Denny Chasmala; musisi, arranger, pencipta lagu, dan produser musik. |
Denny Chasmala bukan sembarang gitaris. Dia juga mengaransemen musik, jadi produser, dan bikin lagu pop laris. Karakternya tergambar dari lagu-lagunya: riang, jenaka, menyenangkan, dan hangat. Vespa ada di antaranya.
Lebih dari tiga dekade, Denny Chasmala fokus menekuni musik; bukan cuma sebagai penampil, melainkan juga bertungkus-lumus di belakang layar. Salah satu lagu ciptaannya, ”Berharap Tak Berpisah”, masih memeriahkan pesta hingga sekarang. Kini dia merambah lagu anak. Ada sisi kekanakannya yang tersalurkan sembari mengurusi ”mainan” berwujud Vespa.
Sepekan belum lewat sejak Denny mengorkestrasi enam puluhan musisi dan vokalis pada acara Gitaris untuk Negeri: Donasi untuk Cianjur di Bentara Budaya Jakarta. Denchas, begitu dia mengenalkan diri, sudah punya rencana lain: berkonser bareng puluhan gitaris lainnya di tahun 2023. Dia baru saja bertemu gitaris Dewa Budjana dan Kongko Cadillac membicarakan rencana itu.
Menjelang sore yang mendung pada Selasa (13/12/2022), Denny baru tiba di rumahnya di sebuah kompleks yang teduh tak jauh dari Bandara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten. Dia menunggang skuter Vespa VNB produksi 1952 berwarna merah menyala seperti cabai. Bagian belakang jok Vespa itu dimodifikasi dengan sandaran tinggi supaya istrinya nyaman dibonceng, atau agar gitar yang sering dia sandang tidak jatuh.
Vespa itu adalah kepanjangan kakinya. Banyak pentas dia sambangi menunggang Vespa, sembari memanggul gitar Yamaha di punggungnya. Tapi, itu bukan satu-satunya kendaraan roda dua yang dia punya. ”Itu garasi (mobil) isinya motor semua, kebanyakan Vespa, ada juga Lambretta,” katanya. Di depan pintu garasi sebuah motor trail KTM sedang parkir. Di ruang keluarga ada juga motor bergaya cafĂ© racer Royal Enfield 350 cc.
Lebih banyak punya gitar atau motor? ”Hmm… Masih (banyakan) gitar, sih,” katanya agak ragu-ragu. Andai saja dia tidak menjual sebagian koleksi motornya karena seret pentas di masa awal pandemi, mungkin jawabannya berbeda. Motor dan gitar adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan dari hidup Denny.
Ketika bermotor, banyak momentum musikal yang dia rasakan. ”Sering sengaja malam-malam keliling naik Vespa. Begitu pulang, birama getaran mesin Vespa masih terasa. Ini membantu melancarkan inspirasi kerja,” katanya.
Sering sengaja malam-malam keliling naik Vespa. Begitu pulang, birama getaran mesin Vespa masih terasa. Ini membantu melancarkan inspirasi kerja.
Memang, kesukaannya pada musik, terutama gitar, sudah ada sejak dia masih kecil. Ayahnya, mendiang Chandra Chasmala, adalah musisi jazz yang sering manggung di acara TVRI dan juga kelab malam. Musik sudah menjadi bagian dari masa kanak-kanaknya. Kecintaannya pada ”kuda besi” baru muncul setelah menikah dengan Sarie di tahun 2004.
”Padahal, dulu gueenggak bisa naik motor. Bokap ngelarang naik motor dengan alasan keselamatan. Pas istri hamil sebulan, malah gueyang kayaknya ngidam. Setiap dengar suara Vespa selalu nengok,” kata Denny yang akan berusia 50 tahun pada 2023 mendatang ini. Sejak itulah motor jadi bagian hidupnya.
Putra sulungnya dia beri nama Piaggio, persis nama perusahaan pembuat Vespa. Putra keduanya bernama Innocenti Lambretta, juga salah satu seri skuter. Putra bungsunya bernama Arjuna, tak berhubungan dengan motor. Namun, dengan koleksi dan kesenangannya menunggang motor, Denny mengakui bahwa dirinya ”anak motor”.
