Minggu lalu, secara kebetulan saya bertemu arsitek Budi Pradono di Bali, dan kami sepakat untuk meninjau sebuah pabrik kayu daur ulang jati di Blora.
Semalam di Jogja
Kami terbang dari Bali ke Jogja dan menginap semalam di hotel Ibis Yogyakarta.
Biduanita di Ibis hotel
Pemain biola berbakat, mahasiswi ISI Jogjakarta
Purwodadi nan damai
Esok paginya, segera setelah sembahyang Subuh, kami meluncur ke Blora melalui Purwodadi.
Landscape di Purwodadi
Kami tak pernah membayangkan bahwa kota Purwodadi rupanya sebuah kota yang asri dengan pola hidup pertanian dan peternakannya yang membuat suasana kehidupan di sana terasa tenang dan damai.
Pasar hewan di Purwodadi
Bersama penjual bibit jati di Purwodadi
Di mana-mana diperjualbelikan bibit jati yang hanya seharga Rp. 800 per pohon, hingga Budi Pradono tak tahan untuk memborong bermacam bibit untuk ditanamnya di Jakarta.
Setelah menikmati sarapan di pasar Purwodadi, kami meluncur ke Blora.
Cerita dari Blora
Blora dikenal sebagai salah satu daerah utama penghasil kayu jati berkualitas tinggi di pulau Jawa. Sesampainya di sana, kami mengunjungi pabrik kayu milik Yulianto, seorang pengusaha pribumi muda yang sungguh membanggakan.
Pabriknya itu berprinsip tidak mau menebang jati, melainkan hanya mau mendaur ulang. Di sekeliling pabrik, mereka menanam jati dengan suatu kontrak (janji) untuk tidak akan ditebang selama 30 tahun.
Meja siap ekspor ke Eropa
Dari pabrik, kami menuju pantai Juana mencari perahu bekas dari jati untuk dibuat dek kayu bagi kolam renang kami yang sedang dibangun di Jakarta.
Kami prihatin demi melihat para nelayan dengan kondisi kehidupan yang sulit di sepanjang pantai itu.
Setelah membeli lima buah perahu, kami menuju warung makan untuk mencoba sate ayam, kambing dan gulai khas Blora yang rasanya luar biasa.
Akhirnya, setelah puas berkeliling, kami pun meluncur ke Semarang, mengejar pesawat pulang ke Jakarta.
No comments :
Post a Comment