|
Liburan Bersama Keluarga |
Tepat
tanggal 18 Maret lalu, usia saya genap 75 tahun. Ulang tahun pertama tanpa
kakak pertama saya, Arifin Panigoro. Padahal jarak tanggal ulang tahun kami
hanya terpaut empat hari saja. Arifin berulang tahun pada tanggal 14 Maret dan
saya 18 Maret. Namun Arifin sudah meninggalkan kita semua sebelum ia berulang
tahun.
Perayaan
ulang tahun kali ini dilaksanakan di kediaman saya di Jeruk Purut, hanya
dihadiri keluarga dan beberapa kolega, tidak lebih dari lima puluh orang yang
hadir, semuanya dengan prosedur kesehatan yang ketat.
Penghelatan
pertambahan usia saya kali ini diisi dengan alunan piano dari beberapa orang
pianist diantaranya Aditya Setiadi, Dimas Kushapsoro, diiringi oleh nyanyian
dari Edit Widayani, Jessica Januar dan Adit Silaban. Mereka mempersembahkan
banyak lagu secara bergantian di acara ulang tahun saya. Semuanya indah dan
terasa lengkap dengan penampilan mereka.
|
Ulang Tahun ke-75 tahun |
Perayaan
ulang tahun pun masih berlanjut. Istri dan anak mantu saya sudah merencanakan
perjalanan ke Semarang-Bandung lewat darat bersama cucu-cucu saya. Akhirnya
kami memutuskan berangkat di hari Minggu, 20 Maret dari Jakarta.
Saya
berangkat ke Semarang bersama istri, mantu plus dua cucu. Cucu saya yang
pertama bernama Daria dan yang kecil bernama Hanna. Kami menginap di Novotel
Semarang. Mengapa saya memilih menginap?
Saya hanya ingin beristirahat sambil tetap bisa menikmati liburan kami
keseluarga.
Sarapan
pertama kami di Semarang, saya pilih di Pandanaran. Sebuah pusat jajan Semarang
yang spesialisasinya menjual Bandeng, Lumpia kering dan basah, dan masih banyak
lagi makanan khas Semarang lainnya. Perjalanan ke Semarang kali ini, bukanlah
yang pertama kali bagi saya sekeluarga, namun untuk kesekian kalinya, tentu
saja spot-spot wisata yang ternama seperti Simpang Lima Lawang Sewu dan tempat
wisata lainnya di Semarang sudah pernah saya sambangi.
Dalam
pandangan saya, arsitektur rumah gedung Belanda di Semarang tidak kalah
indahnya dengan arsitektur rumah gedung Belanda yang ada di Bandung. Keduanya
memiliki sisi estetika dan keunikan masing-masing.
Masih
di hari yang sama, setelah breakfast saya langsung melanjutkan
perjalanan ke rumah bambu di Salatiga, rumah yang berdesain arsitektur unik ini
dibangun dan didesain oleh arsitek terkemuka, Budi Pradono. Desain rumah bambu
memenangkan Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016. Interior rumah bambu terdiri dari beberapa
kamar, dan disewakan per rumah tidak per kamar.
Berbicara
tentang Budi Pradono, ia seorang arsitek dengan banyak sekali maha karya dan sudah
meraih banyak penghargaan seperti Cityscape Architecture Award (2004), AR Awards for Emerging
Architecture (2005), World Architecture Festival Award (2008), Silver
medal & Honorary diploma INTERARCH, Triennial Architecture
(2009) hingga Arcasia Architecture Awards (2016). Pada 2005, karyanya
pun pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark
bagi para arsitek.
|
Budi Pradono-Arsitek Rumah Bambu |
Budi Pradono juga yang mendesain rumah yang
saya tempati bersama keluarga. Tentu saja saya memilihnya karena konsep
desainnya yang selalu mengedepankan Arsitek Hijau, dengan penggunaan
bahan-bahan yang natural dan tidak biasa.
|
Rumah Bambu |
Perjalanan kami selanjutnya ke desa Kandangan
Temanggung, kami berburu Radio Magno. Sebuah pabrik radio dan sepeda berbahan
kayu yang namanya sudah mendunia. Magno sendiri didirikan oleh Singgih Susilo
Kartono, seorang alumni seni rupa ITB. Produk Magno telah mendunia di lima
benua, dan uniknya radio Magno sendiri sulit untuk didapatkan di tanah air,
karena lebih banyak dijual di luar negeri.
