Banyak kenangan yang terpatri di ingatan saya mengenai Tokoh Bahasa Jus Badudu. Pada tahun 1985 bersama Aristides Katoppo ia menghidupkan kembali Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dicetak terakhir tahun 1954. Buku rujukan ini terbit pada tahun 1994 dan beberapa kali dicetak sampai sekarang oleh Pustaka Sinar Harapan.
Beliau merantau dari Gorontalo bersama ayah Almarhum Jusuf Panigoro. Jus Badudu pulalah yang memberi nama putri pertama saya, Gita Kemala, yang lahir 8 Juni 1980 di Bandung. Semoga beliau tenang di peristirahatannya kini.
-- DSP
Jus Badudu
(Sumber gambar: Wikipedia)
Gita Kemala, nama pemberian Jus Badudu
Selamat Jalan Jus Badudu, Sang Pahlawan Bahasa
Oleh CORNELIUS HELMY, Kompas, 14/3/2016
"Ada pakar bahasa kita yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa malaikat karena keberadaannya di tengah-tengah bangsa yang sangat bhinneka memang menakjubkan. Seperti sesuatu yang mustahil, tetapi dalam kenyataannya memang ada."
Membaca tulisan Jusuf Sjarif Badudu berjudul "Bahasa Indonesia Setelah 50 Tahun Indonesia Merdeka" di harian Kompas, 22 Agustus 1995, itu meninggalkan kesan mendalam. Satu dari ratusan artikelnya itu memberi pelajaran berharga tentang kekuatan bahasa Indonesia yang sukses menyatukan perbedaan bangsa ini. Lebih dari separuh hidupnya didedikasikan untuk bahasa Indonesia.
Kini, sosok yang akrab dipanggil Jus Badudu itu telah tiada. Lewat upacara pemakaman militer, jenazah penerima Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001), dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007) itu dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/5) pukul 11.10.
Hari Sabtu, ahli tata bahasa Indonesia dan Guru Besar Linguistik Universitas Padjadjaran itu meninggal dunia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung akibat komplikasi penyakit. Sebelumnya, dia sempat dirawat karena stroke dan alzheimer.
Dia meninggal dalam usia 89 tahun. Hari wafatnya sepekan menjelang ulang tahunnya yang ke-90. Pria kelahiran Gorontalo itu meninggalkan 9 anak, 23 cucu, dan 2 cicit. Dia menyusul kepergian istrinya, Eva Henriette Alma Koroh, yang lebih dulu meninggal pada 16 Januari 2016 dalam usia 85 tahun.
"Terima kasih kepada negara yang telah memberikan tempat terhormat kepada almarhum," kata Rizal Badudu, salah seorang anak JS Badudu.
Bahasa Indonesia sebetulnya bukan pilihan utama JS Badudu. Dia awalnya ingin mendalami matematika. Namun, karena saat itu jatah mempelajari matematika sudah terisi penuh, tekadnya menjadi guru di tanah Jawa membawanya pada bahasa Indonesia.
Dia lalu telanjur jatuh cinta pada bahasa Indonesia dan mengangkatnya ke tempat tertinggi melalui puluhan judul buku. Beberapa di antaranya bahkan dibuat saat sudah terserang stroke. Beberapa bukunya, seperti Pelik Pelik Bahasa Indonesia (1971), Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (1993), Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Revisi Kamus Sutan Muhammad Zain (1994), Kamus Kata-Kata Serapan Asing (2003),dan Kamus Peribahasa (2008), menjadi rujukan penting hingga kini.
Murwidi, salah seorang menantu JS Badudu, mengatakan, hingga akhir hayatnya, semangat JS Badudu tak padam. Dia masih ikut menyelesaikan revisi lanjutan Kamus Bahasa Indonesia. Buku itu direncanakan terbit Oktober tahun ini.
"Menjadi guru sejak berusia 15 tahun dan baru berhenti pada usia 80 tahun. Bukan karena ingin beristirahat, tapi karena kondisi fisiknya menurun," katanya.
Selamat jalan, Pahlawan Bahasa....
No comments :
Post a Comment