Itu jadi salah satu predikat yang tersandang pada dirinya. Predikat lain berderet-deret, bertalian dengan musik. Denny adalah gitaris, produser, penulis lagu, arranger, konduktor, dan ”anak band”. Dia pernah membentuk band bernama Ultra dan Sabila, yang masing-masing pernah menghasilkan album, tapi rezekinya tidak di situ. Dua band itu tak berkembang.
Gitaris cabutan
Denny lebih laris sebagai pemusik cabutan, atau istilah kerennya session player. Dia mengiringi solois, atau gitaris tambahan untuk band; baik di studio maupun panggung. Belakangan ini, Denny lagi sering manggung bersama Mohammad Istiqamah Djamad, alias Is yang bernama panggung Pusakata.
Salah satu pentas Denny mengiringi Pusakata terjadi di Festival Jazz Gunung Bromo pada Juli 2022 silam. Di acara itu, Denny tak cuma manggung sekali. Dia juga mengiringi duet Ian Antono dan Achmad Albar, duo rocker legendaris. Denny girang bukan kepalang main bareng mereka, meski, katanya, bayarannya enggak gede-gede amat.
”Gue enggak mikirin bayaran, yang penting gede,” katanya tertawa-tawa. Obrolan kami diselingi banyak tawa.
Main sebagai musisi panggilan, katanya, adalah pekerjaan yang masih menyenangkan baginya. Soalnya, lagu yang dimainkan sudah dihafal karena dimainkan berulang-ulang, jam kerjanya pendek saja, dan dia tak perlu menonjolkan ego karena bukan dia sorotan utamanya. Dia masih mau diajak manggung demi alasan pragmatis. Lagi pula, main bersama Is Pusakata, yang notabene adalah murid gitarnya, bisa melanggengkan eksistensi Denny di kancah musik masa kini.
Pekerjaan ini sudah dilakoni Denny sejak masih remaja. Semula, dia adalah penjaga studio musik di sekitar rumahnya kala itu di Rawamangun, Jakarta Timur. Ketika studio tidak disewa, Denny berlatih gitar. Modal bakat dan sedikit wawasan bermusik ia dapat dari sang ayah yang bercerai dengan ibunya. Denny memilih tinggal bersama ibunya.
Demi uang saku dan membiayai hidup bersama ibunya, Denny bermain musik secara reguler di kafe-kafe atau kelab malam. Reza Artamevia, teman satu sekolahnya di SMA 36 Jakarta, adalah vokalis bandnya. Ahmad Dhani, pentolan band Dewa 19, sering datang ke kafe itu ketika Denny dan bandnya main. Di kemudian hari, Dhani mengajak Reza sebagai vokal latar Dewa, dan memproduseri album solonya.
”Bisa dibilang Dhani yang masukin gue ke industri musik. Dia ngenalin gueke musisi-musisi lain sebagai gitaris, sebagai arranger,” ujarnya. Perkawanannya dengan musisi makin lebar.
Reza, yang kariernya moncer berkat dua abum yang diproduseri Dhani, menghubungi Denny waktu mau menggarap album ketiganya. ”Dia minta dibuatin lagu. Gue sudah kenal lama dia, kan. Guecuma tanya lagu bagaimana yang dia mau, referensinya apa,” kenang Denny, yang membeli rumah dari menjual 60 gitar miliknya dan mengerjakan dua lagu iklan komersial.
Dalam waktu singkat, terciptalah lagu ”Berharap Tak Berpisah” yang dimuat di album Keyakinan keluaran 2002. Tak dinyana, lagu itu sukses, dan ”hidup” lagi beberapa tahun belakangan di arena karaoke dan pesta-pesta kaum muda di kelab malam. Lagu ciptaan Denny lainnya yang masih bergaung hingga hari ini adalah ”Pilihlah Aku” yang dibawakan Krisdayanti di album Cahaya keluaran 2004.
