Untuk menempatkan patung-patung di ruang publik hingga sekarang belumlah mendapatkan angin segar, mengapa demikian?
Pergelaran Art Jakarta Gardens untuk ketiga kalinya menunjukkan fokus seni patung luar ruang yang tak tergoyahkan. Meski demikian, untuk menempatkannya sebagai patung-patung publik, belumlah mendapatkan angin segar. Karya seni patung luar ruang masih jadi komoditas terbatas bagi para kolektor swasta.
Menempatkan patung luar ruang sebagai patung publik sebenarnya bisa dilakukan di taman-taman kota atau ruang sosial yang dapat dinikmati publik secara leluasa. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mewujudkannya. Pergelaran seperti Art Jakarta Gardens ini bisa menyemai harapan terwujudnya patung publik tersebut.
Selintas persoalan ini turut dikemukakan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid seusai membuka Art Jakarta Gardens, Selasa (22/4/2024), di Hutan Kota by Plataran, Gelora Bung Karno, Jakarta. Pameran ini berlangsung hingga 28 April 2024 dengan menampilkan sekitar 30 patung luar ruang dan karya seni rupa dua dimensi dari 23 galeri.
”Patung-patung luar ruang yang ditampilkan bagus-bagus. Jika ditanya, bagaimana bisa ditempatkan di ruang publik seperti taman-taman terbuka di Jakarta, ya, harus ditanyakan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” ujar Hilmar.
Sejauh ini belum tampak adanya respons dari institusi pemerintah daerah mana pun terhadap pameran ini. Ketika Hilmar menyampaikan karya patung-patung luar ruang yang ditampilkan cukup baik, wartawan pun mengejar dengan pertanyaan karya mana yang membuatnya paling tertarik.
Hilmar menunjuk karya komisi seniman Erwin Windu Pranata yang disajikan perusahaan investasi berbasis aplikasi digital PT Bibit Tumbuh Bersama atau Bibit.id. Erwin menyuguhkan karya yang diberi judul ”The Bouquet: Fall, Grow”.
Ini sebuah patung dengan media lapisan bahan tertentu yang dibentuk menyerupai daun-daun berukuran besar atau bentuk lainnya secara tiga dimensi. Media itu bisa diisi dengan angin seperti balon.
Patung keledai
Di sebelah karya Erwin terdapat karya komisi seniman Naufal Abshar yang disajikan perusahaan investasi emas dengan aplikasi digital Treasury. Naufal membangun patung keledai setinggi enam meter dengan menggunakan 9.000 kaleng bekas cat semprot dan 2.000 botol kaca. Patung keledai itu diberi judul ”Gold is King”.
”Cat semprot biasa saya gunakan ketika berkarya. Bekas kaleng cat semprot saya kumpulkan sampai 2.000 kaleng, selebihnya untuk patung keledai ini saya beli kaleng bekas cat semprot dari pengepul dan produsen di Bekasi dan Pamulang,” ujar Naufal.
Sejak 2014, Naufal memilih karakter keledai ke dalam karya-karya seninya. Ia terinspirasi animasi karakter keledai di film animasi Shrek. Keledai di dalam film itu memiliki sifat hiperaktif, cerewet, mudah bergaul, dan aneh.
Naufal tertarik menelusuri karakter keledai yang sesungguhnya. Ternyata keledai memiliki karakter yang kalem, loyal, dan pekerja keras. Dibandingkan kuda, keledai sering dianggap ada di tingkatan lebih rendah. Akan tetapi, keledai bisa lebih diandalkan untuk urusan pengangkutan barang.
”Terkait dengan investasi emas perusahaan Treasury, saya menyampaikan secara historikal bahwa keledai memiliki peranan penting dalam usaha pengangkutan material tambang, terutama untuk tambang emas. Keledai lebih banyak digunakan,” ujar Naufal.
