk, juicy. Aroma smokey-nya juga kuat,” kata Hadi (43), salah seorang konsumen 2080 Burger.

Aroma bebakaran itu muncul karena bahan-bahannya—mulai dari patty, sayuran sampai roti—telah diasapi terlebih dulu menggunakan alat panggang gaya barbekyu. Arang yang dipakai adalah arang dari kayu kopi, sehingga aromanya wangi dan tahan lama. Mereka mengeklaim sebagai pionir metode ini dalam penyajian burger.

”Sampai kalau cegukan, berasa aroma smokey di tenggorokan, jadinya keinget terus burgernya,” kata Heru. Pantaslah mereka berani mengusung slogan ”smokey burger specialty”.

Menu lain yang digemari adalah Say Cheese, yang dari namanya ketahuan ini adalah burger keju. Selain memakai daging sapi Australia, rasa asin gurih diperoleh dari paduan keju philly, dan saus keju. Rotinya memakai bun yang bau dan rasanya seperti susu. Tampilannya menjulang. Harganya terentang dari Rp 69.000 untuk ukuran single, sampai Rp 129.000 ukuran triple.

Mereka juga punya menu khusus Onde Mande Burger yang berisi daging rendang, juga Hang Loose Burger yang pattynya terbuat dari paduan daging sapi dan seafood. Nonpemakan daging tentunya bakal memilih menu Mofajun, karena ini adalah burger vegan.

Roti segar

Kedai Dope Burger & Co di daerah Menteng, Jakarta Pusat juga patut dicoba. Kedai yang berdiri sejak 2018 ini punya 13 pilihan menu berbahan utama daging sapi Australia, dan roti brioche sebagai bun. Kelebihan lainnya terdapat pada racikan saus barbekyu dengan potongan cabai jallapeno. Kalau potongan jallapenonya tergigit rasanya bikin kaget tapi enak.

Menu yang pakai saus ini adalah burger Redemption yang masih ditambahi saus khas racikan mereka. Sedangkan menu The Multisensory pakai saus sriracha dan saus aioli sehingga nuansa rasanya jadi pedas dan gurih sekaligus. Saus sriracha yang khas Thailand itu juga dipakai di menu The Yolk, yang isinya pakai daging, hash brown (semacam perkedel), telur mata sapi, tumisan jamur, juga keju. Ketiga menu itu jadi favorit.

”Menu-menu yang ada di sini tentu dijajal terlebih dulu, dan juga melihat dari beberapa tren di luar negeri,” kata salah satu pemilik Dope Burger & Co, Andre Morgan. Daging dari Australia dipilih karena teksturnya lembut untuk diolah menjadi patty, serta gampang didapat dengan harga dan kualitas bagus.

Urusan roti, yang jadi komponen penting setiap burger, dipilih dengan cermat. Saban hari, roti brioche produksi rumahan dengan taburan wijen selalu datang dalam keadaan segar. ”Roti ini dipilih yang homemade dan selalu baru untuk menjaga kualitas rasa dan kesegarannya. Sayurannya juga demikian,” tutur Andre.

Roti brioche juga dipakai Flip Burger, yang berdiri sejak 2016. Bedanya, roti mereka tanpa wijen. Jenis roti asal Perancis ini dipilih karena kaya kandungan mentega (butter). Roti itu jadi lembut dan gurih manis setelah dipanggang. Roti yang dipakai Flip Burger bikinan Animo Bakery, milik Muhammad Abgari, alias Agam.

”Pada dasarnya Flip itu gabungan dari tukang daging dan tukang roti. Saya di Holycow!, Agam di Animo,” kata Afit D Purwanto, salah satu pendiri Flip Burger.

Sebagai ”tukang daging”, Afit jadi tahu benar bagian sapi mana yang paling tepat dipakai. ”Untuk patty, itu campuran ada yang bagian brisket, pundak, dan yang terpenting harus memiliki kandungan lemak sehingga kelembutan tekstur dan cita rasanya menonjol,” katanya.

Pengetahuan akan asal-usul makanan ini tak disediakan restoran waralaba internasional zaman dulu. Burger hari ini jadi menambah wawasan pelahapnya, sekaligus menambah berat badan, tentunya.

Editor: MOHAMMAD HILMI FAIQ


YUMNA DZAKIYYAH DAN RICHIE FANE CIPTAKAN BATERAI ORGANIK DARI ALGA MERAH






Kompas, 30 Mei 2021

Oleh: ELSA EMIRIA LEBA

Mimpi akan adanya baterai ramah lingkungan menjadi selangkah lagi akan terwujud. Yumna Dzakiyyah (20) dan Richie Fane (19) menggarap proyek baterai organik dari tumbuhan rumput laut. Prototipe baterai karya dua anak bangsa ini bahkan menang dalam kompetisi Schneider Go Green 2021 tingkat Asia Pasifik.