Kerja cepat
Dua contoh lagu terkenal itu digarap Denny dalam waktu singkat. Cara kerjanya memang demikian: spontan dan cepat. Sebelum menulis lagunya, dia perlu mengobrol dengan calon penyanyinya. Setidaknya, penyanyinya sudah harus tahu apa yang diinginkan. Kata ”terserah” dari calon penyanyinya susah dia terjemahkan.
”Membangun mood dengan penyanyi atau band itu perlu banget. Kalau dirasa mood sedang tidak bagus, ajak ngobrol dulu topik-topik lain di luar musik. Kalau sudah nyaman, baru jalan,” kata Denny yang memang betah mengobrol berlama-lama itu.
Denny kemudian mengangkat gitar akustik di depannya. Dia mau menunjukkan betapa cepat kerjanya mengarang lagu. Dia memainkan rangkaian akor yang terdengar enak. ”Ini satu lagu,” ucapnya. Dia melanjutkan main satu pola lain. ”Ini satu lagu lagi. Cepat, kan,” katanya. Pola itu adalah bentuk dasar. Kalau mau diteruskan, satu lagu itu dikerjakan tekun selama sekitar tiga hari.
Sebagai penata musik, Denny juga pernah mengerjakan album penyanyi Tere serta band D’Masiv dan Padi Reborn. Reputasinya sebagai peracik bunyi berlanggam pop telah terbangun kokoh. Di media sosial, berjibun komentar yang menyatakan kekaguman atas karya-karya Denny.
”Kerumunan” itu ia rawat dengan baik. Selain mengajar untuk calon guru gitar di Yamaha, Denny juga pernah membuka kelas daring saat senggang kala pandemi di tahun 2021. Dia membagi ilmu perihal penulisan lagu (songwriting), teknik gitar, penataan suara, hingga aransemen lagu.
Setelah berbincang hampir dua jam dan langit mulai menggelap, Denny menyalakan komputer dan pelantangnya. Dia memutarkan album yang bakal dirilis pada Januari 2023. Penyanyinya bukan pesohor ternama, melainkan bocah bernama Jenaka Mahalia Sudiro yang berusia 10 tahun. Jenaka adalah putri pasangan Tora Sudiro dan Mieke Amalia.
Bukan Tora atau Mieke yang mengajukan Jenaka menjadi penyanyi. Denny mengaku dialah yang meminta Jenaka bernyanyi karena melihat bakatnya. ”Ini pertama kali guebikin lagu anak-anak. Inspirasinya dari anak guesendiri melakukan apa saja waktu (pandemi) Covid,” katanya.
Ada enam lagu yang siap masuk album. Lagu andalannya adalah ”Peace, Peace, Peace” dengan irama pop yang riang. Ada juga lagu lain berjudul ”Hari Senin” dengan nuansa serupa. Kami menyimak lagu demi lagu sambil menyesap jamu beras kencur racikan Sarie. Segar dan hangat.
Ini pertama kali gue bikin lagu anak-anak. Inspirasinya dari anak gue sendiri melakukan apa saja waktu (pandemi) Covid.
Di album ini, Denny seolah menumpahkan imajinasi kekanak-kanakannya. Selama ini, nuansa bermain-main ala bocah terpancar dari celetukan dan aksesori yang dikenakan Denny. Di sebuah panggung, dia bisa memakai topi penerbang dan kacamata merah; di saat lain dia pakai topi joker aneka warna dan rias muka seperti badut.
”Musik dan lagu di album ini guebanget,” kata pengagum manga Doraemon dan Dragon Ball ini. Tahun 2023, dia berencana ke Jepang menyambangi Museum Dragon Ball. Tentunya tidak naik Vespa, dong.
Nama: Denny Farfi Chandra
Lahir: Surabaya, 20 Juli 1973
Lagu ternama:- ”Berharap Tak berpisah” (dibawakan Reza Artamevia)
- ”Pilihlah Aku” (dibawakan Krisdayanti)
- ”Penyesalan” (dibawakan Titi DJ)
Memang, kesukaannya pada musik, terutama gitar, sudah ada sejak dia masih kecil. Ayahnya, mendiang Chandra Chasmala, adalah musisi jazz yang sering manggung di acara TVRI dan juga kelab malam. Musik sudah menjadi bagian dari masa kanak-kanaknya. Kecintaannya pada ”kuda besi” baru muncul setelah menikah dengan Sarie di tahun 2004.
