Indonesia, Negeri yang saya dan kita cintai ini masih membutuhkan banyak kerja besar yang memberikan manfaat dan memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia. Salah satunya adalah energi terbarukan. Saya membaca Harian Kompas, Senin, 15 Maret 2021 yang berjudul Indonesia Membutuhkan Percepatan Transisi Energi yang ditulis oleh Wawan H Prabowo.
Pada sub judul Wawan menulis, Indonesia hingga kini masih jauh dari target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Untuk mempercepat bauran energi terbarukan, pemerintah telah memutuskan langkah strategis, seperti pengoptimalan biodiesel yang dicampur dengan solar (B-30) dan mencampur biomassa dengan batubara pada beberapa PLTU yang dikenal dengan metode co-firing. Lebih dari 5.000 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan kapasitas terpasang 2.000 megawatt (MW) segera diganti dengan pembangkit listrik energi terbarukan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan di Indonesia 418.000 MW, sedangkan yang termanfaatkan baru sekitar 10.400 MW atau sekitar 2,5 persen saja. Tenaga surya adalah potensi paling melimpah di Nusantara sebesar 207.800 MW.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengakui dunia usaha tambang batubara menyadari bisnis mereka adalah bisnis komoditas yang tidak bisa diperbarui dan suatu saat akan habis.
Sementara, menurut Kepala Pusat Studi Energi UGM, Yogyakarta, Deendarlianto, jika seluruh potensi energi terbarukan di Indonesia dikembangkan, akan menjadi yang terbesar di kawasan ASEAN. Pengembangan ini memiliki peluang dengan adanya target 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025.
Sayangnya, ketergantungan Indonesia pada batubara dan minyak masih tinggi. "Kebijakan dan kesungguhan pemerintah, termasuk dukungan berupa insentif, amat menentukan nasib pengembangan energi terbarukan di Indonesia," kata Deendarlianto.
Tulisan lengkap mengenai hal ini bisa dibaca di Kompas, Senin, 15 Maret 2021.