Tidak Akan Ada Hotel Modern di Kawasan Muarajambi

Kompleks Candi Kedaton di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (7/5/2024).


 

MUARO JAMBI, KOMPAS — Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi dilakukan selaras dengan kearifan lokal dan kekhasan masyarakat adat setempat. Karena itu, di kawasan ini tidak akan dibangun hotel-hotel modern. Para pengunjung bisa merasakan suasana keheningan di pusat pendidikan Buddha peninggalan abad ke-6 ini dengan menginap di rumah-rumah adat dan tempat penginapan khas Jambi.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Jambi dan bisa dijangkau dengan mudah karena terhubung oleh jalan nasional. ”Pembangunan hotel atau penginapan modern di kota saja. Jangan sampai investor membangun hotel-hotel dengan membeli lahan-lahan di desa sehingga delapan desa penyangga KCBN Muarajambi tetap memiliki kekhasan dengan rumah-rumah adat panggung mereka dan penginapan-penginapan khas Jambi yang dikelola BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) setempat,” ucapnya, Kamis (6/6/2024) di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Menurut Agus, rata-rata luas permukiman masyarakat desa di sekitar KCBN Muarajambi hanya sepertiga dari total luasan desa. Dengan demikian, masyarakat ataupun BUMDes masih bisa memanfaatkan lahan mereka untuk membangun tempat penginapan bernuansa adat Jambi.

”Kami sudah rintis BUMDes agar bisa mengoordinasi pembangunan rumah adat atau membuat penginapan yang memiliki kekhasan Jambi. Harapannya, ini akan mendukung kemajuan desa dan ke depan anggaran BUMDes juga bisa menyokong pendanaan kegiatan-kegiatan desa, pendidikan anak usia dini, madrasah, panti asuhan, dan juga guru-guru di desa yang selama ini jauh dari sejahtera,” tambahnya.


Seperti Angkor Wat
Penasihat Arsitektur pembangunan Museum KCBN Muarajambi, Yori Antar, sepakat menjaga keselarasan Muarajambi dengan kearifan lokal masyarakat setempat. “Biarlah hotel dibangun di luar kawasan ini. Yang kita garap di sini seperti Angkor Wat (Kamboja) saja. Di Angkor Wat, hotelnya semua, kan, di Siem Reap, tidak ada hotel di Angkor Wat,” ujarnya.

Menurut Yori, di Muarajambi, arsitektur-arsitektur adat khas Jambi akan diangkat lagi. Rumah-rumah panggung akan dikelola menjadi tempat penginapan. Dengan demikian, masyarakat akan ikut menikmati “kue pariwisata”.

Biarlah hotel dibangun di luar kawasan ini. Yang kita garap di sini seperti Angkor Wat (Kamboja) saja. Di Angkor Wat, hotelnya semua, kan, di Siem Reap, tidak ada hotel di Angkor Wat.

“Secara sosial, mereka ikut menjadi pendukung, bukan penonton. Homestay ini bisa masuk program Kementerian PUPR, bangunannya kita arahkan. Sekarang, kita sekarang sedang menggali lagi arsitektur rumah-rumah adat di sekitar Muarajambi,” ucap Yori.

Yori bersama tim kini sedang membangun Museum KCBN Muarajambi di atas lahan seluas 25 hektar. Luasan kompleks museum sekitar 10 hektar, yang terdiri dari museum, laboratorium, tempat studi merdeka belajar, galeri, dan tempat pameran.

Sekarang, di antara situs Muarajambi sedang dibangun jalan dengan resapan berupa kerikil, bukan konblok. “Bangunan-bangunan yang tidak relevan kita bongkar. Situs-situs sekarang terasa lebih luas, dan narasi yang kita pertahankan adalah suasana hutan,” kata Yori.

Menurut Yori, ada tiga hal yang penting untuk dijaga di Muarajambi, yaitu situs, alam, dan sosial budaya. Selain menjaga situs, alam juga harus dilestarikan sehingga pohon-pohon yang ada di kawasan ini tetap diperhatikan. Namun, kondisi sosial budaya masyarakat di sekitarnya juga harus dirawat.“Koleksi museum akan terus bertambah karena temuan-temuan baru terus muncul. Muarajambi menjadi laboratorium lapangan yang sangat besar. Tempat ini akan dikembalikan menjadi tempat pendidikan,” paparnya.