Setelah dipamerkan di Art Jakarta Gardens, menurut Naufal, ada kemungkinan patung ini ditempatkan di salah satu ruang kantor Treasury. Bagi Naufal, karyanya menjadi patung publik meski masih sebatas lingkup perusahaan.
”Saya senang sekali jika patung ini ditempatkan di ruang publik yang bisa dinikmati lebih banyak orang. Tetapi, kita masih dihadapkan pada persoalan vandalisme yang cukup tinggi,” ujar Naufal.
Para seniman patung menyadari tidaklah mudah menempatkan patung-patung di ruang publik. Untuk pameran Art Jakarta Gardens ini, mereka pun merancang karya yang bisa ditempatkan di dalam ruang ataupun di luar ruang. Ini seperti dilakukan pematung Sumbul Pranov dengan 10 patung binatang yang dibentuk pipih menjadi instalasi patung yang diberi judul ”Vacation Edition”. Karya Sumbul ditampilkan Galeri CGArtspace.
”Saya membuat eksperimen tentang patung yang tidak harus bisa dinikmati dari semua sisi. Patung-patung hewan saya pipihkan supaya cukup bisa dinikmati dari sisi kiri dan kanan saja,” ujar Sumbul.
Karkas sapi
Di antara sekitar 30 patung luar ruang yang ditampilkan di Art Jakarta Gardens, sebuah patung karkas sapi yang digantung terbalik cukup menarik perhatian. Dari kejauhan patung itu mirip karkas sapi yang nyata. Patung ini karya Joko Avianto dengan media sulur-sulur rotan sintetis yang dianyam. Karya ini ditampilkan Galeri V&V.
”Karya ini berbicara tentang memilah dan memilih bagian daging sapi sebagai perubahan dari masa peradaban manusia berburu,” ujar Wilian Robin, pemilik dan pengelola Galeri V&V.
Wilian menceritakan metafora yang dibangun Joko Avianto lewat karyanya yang diberi judul ”Poems of Mamals” itu. Pada masa manusia berburu tidak begitu dipedulikan nama bagian daging yang dikonsumsi. Saat ini muncul perubahan dalam mengonsumsi daging dengan istilah-istilah tersendiri.
”Karya patung ini secara khusus menggunakan media yang cukup kuat untuk ditempatkan di luar ruang. Ini bisa menjadi patung publik,” ujar Wilian.
Selain di luar ruang, penyelenggara Art Jakarta Gardens mendirikan dua tenda yang digunakan sebanyak 23 galeri. Sebagian besar galeri menampilkan lukisan, tetapi ada di antaranya patung-patung khusus untuk interior.
Seperti patung karya seniman asal Malaysia, James Seet, ditampilkan Galeri Artserpong. Karya Seet cukup unik. Ia menggunakan keramik untuk membuat patung batu yang di dalamnya terdapat rongga. Pada karya yang diberi judul ”The Orang Asli”, di dalam rongga batu itulah James Seet membuat patung orang-orang suku asli Malaysia.
Begitu pula, Galeri Linda menampilkan sejumlah patung karya Ren Zhe asal Beijing, China. Galeri Jagad menampilkan patung karya Nyoman Nuarta. Satu di antaranya patung ayam jago.
”Kita sering mengistilahkan orang yang sok-sokan itu dengan kata ‘jagoan’. Iya, patung ayam jago saya buat karena itu pula,” kata Nuarta.
Nyoman Nuarta bertutur panjang tentang patung yang ditempatkan di ruang publik sekarang tidaklah mudah. Zaman kini sudah berbeda dengan masa Presiden Soekarno yang lebih banyak menempatkan karya seni patung di ruang publik untuk dinikmati bersama.
Tulisan ini ditulis oleh IGNATIUS NAWA TUNGGAL
di link berikut ini https://www.kompas.id/baca/hiburan/2024/04/26/menyemai-harapan-patung-publik
No comments :
Post a Comment