FESTIVAL KOPI NUSANTARA: Mengenal Indonesia Melalui Kekayaan Kopi Nusantara

Oleh: AYU PRATIWI/SIWI YUNITA/DAHLIA IRAWATI




Festival Kopi Nusantara yang berlangsung pada 19-22 Juli 2018 di Bentara Budaya Jakarta memperkenalkan beberapa kopi dari sejumlah daerah. Melalui festival ini, seluruh pihak terkait, dari petani, pemerintah, dan pemain kopi, dapat saling bertemu dan berbagi.



JAKARTA, KOMPAS – Harian Kompas bekerja sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk menggelar Festival Kopi Nusantara yang berlangsung Kamis (19/7/2018) hingga Minggu (22/7/2018) mendatang di Bentara Budaya Jakarta. Festival Kopi Nusantara merupakan rangkaian ekspedisi jurnalistik harian Kompas bertema Jelajah Kopi Nusantara yang digelar sejak April 2018.
Festival Kopi Nusantara menjadi cara Kompas “mengenalkan” Tanah Air Indonesia kepada pembaca dan khalayak ramai. Festival Kopi Nusantara dibuka secara resmi oleh Menteri Desa, Pembanguan Daerah  Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, bersama dengan Pimpinan Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo dan  Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo.
Festival menghadirkan stan petani kopi dari beberapa wilayah seperti kopi Jayawijaya Papua, kopi Jambi, kopi Sumba Barat Daya, kopi Malang (Sridonoretno Dampit), dan aneka kopi Sumatera dari Lampung, Jambi, Sumatera Utara (Mandailin, Lintong, Karo dan Sidikalang) hingga Aceh (kopi gayo). Di luar itu, ada sejumlah stan kedai kopi dan kedai alat-alat kopi, pameran foto tentang kopi selama pelaksanaan  Jelajah Kopi Nusantara, serta diskusi, kompetisi roasting dan brewing.
“Bagi Kompas, Pak Jakob Oetama selalu mengajak generasi muda untuk mengenal tanah air. Untuk itu, Kompas dengan bantuan dari Bank BRI, menggali cerita tentang kopi. Karena bercerita soal kopi juga bercerita soal Indonesia itu sendiri,” ucap Budiman Tanuredjo, Pemimpin Redaksi harian Kompas, saat pembukaan Festival Kopi Nusantara di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (19/7/2018) malam.

Bagi BRI, keterlibatan salah satu bank BUMN terbesar di Tanah Air dalam Festival Kopi dan Jejajah Kopi Nusantara adalah bagian dari komitmen mereka membantu petani. Menurut Haru, jumlah produksi kopi di Indonesia nomor tiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. “Kalau konsumsi kopi di Indonesia meningkat, saya yakin kita bisa menjadi produsen kopi nomor satu di dunia,” ujarnya.
Hingga kini, Bank BRI juga telah menyalurkan kredit sebesar Rp 1,4 triliun kepada 48.000 pengusaha kopi, dari penanam, produsen, hingga distributor. “Bank BRI juga berkomitmen untuk membatu petani dan pelaku kopi memajukan Kopi Nusatara,” kata Haru.
Eko percaya, kopi memiliki potensi ekonomi yang besar melalui nilai tambahnya, seperti proses produksinya, kemasannya, dan cara menyajikannya. “Kopi dalam bentuk bean saja nilai tambahnya sedikit. Apabila proses produksi, kemasan, dan cara menyajikannya baik, nilai tambahnya bisa tinggi sekali,” tuturnya.
Bagi Eko, animo masyarakat untuk konsumsi kopi semakin besar. “Pembangunan cafĂ© juga diperlukan di sektor pariwisata. Peluang ini bisa membuka lapangan kerja dan mempercepat perkembangan ekonomi di desa. Bondowoso misalnya, kini menjadi daerah penghasil kopi yang dikenal dengan republik kopi. angka kemiskinan turun dari 24 persen menjadi 14 persen,” ucapnya.
Eko mengharapkan kopi bisa menjadi bagian kebangkitan rakyat. Di sejumlah daerah,kopi benar-benar memberi manfaat. “Bondowoso misalnya, kini menjadi daerah penghasil kopi yang dikenal dengan republik kopi. angka kemiskinan turun dari 24 persen menjadi 14 persen,” katanya.
Jelajah Kopi Nusantara
Untuk menceritakan kisah mengenai kopi nusantara itu kepada masyarakat, Kompas bersama Bank BRI menggelar liputan jurnalistik dalam bentuk “Jelajah Kopi Nusantara” pada Maret hingga Mei 2018.
Eksplorasi itu mengungkapkan sejumlah persoalan yang dihadapi industri kopi dalam negeri, seperti produktivitas kopi yang masih rendah, yakni rata-rata 0,5 ton per hektar per tahun, kurangnya pendampingan kepada para petani, kualitas bibit tanaman yang rendah, panen yang belum matang, penanganan pasca panen yang belum optimal, serta teknologi pengolahan yang masih tergantung dengan produk impor.
Festival Kopi Nusantara yang berlangsung pada 19-22 Juli 2018 di Bentara Budaya Jakarta merupakan rangkaian dari eksplorasi itu dan memperkenalkan beberapa kopi dari sejumlah daerah, yakni Aceh (Gayo), Sumatera Utara (Sidikalang dan Mandailing), Jambi (Kerinci dan Liberika Tungkal), Lampung, Malang (Dampit), Bondowoso (Ijen), Flores (Bajawa dan Manggarai), Sumba, dan Papua (Pegunungan Jayawijaya dan Dogiai). Jenis kopi yang dipamerkan adalah Arabica, Robustam dan Liberika.

Melalui festival ini, seluruh pihak terkait, dari petani, pemerintah, dan pemain kopi, dapat saling bertemu, berbagi, mengevaluasi, serta membangun komitmen untuk mendongkrang kualitas dan kuantitas komoditas kopi sesuai standar pasar.
Selain pameran kopi, kegiatan dan hiburan lain juga akan digelar, seperti diskusi, pameran foto hasil liputan “Jelajah Kopi Nusantara”, kelas roasting kopi, kompetisi manual browing, cup tastes, peramal, dan live music.
Diskusi mengenai persoalan, tantangan, dan masa depan industri kopi di Nusantara akan digelar pada Jumat (20/7/2018), Sabtu (21/7/2018), dan Minggu (22/7/2018). Acara itu akan menghadirkan pembicara dari instansi terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Asosiasi Kopi, Produsen Peralatan Kopi, serta pengamat ekonomi.
Festival ini juga akan memarken sejumlah peralatan untuk pengolahan kopi, seperti mesin roasting, pada 20-22 Juli 2018. Selama empat hari, Festival Kopi Nusantara dimulai pukul 10.00-21.00, tidak dipungut biaya, dan terbuka untuk siapa pun.

Dikutip dari Kompas edisi 19 Juli 2018

No comments :