The Passion of Milan

Dari Pforzheim, Jerman kami menuju Italia.

Milan, kota yang terkenal karena fashion dan bisnis keuangan ini berpenduduk 1,27 juta. Tak seperti Roma dan Venice, di sini hampir tidak ada pengemis dan tidak ada orang yang menganggur. Suasananya mirip Dusseldorf, Jerman di mana orang-orang berpakaian rapi baik laki maupun perempuan. Saya juga kagum karena di mana-mana ada taman-taman yang asri, gedung teater, museum, patung-patung dll.


(Milan Cathedral)

Pusat kota berada di Plaza Duomo yang berada di depan Milan Cathedral, Gereja Gothic terbesar di dunia (menurut Lonely Planet).

Gereja ini dibangun pada tahun 1386 dengan gaya Gothic Prancis, dengan memasang 3400 patung dan hiasan-hiasan lain dan baru selesai 100 persen pada tahun 1900. Ini berarti bangunan ini baru rampung dalam waktu 600 tahun. Wah, ini jelas membuktikan bahwa suatu masterpiece membutuhkan waktu.

Milan dibangun oleh kerajaan Romawi pada tahun 222 SM. Sejak abad ke-13 daerah ini dikuasai oleh kelompok bisnis keluarga Visconti dan keluarga Sforza.




(Galleria Vittorio Emanuelle II)

Di depan Gereja ada Galleria Vittorio Emanuelle II, sebuah gedung tua dengan atap tinggi yang sekarang dikonversi menjadi pusat pertokoan kelas atas seperti Gucci, Louis Vuitton, Trussardi, Todds dll. Di Galleria ini ada ruang terbuka yang sering menampilkan pertunjukan musik, tari dan lain-lain secara gratis dan mereka tidak mengedarkan kotak sumbangan. Barangkali mereka ada sponsornya, karena posternya dipasang di berbagai penjuru kota.

Galeria ini enak dipandang kalau untuk sekadar cuci mata, tapi harga barang-barangnya... hm... tidak terjangkau. Dompet kulit ukuran10 cm x 20 cm berharga Rp 3 juta, tas wanita Rp 30 juta, baju kerja pria yang katanya special price pun Rp 1.6 juta untuk empat buah. Wah, gimana yah...

(Teatro alla Scala)

Di depannya lagi ada gedung opera kelas dunia, Teatro alla Scala. Di sini pada 28 April 2008 kami menonton konser Filarmonica Della Scalla (Philharmonic Orchestra). Bertindak sebagai conductor saat itu adalah Semyon Bychkov. Piano concerto oleh Kirill Gerstein yang membawakan karya komponis dunia Antonin Dvorak (1841-1904). Wah luar biasa performancenya...

Didukung oleh gedung opera yang megah enam lantai dan kemampuan pemain yang sangat tinggi tentu saja hasilnya ok banget. Gedungnya mirip Gedung Kesenian Jakarta tapi besar. Oh iya, di gedung konser ini sama sekali tidak ada makanan dan minuman.
Saya kaget sebagian penonton di balkon berdiri untuk melihat lebih bak. Setelah lagu selesai mereka bertepuk tangan dan berteriak, “Bravo...!” terutama para penonton yang di balkon yang rupanya adalah fans berat orkestra ini.

Beberapa saat saya memejamkan mata, rasanya kualitasnya tidak berbeda jauh dengan di sini. Kelihatannya hanya satu perbedaannya, yaitu: mereka main musik dibayar penuh, jadi musik itu hidupnya.

Tiap pagi, dari gedung opera ini, saya selalu mendengar berbagai latihan musik maupun vokal. Mungkin ini yang harus dihidupkan oleh gedung-gedung kesenian di Indonesia. Dan rasa-rasanya saya jadi lebih suka Milan daripada Roma dan Venice, karena kota ini begitu hidup dengan musik, teater, dan juga fashion tentunya.


(Gereja Santa Maria delle Grazie)




Ada pula Museum Cenacolo Vinciano, terletak di Gereja Santa Maria delle Grazie, di mana terdapat lukisan terkenal di dunia, The Last Supper karya Leonardo da Vinci. Karya dari abad ke-15 yang berupa mural ini berukuran kira-kira 4,5 x 9 m dan sungguh-sungguh menampakkan sebuah kehidupan dalam tiga dimensi.


(The Last Supper, Leonardo da Vinci)

Dan kalau soal kuliner di Milan, jangan ditanya. Kemarin siang kami makan di ristorante dengan gaya sebagian besar berdiri dengan bar dan makanan jadi dipajang di bar. Mirip tapas bar di Spanyol. Pengunjung berdiri di bar tapi juga disediakan meja tinggi untuk menyimpan piring dan gelas sambil berdiri. Suasananya hidup sekali, diselingi musisi yang bersliweran kemana-mana.

Menu khas Milan adalah risotto, seperti nasi tapi agak keras dan cotoletto, yaitu roti dilapis daging.

Kami beruntung menginap di Mercure yang tepat berada di atas stasiun Metro Porta Venezia, terpaut tiga stasiun dari Pusat kota Plaza Duomo. Tiket Metro harian hanya 3 Euro, beroperasi 12 jam sehari dan sangat convenient. Tram dan bus juga beroperasi , tapi kami memilih metro karena cepat dan stasiunnya jelas.

Setelah Italia, kami kembali ke Prancis.

1 comment :

Aditya P Setiadi said...

Wah jd pengen nonton opera di La Scala :p Kalo ke Milan lagi ajak2 ya Pa hehe...