Rekomendasi Musik Erwin Gutawa
Post by
DSP
No comments
Lebih dari 30 tahun pemusik Erwin Gutawa terlibat dalam kerja kreatif di belantika musik Tanah Air. Torehan karyanya akan ia rentang dalam pergelaran musik ”A Masterpiece of Erwin Gutawa” di Jakarta Convention Center, 26 Februari mendatang.
Erwin tengah intens berlatih bersama penyanyi dan musisi pendukung konser ”A Masterpiece of Erwin Gutawa”. Rabu (9/2) lalu, misalnya, ia berlatih dengan para seniman bas, Yance Manusama, Indro Hardjodikoro, Barry Likumahuwa, dan Fajar Adi Nugroho.
Pada pergelaran nanti akan ada para bassist unjuk diri. Maklum, Erwin pada era 1980-1990-an adalah pemain bas band Karimata yang berawak
Candra Darusman, Aminoto Kosin, Denny TR, dan Budi Haryono.
Kemudian, hari berikutnya, Kamis malam, ia berlatih dengan Iwan Fals yang menjadi tamu pergelaran. Erwin malam itu tetap dengan gaya khasnya, kaus lengan panjang warna hitam, blue jeans, dan sneaker. Jari jemarinya menari-nari di udara mengikuti lagu.
Dia tak segan mengulang-ulang bagian lagu yang dianggap kurang pas. Sesekali latihan disela dengan diskusi untuk mengurangi atau menambah bagian tertentu lagu. Di bagian vokal, ia tak segan meminta Iwan menambah dengan teriakan atau lengkingan suara khas hingga menemukan format paling sesuai.
Iwan dilibatkan dalam konser karena Erwin pernah menggarap ulang aransemen lagu ”Mata Dewa” tahun 1989 dan ”Izinkan Aku Mencintaimu”. Dalam konser, legenda keroncong Waljinah juga akan didatangkan dari Solo, Jawa Tengah. Erwin pernah melibatkan pelantun tembang ”Walang Kekek” ini dalam album Chrisye, Badai Pasti Berlalu (1999).
”Konser ini seperti perjalanan dari apa yang pernah saya bikin. Tetapi, saya juga ingin membuat sesuatu yang baru,” kata Erwin tentang konser yang digelar KG Production bersama Dyandra Promosindo itu.
Konser nanti, lanjutnya, juga menjadi gambaran ideal versi Erwin tentang musik dalam industri musik di Indonesia.
”Saya ingin ngasih tahu masyarakat, juga teman-teman di industri musik, inilah musik yang saya rekomendasi.
Semoga penonton sepakat dengan rekomendasi saya nanti,” kata Erwin yang melibatkan 90 pieces orkestra itu.
Perjalanan tiga dekade
Erwin Gutawa aktif bermusik sejak usia belia. Saat duduk di bangku SMP, seputar pertengahan era 1970-an, ia sudah bermain musik pada acara Bina Musika asuhan Agus Rusli di TVRI. Rekan seangkatannya pada acara itu adalah Cendi Luntungan, yang kini dikenal sebagai drumer jazz, dan pencipta lagu Dodo Zakaria (almarhum).
Awal tahun 1980-an Erwin muncul lagi di TVRI, kali ini sebagai penata musik pada acara musik Telerama asuhan Isbandi.
Taruh kata Erwin mulai bermusik sejak medio 1970-an, maka ia telah 35 tahun menggeluti musik. Ia ikut menorehkan kreasinya pada musik pop negeri ini.
Ia pernah terlibat dalam kerja kreatif dengan beragam musisi, penyanyi, kelompok musik sebagai pemain musik, penata musik, penggubah lagu, produser, konduktor orkestra, dan peran-peran lain yang menunjang lahirnya karya kreatif.