Pembuatan baterai selalu merusak lingkungan akibat penambangan. Sementara itu, penanganan limbah baterai di Indonesia masih buruk karena masih mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Padahal, baterai mengandung berbagai macam logam berat, seperti merkuri, mangan, timbal, nikel, lithium, dan kadmium.

Dalam artikel Lead Exposure From Battery Recycling in Indonesia oleh Budi Haryanto (2016), terdapat lebih dari 200 smelter ULAB (used lead acid battery) ilegal di Indonesia. Penelitian ini menemukan, penduduk di dekat smelter berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan kronis.

Karena itu, Yumna dan Richie, sebagai Tim Carragenergy, berusaha membuat baterai ramah lingkungan menggunakan ekstrak alga merah (karagenan atau carrageenan). Alga merah dipilih setelah dua mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini melakukan studi literatur mendalam, termasuk membandingkannya dengan material selulosa dan kitosan.

“Kami membawa ide baterai isi ulang organik. Inovasi ini memanfaatkan bahan organik, yaitu elektroda organik dan biopolimer elektrolit solid-state yang menggunakan karagenan. Secara garis besar, kami ingin menggeser energi agar lebih hijau dan ramah lingkungan,” kata Yumna dalam wawancara virtual eksklusif yang diselenggarakan Schneider Electric Indonesia, Jakarta, Senin (24/5/2021).

Tampilan protitipe baterai Carragenergy jenis AA, baterai organik dari alga merah, buatan dua mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Yumna Dzakiyyah dan Richie Fane. Mereka menang dalam kompetisi Schneider Electric Go Green 2021 tingkat Asia Pasifik

Dalam paparan Yumna dan Richie, prototipe baterai Carragenergy berbentuk seperti baterai jenis AA konvensional. Mengandung 87,6 persen konten lokal, komponen baterai ini terdiri dari katoda, anoda, elektrolit, serta pemisah dan pembungkus dari plastik daur ulang. Satu prototipe baterai ini berisi satu gram karagenan.

Tim Carragenergy telah melakukan tes open-circuit voltage dan tes lampu LED untuk mengetahui daya baterai itu. Hasilnya, tegangan listrik prototipe baterai Carragenergy dalam kondisi terbaik bisa mencapai 1,57 volt. Ini lebih baik dibandingkan baterai dari bahan organik lainnya yang sekitar 0,8 volt. Sebagai perbandingan, baterai AA di pasaran biasanya memiliki tegangan 1,5 volt.

Baterai organik itu unggul dari segi keamanan, keberlanjutan, dan ekonomi karena tidak mengandung logam berbahaya. Elektrolit solid-state dalam baterai membuat jumlah material aktif lebih sedikit sebab tidak ada cairan dalam baterai. Isu kebocoran baterai bisa terhindari dan bobot baterai menjadi lebih ringan.

Ditambah lagi, pembuatan baterai organik itu bisa lebih murah karena berasal dari sumber daya alam terbarukan yang banyak tersedia di Indonesia. “Proses pembuatan, penggunaan, dan pengolahan baterai ini bisa lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kecelakaan dalam pengolahan limbah,” tutur Richie.

Prototipe baterai Carragenergy rencananya masih akan melalui beberapa fase uji coba yang sedikit terhambat akibat pandemi. Yumna sedang berada di Kalimantan Tengah sementara Richie pulang ke Jambi. Keduanya sulit melakukan uji coba lanjutan di laboratorium kampus untuk mengetahui kualitas baterai dalam ruangan terkondisikan.

Namun, mereka optimistis dengan masa depan proyek ini. Baterai Carragenergy diproyeksikan bisa menjadi baterai isi ulang sebab bahan elektroda yang dipilih adalah bahan untuk baterai sekunder. Yumna dan Richie juga ingin menggali lebih jauh tentang pengembangan baterai ini menjadi baterai kecil jenis lainnya serta pengolahan limbah baterai sebagai pupuk atau pakan ikan.

