Kekayaan tradisi lokal jadi bekal pembangunan Museum KCBN Muarajambi. Museum lebih banyak mengakomodasi ruang terbuka.
Berbagai tradisi mengiringi pembangunan museum di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi. Tak cuma menyimpan benda bersejarah dan melestarikan budaya yang menebalkan jejak peradaban, museum ini juga membuka jalan untuk mengembalikan fungsi kawasan candi bercorak Buddha tersebut sebagai pusat pendidikan.
Terik menyengat di KCBN Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (5/6/2024) siang. Irama musik gambang, gendang, dan gong menyatu dengan desir angin yang membawa kesejukan. Alunan musik tradisional itu mengiringi langkah para alim ulama, petugas syara’, kepala desa, cerdik pandai, dan tuo tengganai (orang yang dihormati) yang menggotong balok kayu bulian (ulin) sepanjang 4 meter.
Suara alat musik tiup tekut (berbahan bambu) dan tamtuang (berbahan tanduk kerbau) bersahutan. Suara ini menandai dimulainya peletakan cecokot yang terdiri dari emas, perak, serbuk besi, tapak kuda, dan sawang angin ke dalam lubang pancang. Kemudian, setabun tawar dan secupak garam ditabur yang bermakna pengusiran segala bentuk hal negatif dari kawasan tersebut.
Kayu bulian dimasukkan ke lubang sedalam 1,5 meter. Bagian atasnya dipakaikan pakaian dan dirias bak seorang gadis dengan menggunakan minyak kemiri, bedak, celak, gincu, dan parfum. Ritual ini merupakan prosesi Tegak Tiang Tuo yang menandai peletakan tiang pertama pembangunan Museum KCBN Muarajambi.
”Karena tiang tuo untuk membangun museum ini ditegakkan di tanah kami, budaya kami juga tegak di sini. Kami berharap tradisi ini akan mengiringi perjalanan museum dalam melestarikan candi dan nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun,” ujar Sabli Usman, sesepuh adat Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
Sabli mengatakan, setiap unsur dalam tradisi itu bukan sebatas material, melainkan juga sarat makna filosofis. Lima unsur cecokot, misalnya, mempunyai makna berbeda-beda. Emas melambangkan cahaya dan rezeki, perak melambangkan kemakmuran, serbuk besi melambangkan kekuatan tekad, tapak kuda melambangkan kekuatan dalam bergotong royong, serta sawang angin melambangkan kesejukan.
Adapun merias tiang tuo melambangkan harapan agar bangunan museum itu seperti seorang gadis yang memikat hati siapa pun yang memasukinya. Perempuan juga menggambarkan penghuni rumah yang mendatangkan ketenteraman.
”Jadi, tradisi ini bukan sebatas ritual. Ada makna dan nilai yang perlu diperkenalkan dan dilestarikan. Itu juga yang kami harapkan dengan adanya museum ini,” ucapnya.
Sabli menuturkan, saat ini alat musik tekut lebih banyak digunakan untuk memikat burung dengan tujuan menangkapnya. Padahal, dahulu tekut ditiup untuk mengundang burung memakan serangga di kebun dan sawah. Namun, ada juga yang memakainya saat mengawali membangun rumah.
”Suara tekut dipakai untuk memanggil burung. Kemudian, burung memakan rayap yang ada di sekitar rumah. Dengan begitu, kayu-kayu di rumah warga tetap kuat sehingga rumahnya tahan lama,” ucapnya.
Museum KCBN Muarajambi dibangun di atas lahan seluas sekitar 30 hektar. Pembangunan museum ini akan lebih banyak mengakomodasi ruang terbuka ketimbang bangunan permanen. Pembuatan museum merupakan bagian dari proyek revitalisasi KCBN Muarajambi.
Revitalisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) diharapkan mendukung pemajuan kebudayaan dan pembangunan masyarakat di Jambi. KCBN Muarajambi seluas hampir 4.000 hektar mempunyai lebih dari 115 situs percandian dan lebih dari 3.000 koleksi.
Emas melambangkan cahaya dan rezeki, perak melambangkan kemakmuran, serbuk besi melambangkan kekuatan tekad, tapak kuda melambangkan kekuatan dalam bergotong royong, serta sawang angin melambangkan kesejukan.
Kawasan ini terletak di delapan desa di sekitar Sungai Batanghari. Kedelapan desa itu adalah Muaro Jambi, Danau Lamo, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Desa Baru, Tebat Patah, Dusun Mudo, dan Teluk Jambi.
Merekonstruksi peradaban
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, prosesi Tegak Tiang Tuo merupakan langkah penting dalam upaya pemerintah mendorong perlindungan warisan budaya di Indonesia. ”Ini lebih dari sekadar pembangunan fisik. Kompleks candi ini dibangun kira-kira pada abad ke-6 hingga abad ke-12 atau ke-13. Artinya, selama lebih dari 600 tahun kawasan ini pernah dihuni dan ada peradabannya,” ujarnya.
Menurut Hilmar, masih banyak peninggalan situs KCBN Muarajambi yang belum digali. Hal ini perlu terus diungkap. Selain untuk menelusuri jejak sejarah masa lalu, juga menggali nilai-nilai budaya masyarakat yang masihhidup hingga sekarang.
”Kita tidak sekadar membuat proyek bangunan untuk bisa dikunjungi. Wisata memang salah satu aspeknya. Namun, yang utama adalah merekonstruksi peradaban itu sebagai sumber inspirasi kita di masa depan,” katanya.
Gubernur Jambi Al Haris mengatakan, revitalisasi KCBN Muarajambi akan mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai pusat pendidikan. Hal ini diharapkan meningkatkan daya tarik pengunjung untuk mendatangi kawasan itu. Tak hanya untuk berwisata, tetapi juga mempelajari peradaban dan budaya.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, pembangunan museum sangat dibutuhkan di kawasan yang pernah menjadi pusat pendidikan Buddha terbesar di Asia Tenggara itu. Ia berharap museum tersebut dapat menjadi pusat pengetahuan berbagai bidang ilmu.
”Dalam pendidikan, kita punya kekayaan kearifan lokal yang memuat banyak pengetahuan. Museum ini nantinya bisa menjadi wadah untuk saling belajar tentang kearifan lokal tersebut,” ucapnya.
Pemugaran dan penataan kawasan masih berlangsung di sejumlah situs, seperti di Candi Kotomahligai, Candi Parit Duku, Menapo Alun-alun, dan Candi Sialang. Pemugaran dilakukan sejak Maret dengan melibatkan pekerja dari masyarakat setempat. Pemugaran sudah mencapai 45 persen dan ditargetkan rampung Oktober.
Saat proses ekskavasi, para pekerja harus berhati-hati dalam menggali agar tidak memutus akar pohon yang tumbuh di atas struktur candi. Penggalian memang diperlukan untuk mengungkap struktur, tetapi pelestarian alam di sekitarnya tidak boleh diabaikan.
Penasihat arsitektur pembangunan Museum KCBN Muarajambi, Yori Antar, mengatakan, museum tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat belajar bersama berbagai bidang ilmu, seperti arsitektur, arkeologi, antropologi, dan botani.
Bangunannya akan menggunakan terakota seperti halnya struktur candi di kawasan itu.
”Museum ini akan menjadi laboratorium terbuka. Jadi, yang diangkat bukan cuma situs Muarajambi-nya, tapi juga alamnya dan sosial budayanya,” ujarnya.
No comments :
Post a Comment