Menyehatkan Sayap Indonesia

Tajuk Rencana

Kompas, Selasa, 2 November 2021


”Aku adalah Garuda. Burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya di atas kepulauanmu,” demikian sajak RM Noto Soeroto, wartawan dan sastrawan

Bung Karno lalu mengabadikan nama Garuda pada maskapai nasional kita. Pada usianya yang ke-72 ini, Garuda Indonesia sedang sakit. Sebagaimana dialami sebagian penduduk dunia, kondisi Garuda Indonesia memburuk akibat Covid-19. Garuda Indonesia tidak sendiri karena sebagian besar maskapai penerbangan dunia kini juga sedang sakit.

Kabar baiknya, dalam kondisi yang tidak terlalu sehat ini, Presiden Joko Widodo tetap menaiki Garuda Indonesia dalam lawatannya ke Eropa. Pilihan Presiden menumpang pesawat bercat merah-putih dengan logo Garuda Pancasila itu bahkan dimaknai sebagai keberpihakan pemerintah terhadap maskapai nasional tersebut. Garuda masih mendapat dukungan.

Masih adanya keberpihakan dari pemerintah tentu melegakan. Garuda jelas masih dibutuhkan penduduk negeri kepulauan ini. Sejauh ini hanya angkutan udara yang dapat mendukung mobilitas penduduk dari Sabang sampai Merauke, yang setara jarak London hingga Baghdad, dalam hitungan jam.

Ketika Covid-19 dinilai mulai terkontrol dan sebagian penduduk mulai terbang, mereka terkejut mendapati kondisi angkutan udara kita. Karena sedang tidak sehat, Garuda, misalnya, terpaksa menurunkan jaringan dan frekuensi penerbangan di sejumlah rute. Langkah itu ditempuh supaya Garuda tetap dapat bertahan hidup,

Kita tentu berharap Garuda tetap dapat terbang. Harapan ini terutama karena Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia. Garuda selama ini telah konsisten menerapkan standar keselamatan dan layanan yang tinggi.

Garuda selama ini menjadi pengingat bagi maskapai lain untuk tidak seenaknya melayani penduduk Indonesia.

Dukungan moral dari Presiden Joko Widodo jelas kita hargai. Namun, dukungan terhadap maskapai nasional ini harus lebih detail. Sebab, sejauh ini, total utang Garuda Indonesia telah membengkak menjadi Rp 70 triliun. Tanpa strategi penyelesaian utang yang jitu, di atas kertas, utang itu sulit dibayarkan.

Garuda tentu harus berubah. Garuda harus lebih efisien. Manajemen Garuda di masa mendatang harus mengadopsi nilai-nilai dari maskapai berbiaya rendah agar mempunyai cadangan dana saat menghadapi masa-masa krisis.

Kini, Garuda jelas harus disehatkan terlebih dahulu supaya tetap dapat terbang. Garuda sebaiknya diselamatkan karena inilah maskapai kebanggaan kita, terlepas dari apa pun dosa-dosa pengelolanya di masa lalu.

Kita pun menunggu keputusan pemerintah. Entah itu dalam bentuk suntikan dana, atau dalam bentuk kejelasan maskapai ”pelapis” Garuda—posisi yang dulu pernah diemban oleh Merpati. Indonesia jelas masih membutuhkan Garuda Indonesia.

Editor: KOMPASCETAK

No comments :