”Padahal, dulu gueenggak bisa naik motor. Bokap ngelarang naik motor dengan alasan keselamatan. Pas istri hamil sebulan, malah gueyang kayaknya ngidam. Setiap dengar suara Vespa selalu nengok,” kata Denny yang akan berusia 50 tahun pada 2023 mendatang ini. Sejak itulah motor jadi bagian hidupnya.
Putra sulungnya dia beri nama Piaggio, persis nama perusahaan pembuat Vespa. Putra keduanya bernama Innocenti Lambretta, juga salah satu seri skuter. Putra bungsunya bernama Arjuna, tak berhubungan dengan motor. Namun, dengan koleksi dan kesenangannya menunggang motor, Denny mengakui bahwa dirinya ”anak motor”.
Itu jadi salah satu predikat yang tersandang pada dirinya. Predikat lain berderet-deret, bertalian dengan musik. Denny adalah gitaris, produser, penulis lagu, arranger, konduktor, dan ”anak band”. Dia pernah membentuk band bernama Ultra dan Sabila, yang masing-masing pernah menghasilkan album, tapi rezekinya tidak di situ. Dua band itu tak berkembang.
Gitaris cabutan
Denny lebih laris sebagai pemusik cabutan, atau istilah kerennya session player. Dia mengiringi solois, atau gitaris tambahan untuk band; baik di studio maupun panggung. Belakangan ini, Denny lagi sering manggung bersama Mohammad Istiqamah Djamad, alias Is yang bernama panggung Pusakata.
Salah satu pentas Denny mengiringi Pusakata terjadi di Festival Jazz Gunung Bromo pada Juli 2022 silam. Di acara itu, Denny tak cuma manggung sekali. Dia juga mengiringi duet Ian Antono dan Achmad Albar, duo rocker legendaris. Denny girang bukan kepalang main bareng mereka, meski, katanya, bayarannya enggak gede-gede amat.
”Gue enggak mikirin bayaran, yang penting gede,” katanya tertawa-tawa. Obrolan kami diselingi banyak tawa.
Main sebagai musisi panggilan, katanya, adalah pekerjaan yang masih menyenangkan baginya. Soalnya, lagu yang dimainkan sudah dihafal karena dimainkan berulang-ulang, jam kerjanya pendek saja, dan dia tak perlu menonjolkan ego karena bukan dia sorotan utamanya. Dia masih mau diajak manggung demi alasan pragmatis. Lagi pula, main bersama Is Pusakata, yang notabene adalah murid gitarnya, bisa melanggengkan eksistensi Denny di kancah musik masa kini.
Pekerjaan ini sudah dilakoni Denny sejak masih remaja. Semula, dia adalah penjaga studio musik di sekitar rumahnya kala itu di Rawamangun, Jakarta Timur. Ketika studio tidak disewa, Denny berlatih gitar. Modal bakat dan sedikit wawasan bermusik ia dapat dari sang ayah yang bercerai dengan ibunya. Denny memilih tinggal bersama ibunya.
Demi uang saku dan membiayai hidup bersama ibunya, Denny bermain musik secara reguler di kafe-kafe atau kelab malam. Reza Artamevia, teman satu sekolahnya di SMA 36 Jakarta, adalah vokalis bandnya. Ahmad Dhani, pentolan band Dewa 19, sering datang ke kafe itu ketika Denny dan bandnya main. Di kemudian hari, Dhani mengajak Reza sebagai vokal latar Dewa, dan memproduseri album solonya.
”Bisa dibilang Dhani yang masukin gue ke industri musik. Dia ngenalin gueke musisi-musisi lain sebagai gitaris, sebagai arranger,” ujarnya. Perkawanannya dengan musisi makin lebar.