Pembangunan Museum KCBN Muarajambi berlangsung sekitar dua tahun. Namun, penataan KCBN Muarajambi ditargetkan akan selesai dalam tiga bulan ke depan.Terkait pembangunan museum, Koordinator Program Studi Arkeologi Universitas Jambi Irsyad Leihitu berpendapat, museum tidak cuma berfungsi melindungi sejarah masa lalu, tetapi juga mencatat sejarah masa sekarang. “Dengan menciptakan sejarah kecil dari masyarakat Jambi, hal itu bisa membuat museum ini semakin relevan, baik untuk warga setempat maupun wisatawan,” katanya.

Museum KCBN Muarajambi nantinya tidak hanya difungsikan untuk menyimpan artefak. Berbagai budaya masyarakat akan ditampilkan di sana. Selain itu, museum ini akan menjadi ruang belajar untuk berbagai bidang ilmu, seperti arsitektur, arkeologi, antropologi, dan botani.

Pengembangan KCBN Muarajambi juga perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas masyarakat. Pelatihan terhadap para pedagang terus dilakukan. Jumlah pemandu wisata di kawasan itu belum memadai.Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid memastikan Muarajambi adalah situs Buddha terbesar di Asia Tenggara. “Kita menargetkan, dalam lima tahun ke depan, Muarajambi bisa lebih besar dari Angkor Wat. Inilah situs terpenting di Asia Tenggara,” paparnya.

Jaga marwah

Pelaksana Tugas Kepala Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya atau Indonesian Heritage Agency (BLU MCB/IHA) Ahmad Mahendra mengatakan, pengembangan KCBN Muarajambi sangat terbuka untuk dikerjasamakan dengan berbagai pihak. Namun, pembangunan penginapan perlu disesuaikan dengan arsitektur lokal.

“Kita ingin menjaga marwah kebudayaan Jambi. Baiknya Muarajambi menjadi inspirasi bagi keseluruhan, termasuk bentuk rumah dan penginapan,” ujarnya.

Mahendra menuturkan, melalui BLU, pendapatan dari pengelolaan kawasan tersebut dapat langsung digunakan untuk memperkuat program pemajuan kebudayaan. BLU MCB mengelola 18 museum dan 34 cagar budaya nasional di Tanah Air.

“Kami juga mohon kepada pemda (pemerintah daerah) dan semua pihak, kalau mau berinvestasi di sini, silakan. Nanti bicara dengan BLU MCB. Kita bisa bekerja sama, tapi tidak merusak marwah budaya yang kita lindungi,” ucapnya.

Irsyad menambahkan, diperlukan sinergi yang lebih intim antara pemerintah pusat dan pemda dalam merancang konsep branding untuk Jambi. Hal ini dinilai penting agar Jambi lebih mudah dikenal dengan identitas yang kuat.

“Seperti Solo punya slogan Spirit of Java. Bali disebut sebagai Pulau Dewata. Padang punya Taste of Padang. Kalau Jambi, saya belum ketemu (slogannya). Dengan segala kekayaan kebudayaan, slogan ini harus diputuskan. Kita bisa riset bareng-bareng untuk memberikan legitimasi pada slogan itu,” jelasnya.

KCBN Muarajambi seluas hampir 4.000 hektar mempunyai lebih dari 115 situs percandian dan lebih dari 3.000 koleksi. Kompleks candi tersebut diperkirakan dibangun pada abad ke-6 dan bertahan hingga abad ke-13.

Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jambi Abdul Haviz menuturkan, saat ini hanya ada tujuh pemandu wisata bersertifikasi di Muarajambi. “Hanya satu yang bisa berbahasa Inggris. Padahal, peranpemandu wisata sangat penting. Jika dilihat, bangunan candi hanya benda mati. Perlu pemandu yang bercerita untuk menghidupkan narasi candi tersebut. Jadi, pelatihan bagi pemandu wisata sangat dibutuhkan,” ujarnya.

artikel ini juga tayang di kompas

No comments :