Yumna Dzakiyyah, mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang membuat baterai organik berbahan dasar alga merah, Carragenergy. Bersama Richie Fane, kedua mahasiswa ini menang dalam kompetisi Schneider Electric Go Green 2021 tingkat Asia Pasifik

Meraih juara

Proyek pengembangan baterai alga merah berawal dari niat Yumna dan Richie mengikuti Schneider Go Green 2021. Dalam tim yang terbentuk sejak Desember 2020 ini, Yumna berperan sebagai peneliti dan pengembang produk (R&D), sedangkan Richie menjadi ahli strategi dan analis bisnis.

Mereka mengeksplorasi banyak ide untuk diajukan ke kompetisi yang digelar secara virtual ini, seperti teknologi pemanen energi dari sol sepatu, aspal, dan sel surya. Setelah berkonsultasi dengan beberapa dosen, mereka menggali lebih jauh potensi baterai organik berbahan dasar alga merah. Prototipe baterai digarap mulai Maret 2021.

Dibantu dosen ITB dan mentor dari Schneider Electric, tim Carragenergy mengalahkan kampus lainnya, seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Udayana, dan Universitas Prasetiya Mulya, dalam lomba tingkat nasional. Mereka melaju ke kompetisi tingkat kawasan melawan delapan negara Asia Pasifik, seperti Korea Selatan, Singapura, dan Australia, dan berhasil menang, April lalu.

“Proses perjalanannya panjang dan persaingannya ketat tetapi kami mendapat kesempatan untuk terekspos ke peserta lainnya. Bahkan penjuriannya sampai overtime jadi terasa deg-degan terus kami sampai speechless pas dipanggil sebagai pemenang,” tutur Richie, disetujui Yumna.

Richie Fane, mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang membuat baterai organik berbahan dasar alga merah, Carragenergy. Bersama Yumna Dzakiyyah, kedua mahasiswa ini menang dalam kompetisi Schneider Electric Go Green 2021 tingkat Asia Pasifik

Schneider Go Green adalah kompetisi global untuk mahasiswa guna menemukan ide baru bagi masa depan dunia yang berkelanjutan dalam berbagai kategori, seperti akses terhadap energi. Hingga tahun 2020, sudah sebanyak 24.463 mahasiswa dari 172 negara menyumbang ribuan ide dalam kompetisi ini. Kompetisi ini juga mewajibkan agar setiap tim memiliki minimal satu anggota perempuan.

“Mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri, menjalin network dengan ahli di industri, dan memenangkan trip internasional. Intinya adalah lomba ini untuk mahasiswa dan juga agar mereka bisa memberi ide terbaik dalam rangka energi efisiensi dan keberlanjutan di dunia,” ujar Zanuar Galang Bewana, Talent Acquisition and Employer Branding Schneider Electric Indonesia.

Galang melanjutkan, tidak menutup kemungkinan tim Schneider Electric Venture akan menginkubasi ide para peserta. Mahasiswa juga bisa mendapat kesempatan untuk bekerja di Schneider Electric setelah lulus.

Tim Carragenergy akan berkompetisi di Schneider Go Green 2021 tingkat global melawan tim delapan tim dari seluruh dunia pada 15 Juni 2021. Kita doakan yang terbaik untuk Yumna dan Richie!

Yumna Dzakiyyah

Lahir: Banjarbaru, 16 Januari 2001

Pendidikan: Mahasiswa Teknik Elektro ITB

Pengalaman:

Chief of Human Resources Akademis.id (2020-sekarang)
CEO Analyst Akademis.id (2019-2020)
Avionics Hardware Control Engineer Aksantara ITB (2020-sekarang)
Co-Founder dan Product Research and Development Associated GrowthLabs (2020-sekarang)
Paper, Project, and Competition Officer IEE ITB Student Branch (2020-sekarang)
Prestasi:

Penerima Teladan Leadership Program dari Tanoto Foundation
Runner Up Kedua Swiss Innovation Challenge Asia (2020)
Juara Pertama Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (KMI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020)
Runner Up Pertama Ganesha Student Innovation Summit (2020)
Lima Besar National UAV Competition 2020  on Technology Development Flight Controller Category (2020)
Finalis Bandung Startup Pitching Day (2020)
 

Richie Fane

Lahir: Jambi, 30 Agustus 2001

Pendidikan: Mahasiswa Teknik Industri ITB

Pengalaman:

Business Transformation Intern Danone Indonesia (2021)
Student Consultant ShARE ITB (2020-2021)
Director of Human Resource ShARE ITB (2020-sekarang)
Director of Ideation GFD ITB (2020-2021)
Prestasi:

Campus Representative of Global Consulting Project ShARE Global (2020)
Penerima Sea Freshman Scholarship (2019)
Wakil 1 Bujang Kota Jambi (2018)

Editor: MARIA SUSY BERINDRA