Peni Candra Rini peraih Aga Khan Music
Awards 2020-2022
Pengajar dan Komponis bersuara emas,
berkarya dengan tradisi
Suara Peni Candra Rini terdengar bergetar menahan tangis. Sesaat ia diam, lalu suaranya kembali terdengar. “Al-Fatihah untuk beliau,” ujar Peni menyebut guru dan ayah angkatnya, (Almarhum) Rahayu Supanggah. Berkat kejelian sang maestro, Peni meraih puncak-puncak kesuksesan dalam berkesenian dengan tembang Jawa Tradisional dan kontemporer. Salah satu puncak kesuksesan yang baru saja diraih pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakart, Jawa Tengah, ini adalah Aga Khan Music Awards 2020-2022. “Ini amanah. Saya tidak tahu apakah ini ujian untuk saya,”
Ia menduga kiprahnya dalam kesenian dengan tradisi Jawa dan
pengembangan dengan gaya kontemporernya selama ini serta upayanya menggaet
anak-anak mudalah yang diakui para Juri Aga Khan. Adapun karya yang menurut dia
diapresiasi adalah Maduswara yang dimainkan pula oleh Kronos Quarter di New York,
Amerika Serikat, dan kota-kota besar lain di beberapa negara Eropa.
Pemenang sebutan khusus (special mention) datang dari
Aceh, yakni Zulkifli dan Bur’am. Enam professional seni terkemuka dari Azerbaijan,
Bahrain, India, Turki, Tunisia, dan Amerika Serikat, yakni H.E Shaikha Hala
bint Mohammed Al Khalifa, Franghiz Ali-Zadeh, Divya Bhatia, Rachel Cooper,
Yurdal Tokcan, dan Dhafer Youssef, memutuskan para pemenang Aga Khan Music
Awards.
Para pemenang terpilih dari 400 nomine dari berbagai penjuru.
Mereka dinilai para juri sebagai musikus dan pendidik music yang berkontribusi
terhadap pelestarian dan pengembangan warisan music yang berkelanjutan, juga memanfaatkan
kekuatan musik untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sosial dan lingkungan.
Para pemenang akan berbagi hadiah sebesar US$500 ribu serta peluang pengembangan professional. Peluang ini termasuk komisi untuk pembuatan karya baru, kontrak rekaman dan manajemen artis, dukungan bagi inisiatif pendidikan percontohan, serta konsultasi teknis atau kuratorial buat proyek pengarsipan, pelestarian, dan penyebaran musik. Mereka akan menerima penghargaan tersebut di Muskat, Oman. Bersamaan dengan penghargaan Aga Khan for Architecture award pada 29-31 Oktober mendatang.
Para peraih Aga Khan Music Awards 2022 adalah Peni Candra Rini (Indonesia), Zakir Hussain (India), Afel Bocoum (Mali), Asin Khan Langa (India) Coumbane Mint Ely Warakane (Mauritania), Daud Khan Sadozai (Afganistan), Soumik Datta (Inggris), Yahya Husein Abdallah (Tanzania), Yasamin Shahhoseini (Iran), dan Zarsanga (Pakistan). Adapun pemenang special mention adalah Dilshad Khan (India), Golshan Ensemble (Iran), Sain Zahoor (Pakistan), Seyyed Mohammad Musayi dan Mahoor Institute (Iran), serta Zulkifli dan Bur’am (Indonesia).
Oleh para juri, Peni dinilai sebagai komponis, vokalis, dan
pendidik Indonesia yang berimprovisasi dengan pengetahuannya tentang seni
pertunjukan tradisional Indonesia yang cukup luas dan menginformasikan
penciptaan karya-karya barunya yang diproduksi di seluruh dunia.
Peni Candra Rini tak pernah menyangka bisa menapaki panggung-panggung
dunia saat kecil. Lahir pada 22 Agustus 1983 di Desa Ngentrong, Campurdarat, Tulungagung, Jawa
Timur, Peni tumbuh di lingkungan keluarga seniman tradisional, Ayahnya seorang
dalang, sementara kakeknya pemain alat music gender. Sejak kecil ia mengikuti berbagai
lomba olah suara. Ia memperdalam ilmu di Sekolah Menengan Karawitan Indonesia
dan ISI Surakarta.
Ia pun sempat bergabung dalam kelompok Sono Seni Ensemble
bentukan I Wayan Sadra dan menjadi sinden untuk karya Rahayu Supanggah bersama
kelompok Garasi Seni Benowo. Ia kemudian diangkat sebagai anak oleh Rahayu.
Sang maestro agaknya melihat bakat terpendam dalam diri Peni dan mengasahnya
dengan mengajaknya tampai di berbagai pentas.
Hasilnya, Peni berhasil melompat dari satu titik ke titik,
mulai melanglang buana dengan kemampuan vocal sebagai sinden, penembang Jawa
yang kemudian mengeskplorasi tembang itu menjadi kontemporer. Ia tampil di
berbagai panggung Internasional di Asia, Eropa, dan Amerika. Sebagai komponis
ia sudah menciptakan ratusan tembang serta 12 album yang diproduksi di Amerika
Serikat. Karya-karya itu beredar di luar negeri dan malah lebih dikenal di
sana.
Peni bukan hanya seorang komponis perempuan yang diperhitungkan.
Sehari-hari ia mengajar di almamaternya,bahkan meraih gelar doktor pada April
lalu. Ia juga menjadi dosen tamu di beberapa
universitas di Amerika Serikat dan Eropa.
“Saya tidak pernah membayangkan, tak pernah terbayang. Dulu
saya takut bermimpi karena tidak punya apa-apa kecuali suara dan tradisi. Saya Cuma
yakin bergerak dan pintu akan terbuka” ucapnya.
Juli lalu, karyanya tampil di Goodman Arts Centre Singapura.
Ia baru saja unjuk karya dalam perhelatan Indonesia Bertutur di Kawasan Candi
Borobudur, Magelang. Tampil dalam konser tunggal terbatas yang diselenggatakan
Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam rangkaian acara pertemuan G-20 di
Prambanan, Daerah Istimewa Jogjakarta. “Waktu itu saya membawakan karya
berjudul air, tentang ancaman plastic, merenung dan mereka menangis” kata Peni
yang sebelumnya menghasilkan karya Swarnadwipa berkolaborasi dengan Kitapoleng
Bali. Sepak terjangnya inilah yang membuat para juri sudah mengintip semua
aktivitas Peni.
Peni akan mengikuti acara diplomasi kebudayaan dunia melalui
program residensi dalam OneBeat X di Taos, New Mexico, Amerika Serikat, pada 17
Oktober-7 November. Setelah menerima penghargaan Aga Khan, dia akan terbang ke
Nex Mexico dan kemudian ke Los Angeles untuk memberikan workshop dan bertemu
dengan pengelola Skirball Museum. Ia juga sudah menyimpan agenda pada 2023
berupa konser istimewa dengan Kronos Quartee, kelompok music berbasis di San
Francisco. USA.
No comments :
Post a Comment