Sekadar catatan, medio Desember 2010 hingga awal Januari 2011, Erwin menggarap musik untuk ”Musikal Laskar Pelangi”. Ini bukan musikal pertama yang digarapnya. Sebelumnya, tahun 2008, Erwin menjadi pengarah musik pada ”P Ramlee The Musical” di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tahun 2005 ia melesat ke London, Inggris, sebagai konduktor London Symphony Orchestra di Royal Albert Hall. Saat itu Erwin tampil mengiringi penyanyi Siti Nurhaliza. Begitu lebar spektrum musikalitasnya.
Dia juga banyak terlibat proyek rekaman atau konser dengan sederet penyanyi. Sebutlah antara lain
Ruth Sahanaya. Ingat Ruth dengan musik Erwin
menang pada Midnight Sun Song Festival Ke-5 di Finlandia tahun 1992 lewat lagu ”Kaulah Segalanya”.
Menyebut beberapa saja, Erwin juga menggarap penyanyi Sheila Madjid, Krisdayanti, Rossa, Iwan Fals, dan Chrisye. Dengan Chrisye, Erwin terlibat pada beberapa album, termasuk Badai Pasti Berlalu dan Dekade.
Reinterpretasi
Ketika membuat album Badai Pasti Berlalu,
Erwin sudah mempertimbangkan bahwa garapan musiknya akan mendapat reaksi ramai. Pasalnya, album Badai Pasti Berlalu produksi tahun 1977 atau versi ”orisinal” yang dilahirkan
Chrisye, Eros Djarot, dan Yockie Suryoprayogo itu oleh penikmatnya dianggap monumental untuk ”diacak-acak”.
”Semangat membuat kembali album Badai Pasti Berlalu waktu itu, saya justru pengen bikin beda. Saya melakukan reinterpretasi, bukannya ’mengacak-acak’,” kata Erwin.
Anggapan mengacak-acak juga pernah dialamatkan kepadanya ketika menggarap lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus dalam album Salute to Koes Plus/Bersaudara (2004). Padahal, setiap karya seniman, termasuk yang telah melegenda, sangat terbuka untuk dibaca ulang, direinterpretasi terus- menerus. Justru dengan cara demikian, karya mereka hidup dari zaman ke zaman.
Erwin dalam beberapa album mencoba meletakkan karya seniman pendahulunya ke dalam konteks musik hari ini, dan ternyata berhasil. Setidaknya, lagu Koes Plus ”Andaikan Kau Datang”, yang populer tahun 1971-1972, populer kembali lewat garapan Erwin,
Salute to Koes Plus/ Bersaudara dengan suara Ruth Sahanaya. Begitu juga ”Kisah Kasih di Sekolah” milik Obbie Messakh yang kondang pada paruh kedua 1980-an kembali populer lewat suara Chrisye dalam album Dekade (2002).
Semangat reinterpretasi itu akan tampak dalam konser ”A Masterpiece of Erwin Gutawa”. Dia akan membaca kembali sosok Chrisye dengan ”kacamata” hari ini lewat penyanyi Afgan dan Vidi Aldiano. Juga karya Titiek Puspa lewat penyanyi Rossa.
”Dalam pergelaran ini, kami bercerita tentang siapa pun yang pernah hebat, lewat nyanyian,” katanya.
Kata masterpiece yang menempel pada tajuk pergelaran, dengan demikian tak saja untuk Erwin, tetapi juga bagi seniman yang karyanya pernah menghiasi Tanah Air. Erwin dalam konser nanti memosisikan diri sebagai tuan rumah.
”Saya menjadi tuan rumah. Panggung itu rumah saya,” katanya.
Dan, penonton akan menjadi tamu yang disuguhi musik masakan tuan rumah, Erwin Gutawa.
