Life is about storytelling. The rest, is just details.
(Salman Aristo)
Bagi penggemar film-film nasional pasti tak asing lagi dengan sosok Salman Aristo. Ia adalah penulis skenario layar lebar yang empat filmnya, yaitu Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta, Sang Pemimpi dan Garuda di Dadaku masih bertengger di sepuluh besar film Indonesia terlaris sejak 2007. Ia telah menerima 8 nominasi skenario terbaik di Festival Film Indonesia sejak 2005, dan plakat skenario terbaik dari Farabi Children International Film Festival di Isfahan, Iran, untuk Sang Pemimpi.
Salman Aristo memang menyukai film dan menulis sejak kecil. Di umurnya yang masih lima tahun, ia sering diajak orangtuanya ke gedung bioskop untuk menonton film Warkop. Sejak dari kecil itulah dirinya menjadikan menonton sebuah kegiatan utama. Sampai akhirnya ia kuliah di Universitas Padjajaran Bandung dengan mengambil jurusan jurnalistik. Hobi menulisnya ia tuangkan dengan menulis skenario film pendek, tapi itu semua menurutnya, film dan menulis skenario hanya sekedar hobi, karena ia lebih memilih bermusik.
Jalan menuju dunia film terbuka lebar saat dirinya menjadi wartawan di majalah musik, Trax Magazine. Ia memegang rubrik film kala itu. Rubrik film yang ia pegang membuatnya banyak bertemu dengan orang-orang film seperti Hanung Bramantyo, Rizal Mantovani, dan Erwin Arnada yang memberikan banyak peluang untuknya terjun di dunia film. Ia pun bergabung dengan Komunitas Film, Kine 28.
Dan tanpa disangka, dalam kurun waktu 2 tahun ia berhasil menulis lima skenario: Brownies, Catatan Akhir Sekolah, Cinta Silver, Jomblo, dan Alexandria. Disaat dirinya rehat dari dunia film, ia mencoba terjun di FTV. Sebanyak 3 judul berhasil ia kerjakan. Selesai FTV barulah dirinya ditawari untuk mengerjakan film yang menjadi box office selama berminggu-minggu, "Ayat-Ayat Cinta", yang pengerjaan naskahnya ia lakukan secara kolaboratif dengan istrinya, Ginatri S Noer.
Meski telah banyak meraup kesuksesan, perjalanan Salman sebenarnya tidak selalu lancar dan mulus. Ia juga pernah mengalami penolakan dan kegagalan. "Di awal karier saya, pernah ada dua skenario saya yang hingga kini tidak tahu nasibnya. Gagal diproduksi tanpa sebab yang pasti. Kalau penolakan, sampai sekarang pun masih ada cerita saya yang ditolak. Hal ini tidak menghentikan langkah saya dalam menulis film. Saya sudah menetapkan diri untuk menjadikan dunia penulisan cerita sebagai pilihan hidup saya," demikian ujarnya saat diwawancara oleh AreaMagz.
Untuk yang ingin mengikuti jejaknya sebagai penulis skenario, Salman berpesan, "Pertama, jadilah penulis skenario yang sadar bahwa mereka mengerjakan dengan menggunakan medium yang sangat luar biasa sekali. Jadi tanggung jawabnya juga harus disadari betul. Kedua, kalau memang ingin jadi penulis skenario, jadilah selalu berusaha yang terbaik. Dan yang paling penting adalah, kuasai dasarnya dulu. Selalu berkembang, selalu tumbuh. Jadilah penulis skenario yang selalu mau belajar. Itu yang akan membuat kita menjadi penulis skenario yang akan terus tumbuh jadi lebih baik," demikian seperti dikutip oleh Hanan Novianti di blognya.
Dalam berkarya, Salman mengaku selalu berusaha menjadi otentik ketimbang orisinal. Menurutnya, otentik adalah lebih dekat dengan khas, unik dan akhirnya jujur. Ia tidak pernah merasa jenius. Atau terpilih. Ia dianugerahi cinta keras kepala yang dijaganya dengan kerja keras.
Sumber:
salmanaristo.com
indonesianfilmcenter.com
areamagz.com
kacanako.wordpress.com
No comments :
Post a Comment