Manusia dan Indonesia, Itulah Pergulatannya Mengenal Jakob Oetama melalui tulisan Ninok Leksono, sebuah perjalanan batin

 

Tulisan Ninok Leksono ini tayang di Harian Kompas edisi cetak, edisi Kamis, 10 September 2020. Di bawah ini saya sarikan tulisan kawan, Ninok Leksono, Redaktur Senior Harian Kompas.

 

 


***

 

“Partir c’est mourir un peu… Mais mourir… c’est une grande perte” (Pergi itu kematian kecil… Namun meninggal adalah satu kehilangan besar)

(Paruh awal kutipan sering diucapkan Jakob Oetama yang senang dengan ungkapan Latin dan Perancis)

 

Pak JO, bagi kami adalah guru dan empu dalam bidang komunikasi dan jurnalistik, dan cendekiawan dalam pemikiran, khususnya bidang humaniora, sosial, kebudayaan, dan politik.

 

Setelah Pak Ojong tiada, Pak JO secara alamiah identik dengan  Kompas. Pak JO itu Kompas dan Kompas itu Pak JO. Kehadirannya amat dirasakan.

 

Pak JO saat aktif hadir dalam rapat redaksi dan rapat pimpinan, sering berudar rasa yang menggugah pergulatan pemikiran dan menambah wawasan  para cantrik (reporter). Pemantik ulang dengan tradisi literasi yang sangat tinggi, membuatnya jadi individu yang gemar gagasan dan punya kepekaan instingtif terhadap masalah politik, tanpa sedikitpun tergiur untuk terjun dalam politik praktis.

  

Profesi wartawan, yang ia ikuti atas anjuran Pastor JW Oudejans OFM, yang pada tahun 1950-an menjadi Pemimpin Umum Majalah Penabur, tak menghilangkan nalurinya untuk terus menjadi guru, profesi yang semula ia inginkan. Sebenarnya, dengan sukses mengembangkan Kompas yang ia dirikan, tujuan pendidikan masyarakat pun sudah ia tunaikan karena media massa adalah juga institusi pendidikan dalam skala luas. Sementara visinya tentang pendidikan ia wujudkan dengan mendirikan Universitas Multimedia Nusantara.

 

Tahun 80-an, Pak JO sering meminta wartawannya menulis tentang lomba senjata nuklir, itu juga karena kerisauannya yang besar tentang ancaman perang nuklir bagi umat manusia. Beliau juga meminta liputan tentang perubahan iklim, itu juga karena ia menyadari betapa akan menderitanya nasib umat manusia karena perubahan iklim.

 

Beliau memiliki semangat belarasa yang juga tinggi, dengan memberikan ruang bagi warga Palmerah untuk bekerja di Kompas karena memperjuangkan amanat yang ia ikut menggemakannya “Menghibur yang papa, mengingatkan yang mapan”, sebuah slogan dari humoris dan penulis Amerika Finley Peter Dunne, “Comfort the afflicted, afflict the comfortable”

 

Pak JO mendorong liputan ekonomi modern, pasar modal, dan rintisan digital (dengan menyetujui pendirian Kompas Cyber Media), tetapi hatinya terus risau dengan nasib petani dan nelayan. Ia banyak terkenang pada sosok seperti mendiang Prof Mubyarto dari UGM yang banyak menggagas sistem ekonomi Pancasila.

 

Beliau banyak memberi namun masih merasa kurang karena belum seperti apa yang ddikatakan Ibu Teresa, kalau memberi, “Give, but give until it hurts    

1 comment :

Marsya said...

Izin promo ya Admin^^

Bosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)