Erwin Gutawa
• Lahir: Jakarta, 16 Mei 1962
• Istri: Lufti Andriani
• Anak: - Aluna Sagita (17)- Aura Aria Gutawa (3)
• Pendidikan: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
• Album, sebagai penata musik:- Badai Pasti Berlalu, 1999- Dekade, 2002- Salute to Koes Plus/ Bersaudara, 2004- Rockestra, 2007
Kompas/19 febuari 2011
Yayasan Musik Sastra Indonesia bersama CIMB Niaga Selenggarakan Spirit Elfa Secioria 1959-2011
Post by
DSP
Bersama Bank CIMB Niaga dan Putra-Putri Alm. Elfa Secioria |
Jumat 18 Febuari 2011, Yayasan Musik Sastra Indonesia bersama PT. Bank CIMB Niaga Tbk ("CIMB Niaga") mengadakan kegiatan spirit Elfa Secioria 1959-2011 bertempat di Financial Club Jakarta.
Seperti diketahui, belum lama ini Indonesia telah kehilangan salah satu putra terbaiknya yang telah mengabdi dan berdedikasi pada perkembangan musik di Indonesia. Elfa Secioria adalah seorang komposer dan konduktor kebanggaan Indonesia yang telah sukses memunculkan bakat-bakat baru didunia musik Indonesia.
Di Industri musik tanah air, nama Elfa Secioria terkenal melahirkan banyak penyanyi berbakat. Melalui ketekunan dan tangan dingin Elfa Secioria telah mengharumkan nama Indonesia di dunia International. "Banyak sekali perjuangan Elfa yang masih harus diteruskan, dan tugas kitalah yang harus meneruskanya, Ujar Dedi Panigoro, penggagas acara ini.
Dedi mengungkapkan, acara ini merupakan wujud kepedulian pada perjuangan Elfa Secioria yang dikemas dalam "Spirit Elfa Secioria 1959-2011". Acara ini sekaligus menandai peluncuran rekening "Spirit Elfa Secioria 1959-2011" dengan nomer rekening CIMB Niaga : 133-01-0019-008. "Harapan kami. seluruh masyarakat yang peduli kepada perjuangan Elfa Secioria dapat menyumbangakan dananya pada rekening tersebut, " imbuh Dedi.
Bersama Wieke Gur & Elfa's Singer |
CIMB Niaga melalui produk tabungan X-tra mendukung penuh berlangsungnya kegiatan ini. Dengan Jaringan tersebar luas di seluruh Indonesia akan memudahkan masyarakat yang akan menyumbangkan dananya untuk kegiatan ini.
Dalam acara ini, putra dan putri Elfa Secioria akan memainkan pertunjukan piano. Selain itu, acara juga akan dihadiri oleh artis-artis Indonesia yang merupakan anak didik Elfa Secioria. Diharapkan, dengan penyelenggaran acara ini akan menggugah seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama memajukan musik tanah air melalui Spirit Elfa Secioria 1959-2011.
Untuk keterangan lebih lanjut, mohon hubungi :
Indri Hapsari / Putu swasti
Yayasan Musik Sastra Indonesia
Phone: +62. 21 782 1671
HP: +62. 812 959 2313 / +62. 811 838716
LPI, Serius Membangun Kompetisi Profesional dan Mandiri
Post by
DSP
Menurut Juru bicara LPI, Abi Susanto, semua itu bukti keseriusan LPI membangun iklim kompetisi yang benar-benar profesional dan mandiri, termasuk tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). "Tidak fair uang rakyat buat kontrak pemain asing, Ujarnya.
Masih terasa hangat dan semangatnya masyarakat pecinta sepak bola di tanah air yang begitu genggap gempitanya mendukung tim nasional Indonesia, terutama sejak menunjukan prestasi lumayan mengilap dan mencapai final pada turnamen Piala AFF 2010, Desember tahun lalu. Sementara disisi lain, sejulah pihak terys menyoroti kinerja Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) yang ditudinghanya bisa ,enghabiskan uang rakyat, ditambah ketidakmampuan memberikan prestasi membanggakan. Selama dua periodekepemimpinan Nurdin Halid yang akan berakhir tahun 2011 ini, Timnas Indonesia mengalami Paceklik gelar. Gelar juara timnas pada piala kemerdekaan 2009 lalu lebih karena keberuntungan, karena hanya menang WO menyusul penolakan Libya melanjutkan pertandingan pada babak kedua setelah pelatih mereka dipukul oleh salah satu timnas Indonesia.