Reza, yang kariernya moncer berkat dua abum yang diproduseri Dhani, menghubungi Denny waktu mau menggarap album ketiganya. ”Dia minta dibuatin lagu. Gue sudah kenal lama dia, kan. Guecuma tanya lagu bagaimana yang dia mau, referensinya apa,” kenang Denny, yang membeli rumah dari menjual 60 gitar miliknya dan mengerjakan dua lagu iklan komersial.
Dalam waktu singkat, terciptalah lagu ”Berharap Tak Berpisah” yang dimuat di album Keyakinan keluaran 2002. Tak dinyana, lagu itu sukses, dan ”hidup” lagi beberapa tahun belakangan di arena karaoke dan pesta-pesta kaum muda di kelab malam. Lagu ciptaan Denny lainnya yang masih bergaung hingga hari ini adalah ”Pilihlah Aku” yang dibawakan Krisdayanti di album Cahaya keluaran 2004.
Kerja cepat
Dua contoh lagu terkenal itu digarap Denny dalam waktu singkat. Cara kerjanya memang demikian: spontan dan cepat. Sebelum menulis lagunya, dia perlu mengobrol dengan calon penyanyinya. Setidaknya, penyanyinya sudah harus tahu apa yang diinginkan. Kata ”terserah” dari calon penyanyinya susah dia terjemahkan.
”Membangun mood dengan penyanyi atau band itu perlu banget. Kalau dirasa mood sedang tidak bagus, ajak ngobrol dulu topik-topik lain di luar musik. Kalau sudah nyaman, baru jalan,” kata Denny yang memang betah mengobrol berlama-lama itu.
Denny kemudian mengangkat gitar akustik di depannya. Dia mau menunjukkan betapa cepat kerjanya mengarang lagu. Dia memainkan rangkaian akor yang terdengar enak. ”Ini satu lagu,” ucapnya. Dia melanjutkan main satu pola lain. ”Ini satu lagu lagi. Cepat, kan,” katanya. Pola itu adalah bentuk dasar. Kalau mau diteruskan, satu lagu itu dikerjakan tekun selama sekitar tiga hari.
Sebagai penata musik, Denny juga pernah mengerjakan album penyanyi Tere serta band D’Masiv dan Padi Reborn. Reputasinya sebagai peracik bunyi berlanggam pop telah terbangun kokoh. Di media sosial, berjibun komentar yang menyatakan kekaguman atas karya-karya Denny.
”Kerumunan” itu ia rawat dengan baik. Selain mengajar untuk calon guru gitar di Yamaha, Denny juga pernah membuka kelas daring saat senggang kala pandemi di tahun 2021. Dia membagi ilmu perihal penulisan lagu (songwriting), teknik gitar, penataan suara, hingga aransemen lagu.
Setelah berbincang hampir dua jam dan langit mulai menggelap, Denny menyalakan komputer dan pelantangnya. Dia memutarkan album yang bakal dirilis pada Januari 2023. Penyanyinya bukan pesohor ternama, melainkan bocah bernama Jenaka Mahalia Sudiro yang berusia 10 tahun. Jenaka adalah putri pasangan Tora Sudiro dan Mieke Amalia.
Bukan Tora atau Mieke yang mengajukan Jenaka menjadi penyanyi. Denny mengaku dialah yang meminta Jenaka bernyanyi karena melihat bakatnya. ”Ini pertama kali guebikin lagu anak-anak. Inspirasinya dari anak guesendiri melakukan apa saja waktu (pandemi) Covid,” katanya.
Ada enam lagu yang siap masuk album. Lagu andalannya adalah ”Peace, Peace, Peace” dengan irama pop yang riang. Ada juga lagu lain berjudul ”Hari Senin” dengan nuansa serupa. Kami menyimak lagu demi lagu sambil menyesap jamu beras kencur racikan Sarie. Segar dan hangat.
Ini pertama kali gue bikin lagu anak-anak. Inspirasinya dari anak gue sendiri melakukan apa saja waktu (pandemi) Covid.
No comments :
Post a Comment