Kayu-kayu yang digunakan radio Magno berasal
dari kayu Mahoni, Pinus dan Rosewood India. Harganya pun bervariasi rata-rata
per unit jutaan rupiah. Saya beruntung mendapat sebuah radio kayu untuk hadiah
kepada anak saya.
|
Bersama Singgih Susilo Kartono |
Setelah dari Temanggung, kami menuju ke
komplek candi Borobudur dan menginap di Hotel Plataran Heritage. Sebuah hotel
yang indah dan nyaman. Hanya saja sayangnya saat sedang bermain di luar, cucu
saya Hanna tertimpa ranting pohon dan mengalami luka goresan pada kulitnya.
Keesokan harinya, kami menuju candi
Borobudur. Meskipun kami tidak bisa menaiki candi, namun kami mendapatkan
banyak informasi dari guide dengan pengetahuan yang memadai, sehingga kami
mengetahui beberapa informasi tentang sejarah candi Borobudur, bahwa candi ini
sebuah kuil budha terbesar di dunia dan dibangun untuk memuliakan raja-raja
saat dinasti Syailendra. Sempat mengalami beberapa pemugaran di zaman Inggris,
Belanda hingga masuk ke dalam Keajaiban Dunia UNESCO.
|
Bersama Keluarga di Borobudur dan Prambanan |
Keesokan harinya, kami menuju sebuah dusun di
Bantul dan menginap di Mountain Cabin, berada di sebuah hutan, dengan konsep
“Sunyi, Sepi dan Sendiri” sepertinya ini saatnya melakukan kontemplasi.
|
Mountain Cabin |
Keesokan harinya kami mengunjungi seorang
sahabat bernama Djodi Trisusanto,
seorang tokoh perhotelan yang memiliki sebuah rumah tua, yang dikonservasi di
pusat batik Solo, bernama Lawean. Rumah tersebut diberi nama “When in
Solo”. Saudara Djodi tidak hanya
merenovasi tapi juga mengkonservasi rumah tersebut dan mengisinya dengan
perabotan yang memadai disertai koleksi buku yang sangat lengkap dan bagus.
Beruntungnya, di malam harinya, kami mendapatkan
suguhan tari klasik Jawa, yang dipersembahkan oleh maestro tari yang bernama
Rambat. Ia mengisi acara bersama sahabatnya, seorang dalang wanita yang bermain
Rebab.
|
When in Solo-Laweyan |
Rambat dan Dalang Wanita yang Bermain Rebab
Keesokan harinya kami mengunjungi dan
menikmati menu andalan, Soto Legendaris
Solo, Triwindu.
|
Soto Triwindu |
Usai kunjungan ke Lawean kami menuju ke
Purwokerto, untuk mengunjungi tiga orang supir dan asisten rumah tangga yang
sudah puluhan tahun bekerja pada kami, mereka bernama Karsono, Darsikin dan
Nano. Syukur alhamdulillah rumah mereka luas dan asri.
Setelah dari Purwokerto, keesokan harinya,
kami langsung menuju Bandung untuk mengunjungi Saung Mang Udjo dan rumah keluarga besar Panigoro. Tepat 28 Maret dengan perasaan bahagia kami
pulang menuju rumah saya di Jakarta. Perjalanan liburan kali ini terasa penuh
warna.
No comments :
Post a Comment