Perubahan iklim sempat mengemuka ketika banyak pihak, termasuk suporter sepak bola, berharap kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, Maret 2010, akan menjadi momentum kebangkitan sepak bola indonesia, sekaligus mereformasi PSSI sebagai induk organisasi yang menaunginya, Buruknya prestasi Timnas sejak PSSI dipimpin Nurdin Halid selama 7 tahun, membuat pecinta sepak bola menginginkan sang ketua umum mundur dari jabatanya, sekaligus sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kinerja PSSI yang jauh dari harapan Bahkan sejumlah pihak sangat menyayangkan salah satu rekomendasi tentang pembentukan Dewan Sepak Bola telah dicabut. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng pun mengingatkan kepada semua pihak untuk melaksanakan ke tujuh butir rekomendasi yang sudah di sepakati. Menpora juga mengingatkan rekomendasi poin pertama KSN tentang perlunya reformasi dan restrukturasi di tubuh PSSI untuk mencapai prestasi yang menjadi harapan masyarakat Indonesia. "Kalau tidak dilakkan, keterlaluan,"kata Andi saat itu."
Apa yang di khawatirkan akhirnya menjadi kenyataan. KSN pun seperti menjadi sia-sia setelah rekomendasi yang dihasilkanya tak sepenuhnya dijalankan dengan sungguh-sungguh. Hingga akhirnya deklrasi berdirinya Liga Primer Indonesia (LPI), di Semarang, 24 Oktober 2010, seakan menjadi pemuas dahaga pecinta sepak bola yang menginginkan iklim kompetisi yang jauh lebih bersih, mandiri, dan profesional. Kompetisi yang di gagas Geraka Reformasi Sepak Bola Nasional Indonesia (GRSNI) dan pengusaha Arifin Panigoro itu memang sudah bergulir sejak awal januari 2011 dan melibatkan 19 klub dari Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua. Beberapa klub lain diantaranya berasal dari Liga Super Indonesia (LSI) yang diakui PSSI, kini masih dalam proses verifikasi yang akan menggenapi jumlah 20 klub di LPI. GRSNI sendiri dibentuk oleh sejumlah pihak yang berkepentingan dalam sepak bola nasional untuk menindaklanjuti gagasan Presien SBY untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia.
Anggota komisi X DPR RI, Deddy 'Miing' Gumelar, tak menampik melihat munculnya LPI sebagai bentuk protes terhadap kinerja PSSI yang selama ini banyak dinilai berbagai kalangan tak mampu memberikan prestasi bagi sepak bola Indonesia. Namun Miing mengingatkan agar LPI juga tetap harus menghormati aturan FIFA yang hanya mengakui PSSI sebagai organisasi dibawahnya. "Mereka harus duduk bersama. Kalau bicaranya Merah-Putih, tidak ada yang tidak bisa di Musyawarahkan,"kata Miing."
Selain Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang sudah mengajak PSSI dan LPI untuk mencari solusi terbaik, rasanya tak berlebihan juga meminta peran Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Selama ini peran KONI pusat dalam menengahi PSSI dan LPI nyaris tak terdengar suaranya.
Tentang latar belakang dan rencana jangka panjang LPI, termasuk data dan fakta, dalam beberapa kesempatan telah diungkap . Di antaranya adalah pertandingan kondisi di LPI dan LSI. Menurut Juru Bicara LPI, Abi Hasantoso, semua itu bukti keseriusan LPI membangun Iklim Kompetisi yang benar-benar profesional dan mandiri, termasuk tidak menggunakan APBD. Tidak fair uang rakyat untuk kontrak pemain asing. LPI akan menjadi industri yang mampu menghidupi banyak orang, termasuk perusahaan yang ikut mengsponsori. Bahkan Abi pun tidak menyangka laga pembukaan LPI antara Solo FC melawan Persema malang disaksikan lebih dari 30.000 penonton yang hadir melebihi kapasitas tempat duduk di Stadion Manahan , Solo (8/1). Sambutan yang dahsyat , katanya.
