Memancing di Swan River Perth

Seorang pemuda Australia dengan lengan penuh tattoo dan memegang peralatan memancing menarik perhatian saya. Saat itu hari Sabtu, 14 Juni, ketika bersama sahabat, Rara Rengganis, sedang berada di kereta menuju Fremantle, Perth.

Pemuda yang bernama Jeffry Bruhns itu mengatakan bahwa ia ingin pergi memancing di North Fremantle, jadi akan berhenti di satu stasiun sebelum Fremantle. Katanya ia akan menuju Swan River, sebuah sungai yang terkenal di Perth karena keelokannya.


Saya langsung tertarik, karena sudah dua hari memang ingin sekali pergi ke pinggir sungai. Sepanjang perjalanan kami terus mengobrol. Rupanya usianya 28 tahun, dan ia belum bekerja dan masih tinggal bersama orang tuanya, hal yang tidak terlalu biasa terjadi pada masyarakat Barat.

Ternyata Jeff memiliki masa lalu yang cukup kelam. Ia tidak meneruskan sekolah setelah lulus SMA, katanya orang-orang tidak terlalu menyukai dia. Ia pun pernah tenggelam dalam dunia drugs, pernah digigit ular dan hampir mati keracunan. Oleh karenanya, salah satu tattoonya adalah gambar salib yang akan terus mengingatkan dia pada teman-temannya yang meninggal sebagai para korban drugs.

Tattoo lain di lengannya yaitu gambar burung phoenix, dolphin, naga dan scorpio serta simbol yin-yang. Masing-masing memiliki makna tersendiri yang mendalam baginya.Sepertinya, masa lalunya juga membuat ia tak hendak memiliki keyakinan agama apapun. Ia dulu seorang Kristen, tetapi sekarang, “Whatever,” katanya.

Lalu saya katakan padanya hadist favorit, yaitu, "Sebaik-baiknya umat Islam adalah yang berguna buat orang lain."

Saat itu Jeff mengangguk-angguk, dan saya katakan lagi padanya, "Kamu, pasti ada gunanya bagi umat manusia." Dan ia pun tersenyum dengan pancaran mata kebahagiaan.

Hari itu ia membawa kami naik ke atas bukit dan kemudian turun ke pinggir sungai dan memancing sejenak. Sungguh sebuah perjalanan yang menarik.


Teknologi, Reuni dan Musik

Perth yang berpenduduk sekitar 1,5 juta, merupakan kota terbesar keempat di Australia. Kota yang terkenal dengan sebutan “City of Light” ini kini menjadi ibukota negara bagian Australia Barat.

Konon, pada hampir dua ratus tahun yang lalu, Kapten Charles Fremantle yang menahkodai kapal HMS Challenger, mendarat di pesisir Barat pantai Australia. Ketika ia melihat ada angsa-angsa berkeliaran di sana, ia pun langsung memberi nama sungai itu Swan River.

Tempat kapten itu mendarat kini tumbuh menjadi kota pelabuhan yang ramai oleh turis, dan diberi nama sesuai dengan nama penemunya, Fremantle.

Tujuan kami berangkat ke kota ini pada hari Kamis lalu, 12 Juni 2008, adalah untuk meninjau Bentley Technology Precinct. Di kawasan ini terdapat institusi pendidikan, kantor-kantor pemerintah, pusat penelitian dan pengembangan, community centre serta fasilitas rekreasi. Kini, tengah dibangun perluasan area yang direncanakan sepuluh kali lipat dari yang sudah ada.


Proyek pembangunan Bentley Technology ini memang memfokuskan pada pengembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bertujuan untuk menciptakan sarana di mana modal sosial dapat tumbuh kembang melalui perencanaan arsitektur yang baik, serta penyediaan sarana berinteraksi bagi masyarakat. Mereka berupaya menghubungkan berbagai komunitas dan organisasi beserta ide-ide mereka hingga terbangun jaringan sosial. Jadi, konsep mereka adalah “Community of Minds.”

Di kawasan ini telah ada lebih dari 100 organisasi, dan mempekerjakan lebih dari 2500 karyawan serta menghasilkan sekitar $500 juta per tahun.

Kemudian, kami juga mengunjungi sahabat yang tinggal di kota ini, yaitu Yiyiek Gayatri beserta keluarga.


Yiyiek, Putu Swasti dan Rara, dulu bersama-sama membangun tiga buah hotel, yaitu Grand Hotel Preanger Bandung, Bali Imperial Hotel, dan Novotel Bukittinggi.


Kini, sudah sepuluh tahun, Yiyiek dan suaminya, Tomi Iskandar beserta dua putra mereka yang tampan, Audwin dan Albi, menetap di Perth. Tomi berkecimpung dalam bidang property, sedangkan Yiyiek yang lulus sarjana dari FE UI dan kemudian menggondol pascasarjana dalam bidang Counselling, kini aktif dalam kegiatan pendidikan untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.

Beruntung sempat pula kami menyaksikan pertunjukan musik yang bertajuk A Hero’s Life di Perth Concert Hall, pada Jum’at pukul 8 malam. Para musisi malam itu memainkan karya dari Richard Wagner (1813-1883) berjudul Tannhauser Overture and Venusberg Music dan Wesendonck Lieder. Juga karya dari Richard Strauss (1864-1949) yaitu Ein Heidenleben (A Hero’s Life).

Perth Concert Hall terletak tidak jauh dari jantung kota Perth Hay Street, bentuknya seperti gedung Kesenian Pasar Baru tapi ukurannya lebih besar. 

Di belakang panggung masih ada tempat duduk untuk para pencinta musik dengan tarif terjangkau tanpa nomor kursi. 

Menjelang pertunjukan, diadakan workshop kecil mengenai pertunjukan malam itu. 

Penampil malam itu ialah West Australian Symphony Orchestra dengan Tadaaki Otaka sebagai conductor, dan soprano oleh Nicole Youl.

Demikian, dan setelah sekitar empat hari di kota ini, kami kembali ke Jakarta.

No comments :