Jalan-Jalan di Bandung

“Halo-halo Bandung
Ibu kota Periangan
Halo-halo Bandung
Kota inget-ingetan
Atos lame abdi
Patebih henteu patingal
Mugi-mugi ajeuna tiasa tepang deui
‘tos tepang ‘teu penasaran”


Kota Bandung tempat saya menghabiskan masa kecil ini memiliki begitu banyak daya tarik. Dari mulai sejarah, arsitektur, kuliner, budaya, fashion, dan berbagai industri kreatifnya yang berkembang pesat.

Jalan layang Pasopati

Sejarah

Kisah kota Bandung bermula pada tahun 1810 sejak Daendles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menancapkan tongkat di pinggir sungai Cikapundung , seraya berujar, “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”). Sekarang tempat itu menjadi titik pusat atau KM 0 kota Bandung.

KM nol kota Bandung

Pada 24 Maret 1946 pun tercatat dalam sejarah sebagai hari terjadinya peristiwa penting, yaitu pembumihangusan kota Bandung oleh para pejuang kemerdekaan, yang dikenal dengan Bandung Lautan Api.

Sketsa pengungsian

Keluarga saya kala itu bagian dari rakyat Bandung yang mengungsi. Kami mengungsi ke Sumedang dan menjalani masa-masa yang sulit. Perjalanan ditempuh dengan naik pedati (roda), dan sepanjang jalan Ibu menggendong kakak Arifin, yang baru berumur setahun, sedang saya sendiri baru akan lahir setahun kemudian.
(Lihat juga artikel: Mengungsi ke Sumedang)

Arsitektur

Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki bangunan art deco terbanyak di dunia.

Gedung Sate, karya arsitek Ir. Gerber.

Ornamen tiang yang berbentuk tusuk sate dengan 6 bulatan melambangkan biaya pembuatannya yang menghabiskan 6 juta Gulden.

Gedung Bank Indonesia

Gedung Bio Farma

Gedung Kantor Pos Pusat

Grand Hotel Preanger, karya arsitek Schoemakker dibantu strukturnya oleh Soekarno, 1929.

Hotel yang letaknya hanya beberapa meter dari kilometer nol kota ini telah berperan dalam penyediaan akomodasi untuk berbagai macam konferensi nasional maupun internasional. Di antaranya adalah Konferensi Pabrik Gula (1896), tiga kali Konferensi Kina (selama periode 1910-1930), Kongres Sarekat Islam (1916), Konferensi Teh Internasional (1924), Fourth Pacific Science Congress (1929), dan yang paling sering disebut adalah Konferensi Asia-Afrika (1955).

Kami dengan PT. Bina Inti Dinamika sejak tahun 1984 mulai mengambil alih pengelolaan hotel ini dari Pemda yang saat itu mengalami kesulitan pengelolaan. Maka renovasi pun dilakukan oleh biro arsitek Atelier 6 dengan tetap mempertahankan arsitektur lama. Grand opening unit gedung baru berlangsung pada Februari 1990.

Grand Preanger

Playground di dalam hotel Preanger

Grand Hotel Preanger

Bersama Hendro Martono, di lobby Grand Hotel Preanger


Kuliner

Jalan-jalan ke Bandung tentu tak lengkap tanpa wisata kuliner. Ada begitu banyak pusat jajanan, kafe dan restoran di Bandung yang dapat menjadi pilihan.

Café Wale, Dago

PT Rasa, nice ice creams in here...

Bersama pakar kopi, Adi Taroepratjeka & istri

Budaya

Karya pengrajin di Kebon Awi, Dago.

Bersama anak-anak di Kebon Awi, Dago.

Berlatih siilat

Para pengrajin memainkan musik daerah

Bersama pakar tari Sunda, Irawati.

Bersama Bulantrisna Djelantik, pendiri sanggar tari Bali di Bandung.

Halaman Fak. Seni Rupa & Desain ITB

Kampus Ganesha, kampus kenangan…

1 comment :

Cermin_moi said...

Pa dedi
sekian tahun yg lalu saya membuat elemen estetis untuk hotel preanger dan sampai sekarang nmasih tampil menyambut tamu tamu di front office hotel preanger
saya menikmati tulisan 2 anda diblog ini............Lama tak jumpa ,masih kenalkah ?
salam
rini