Indonesia corruption Watch (ICW) pun telah menaksirkan kecurangan dana daerah untuk klub yang mencapai Rp. 720 Milliar setiap tahunya. sebanyak 10 klub di LSI tercatat sebagai penerima dana tersebut. Kontribusi klub bagi kemajuan sepak bola nasional dinilai ICW masih sangat minim. Apalagi dana yang diterima kerap disalahgunakan, sepeti untuk kepentingan pengurus klub atau pemilihan kepala daerah.
Pihak LPI juga merujuk rilis hasil riset yang dikeluarkan perusahaan survei dan analis independen terkemuka Repucom tentang potensi komersial Kompetisi sepak bola Indonesia yang ternyata besaran nilainya puluhan kali dari target PSSI dan raihan yang dicapai sekarang ini. Bayangkan saja, pertandingan-pertandingan besar yang melibatkan klub-klub kaya bisa bernilai lebih dari Rp. 10 milliar setiap pertandinganya. Jika dalam setahun ada 300 pertandingan, itu berarti memilki nilai komersial hingga Rp. 3 triliun. Sangat luar biasa , menariknya, walaupun hanya tercapai 30 %, maka setidaknya pemasukan dari sponsor dan hak siar TV tetap akan mampu menjamin kondisi keuangan yang menguntungkan. Roda kompetisi akan berjalan lancar, klub yang semakin berkembang, dan tentunya PSSI dan penyelenggara liga pun akan mendapat jatah tanpa harus bermain mata. Dengan kondisi ideal seperti ini, semua klub dipastikan bisa mandiri tanpa perlu kucuran APBD. disisi lain, pembinaan pemain usia dini pun akan berkesinambungan. Dan bukan hal muluk menjadikanya sebagai dasar untuk menanggapi prestasi persepakbolaan nasional menembus pentas dunia.
Soal penghentian penggunaan dana APBD untuk sepak bola profesional, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sudah memberikan sinyal. Menurut Gamawan saay ini masih digodok aturan soal pencucuran dana APBD untuk klub sepak bola profesional. bila sudah rampung aturan tersebut bakal mulai efektif pada 2012.
Ini masih kami kaji dan bicarakan, kata Gamawan seperti dikutip tempointeraktif. Walau demikian Gamawan masih memperkenankan anggaran daerah untuk olag raga yang digunakan hanya untuk pembinaan dan infrstruktur. Nanti masuknya ke KONI. tapi kalau kompetisi klub harus cari sendiri, katanya ".
Kelinci Emas yang Tenang
Post by
DSP
Menyongsong perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa di Yogyakarta berharap tahun baru China mendatang situasi sosial politik bangsa Indonesia tak lagi bergejolak seperti halnya Tahun Harimau 2010. Pada Tahun Kelinci 2011, situasi Indonesia diharapkan lebih tenang. Meski demikian, kewaspadaan tetap harus diutamakan.
”Pada Tahun Kelinci 2011, kami berharap situasi sosial politik Indonesia lebih tenteram dan jangan lagi bergejolak. Yang terpenting dari segalanya adalah bagaimana mengusahakan adanya perbaikan ekonomi masyarakat,” kata Ketua Paguyuban HAKA Yogyakarta Suryadi Suryadinata, Senin (31/1) di Yogyakarta.
Sebagai salah satu tokoh masyarakat Tionghoa di Yogyakarta, Suryadi mengharapkan, tahun ini pemerintah lebih memfokuskan diri dalam pelayanan kepada masyarakat. Menurut dia, pergolakan politik dengan segala macam kepentingan di dalamnya justru akan mengorbankan kepentingan masyarakat banyak.
Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Budi Abadi Hop Hap Hwe mengungkapkan, pengharapan untuk berubah harus ada di tahun baru China. Ia mencontohkan, salah satu perubahan nyata harus dilakukan oleh pemerintah.
”Selama ini, banyak politikus yang terlalu mengutamakan citra diri tanpa memerhatikan kepentingan masyarakat. Mereka harus berjuang untuk diri sendiri ataukah masyarakat? Jika kepentingan pribadi masih diutamakan, permasalahan negeri ini tidak akan selesai,” ujarnya.
Hop Hap Hwe mengatakan, situasi politik Indonesia hingga saat ini belum stabil. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya sikap-sikap mementingkan kepentingan pribadi dan golongan.
”Di tengah situasi seperti ini, kami masyarakat Tionghoa lebih enak bergerak di sektor-sektor lain yang tidak bersentuhan dengan politik, seperti seni, budaya, ekonomi, dan budaya,” ungkapnya.
Hop Hap Hwe mengakui, budaya dan tradisi politik di Indonesia belum sepenuhnya terbuka bagi masyarakat etnis Tionghoa. Meski demikian, hal ini tak menjadi masalah baginya. Prinsipnya, jika mau berkiprah, masyarakat umum pasti akan menerima tanpa memerhatikan faktor etnis atau kesukuan.
”Jika kita berpikir sederhana dan jujur, orang akan menerima pula dengan penuh kesederhanaan dan kejujuran,” tambah Hop Hap Hwe.
Sementara itu, Suryadi menambahkan, sulitnya akses masyarakat etnis Tionghoa ke ranah politik merupakan warisan sejarah. Menurut dia, untuk mengikis stigma ini, masyarakat Tionghoa harus melakukan perubahan sikap secara internal.
”Meski di depan hukum status kami sama dengan masyarakat lainnya, dunia politik masih menjadi semacam trauma bagi masyarakat Tionghoa karena dulu kelompok ini banyak dijadikan sebagai kambing hitam dalam politik. Perubahan harus dimulai dari masyarakat Tionghoa sendiri dengan berlaku baik dan berbaur ke masyarakat umum. Kami sendirilah yang terlebih dulu harus memulai,” ungkapnya.
Sama seperti perayaan-perayaan pergantian tahun lainnya, momen Imlek juga menjadi momen pengharapan bagi masyarakat Tionghoa, begitu juga masyarakat pada umumnya. Roberto, warga etnis Tionghoa Yogyakarta, berharap, tahun baru mendatang situasi Indonesia akan lebih tenang, adil, dan makmur. Tentu saja situasi ini harus dialami dan dirasakan siapa pun tanpa terkecuali.
Sesuai dengan personifikasi kelinci yang tenang dan lembut, pada Tahun Kelinci 2011 masyarakat Tionghoa memiliki harapan baik bagi situasi negeri ini. Meski demikian, semuanya juga harus menjaga kewaspadaan jika sewaktu-waktu timbul kejutan- kejutan dari loncatan-loncatan sang kelinci.
(Aloysius B Kurniawan)
Idola Baru Sekolah Terpencil
Post by
DSP
Sekolah Dasar Negeri 04 Dusun Hutan Samak, tak jauh dari pinggir Selat Malaka, berdiri kokoh. Jaraknya yang lebih dekat dengan Malaysia-45 menit perjalanan perahu-itu seakan menantang kemajuan pendidikan negeri jiran. Fasilitas sekolah lengkap, tak kalah dibanding sekolah serupa di kota. Enam ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan ruang tata usaha tertata rapi di area seluas setengah lapangan basket, kontras dibanding ratusan rumah kayu milik nelayan di sekitarnya.
Sejatinya ada 192 siswa yang tercatat di sekolah wilayah terluar Kabupaten Bengkalis, Riau, ini. Tapi saban hari tak sampai seratus orang yang hadir di kelas. "Minat belajar masih rendah," kata Azhar, Kepala Sekolah Dasar 04, dua pekan lalu. Masalah ini sudah lazim sejak sekolah masih berkonstruksi kayu, yang berdiri pada 1980.
Menurut Azhar, rendahnya kehadiran itu terjadi lantaran mayoritas siswa sudah melewati usia sekolah dasar. Puluhan di antaranya masuk sekolah pada usia 10 tahun. Bahkan ada belasan siswa kelas tiga berusia 17 tahun atau siswa kelas enam berusia 20 tahun. Mereka biasa meninggalkan kelas berbulan-bulan dan kembali belajar tanpa bisa diduga. Wajar jika lulusan sekolah ini tak lebih dari delapan siswa per tahun.
Serupa tapi tak sama, minat seratusan siswa Sekolah Dasar 02 di Labuan Kalo, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, pun tergolong rendah. Permukim-an terapung para nelayan ini dipastikan kehilangan murid pada hari-hari tertentu, seperti acara pernikahan, panen tambak, dan pasar kaget. "Masih untung mereka mau sekolah," kata Amin Tohari, salah satu guru.
Menurut Amin, jangan membandingkan sekolah satu-satunya di kawasan Cagar Alam Teluk Apar ini dengan sekolah di dekat pusat kabupaten/kota. "Penduduk di sini hanya tahu laut, ikan, dan pohon mangrove," katanya. Setelah lulus sekolah dasar, hampir semua siswa bekerja sebagai nelayan. Maklum, wilayah ini jauh dan sulit dijangkau. Transportasi satu-satunya hanya mengandalkan perahu yang tak setiap hari mampir ke Cagar Alam. Butuh waktu seharian untuk mencapai kawasan ini dari pusat Kabupaten Paser.
Kualitas pendidikan yang tak merata itu melahirkan gerakan Indonesia Mengajar. Cendekiawan muda Anies Baswedan-lah yang menggagas ide mengirim 51 pengajar muda lulusan universitas terbaik ke daerah terpencil di seluruh Indonesia, seperti Dusun Hutan Samak, Riau, dan Labuan Kalo, Kalimantan Timur, pada 2010.
Awal bulan ini, gerakan Indonesia Mengajar kembali berkeliling kampus-Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya-menyiapkan 200 pengajar muda untuk menggantikan 51 pengajar muda lainnya yang selesai mengabdi pada November 2011. "Satu tahun mengajar, seumur hidup menginspirasi," begitu kredo yang digaungkan Rektor Universitas Paramadina ini.
Sarjana pilihan ini diseleksi ketat dengan indeks prestasi kumulatif minimal 3. Mereka mendapat pelatihan pendidikan guru dan digaji dengan standar upah setara dengan management trai-nee bank swasta.
Sudah tiga bulan Patrya Pratama menjadi primadona di permukiman terapung Labuan Kalo. Lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menikmati perannya sebagai guru. "Ini tantangan untuk belajar dan menginspirasi," kata pemuda 23 tahun ini.
Selama di Labuan Kalo, ia tinggal di rumah H Taming, orang terpandang di kampung itu. Saban hari, pada pukul 06.30, Patrya bergegas ke sekolah menyusuri jalanan kayu selebar rentangan tangan-lebih mirip jembatan-yang menghubungkan setiap rumah nelayan. Sekolah terletak di tengah-tengahnya. Tak lupa rumah murid-murid yang dilewatinya diketuk; dia lalu mengajak mereka ke sekolah. Para orang tua murid pun dia ajak ngobrol soal pendidikan.
Tepat pukul 08.00 ia membunyikan lon-ceng sekolah. Tanggung jawabnya ada-lah mengajar kelas tiga, yang menempati ruangan 8 x 8 meter yang disekat jadi dua bersama kelas enam. Ada 30 murid bertelanjang kaki di ruang dua kelas itu. Bukan karena mereka tidak punya sepatu, tapi penggunaannya hanya untuk hari khusus. "Susah sekali mereka pakai sepatu, padahal punya, yang dipakai saat kondangan saja," kata anak pasangan dokter ini sembari tersenyum.
Patrya datang saat dibutuhkan. Sekolah Labuan Kalo sedang kekurangan- tenaga pengajar. Meski punya tujuh orang guru, mayoritas tinggal di pusat- Kabupaten Paser. Waktu guru-guru itu- banyak dihabiskan dalam perjalanan- pu-lang-pergi Labuan Kalo-Paser. Hanya satu guru yang tinggal menetap di La-buan Kalo. Dan tidak ada satu pun warga di Labuan Kalo yang pernah mengecap sekolah hingga perguruan tinggi.
Hasilnya, guru-guru secara bergiliran dimaksimalkan untuk mengajar 120 murid dari kelas satu hingga enam. Patrya tak jarang harus mengajar dua kelas secara bersamaan. "Kelas enam saya kasih tugas, kemudian saya lari ke kelas tiga untuk membahas mata pelajaran yang lalu," katanya. Sesungguhnya memang berat.
Hal serupa dirasakan Agus Rachmanto, pengajar muda di Dusun Hutan Samak. Tak jarang dia mengajar beberapa kelas. Tapi lulusan Jurusan Administrasi Negara UGM ini lebih sedih saat para siswa lebih mementingkan membantu orang tua daripada sekolah. "Mereka lebih senang mencari ikan," katanya.
Agus pun tak ketinggalan muncul bak primadona baru. Pemuda 26 tahun ini mampu merebut hati anak-anak didik dan penduduk. Mungkin itu juga yang dirasakan 51 pengajar muda lainnya yang disebar di pelosok yang berbeda. "Keluwesan dan tampilannya sangat diterima warga," kata Azhar. Padahal, untuk warga yang 99 persen suku Akid, penduduk setempat yang terkenal ikatan komunalnya tinggi, bukan hal mudah masuk dan diterima tetua suku dan anak-anaknya.Tapi, dari sisi akademis, Patrya dan Agus sepakat bahwa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung siswa di daerah terpencil itu masih kurang. Mereka bisa dikatakan tertinggal di mata pelajaran paling dasar ini. "Ini jadi fokus kami," kata Agus.
Untuk menyiasati siswa yang tak hadir saat ada acara-acara tertentu, Patrya punya ide membuat kelas yang bisa dipraktekkan di kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada saat panen tambak, murid-murid yang biasa tidak hadir dibiasakan belajar tentang ikan, seputar bagaimana berkembangbiaknya, apa namanya, dan berapa harganya sekilo di pasar.
Kalau ada acara perkawinan, mereka diberi pendekatan belajar tentang tradisi dan adat-istiadat. "Mereka harus bisa melihat apa pentingnya sekolah dan relevansinya dengan kehidupan mereka sehari-hari," kata Patrya. Adapun Agus melakukan pendekatan lebih personal dengan mengajak para siswa berladang dan berolahraga di halaman sekolah.
Memang gurulah sumber kemajuan pendidikan. Negara membutuhkan pemuda seperti Agus dan Patrya. -Anies Baswedan pernah berkata Indonesia sungguh kekurangan tenaga guru, baik di kota, desa, maupun daerah terpencil. "Di kota kurang 21 persen, di desa mencapai 37 persen, dan di daerah terpencil mencapai 66 persen," katanya. Rata-rata, menurut dia, 34 persen.
Data Kementerian Pendidikan Indonesia pada 2010 mencatat jumlah guru di Indonesia kini 2.607.311, terdiri atas 634.576 guru swasta dan 1.972.735 guru negeri. Dari jumlah itu, terdapat 1,5 juta atau 57 persen guru yang belum memenuhi kualifikasi sarjana/diploma 4 atau 78,92 persen belum tesertifikasi.Kehadiran gerakan Indonesia Mengajar bertujuan mendorong peningkatan kualitas pendidikan tanpa mengecilkan peran pemerintah. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mengajar Hikmat Hardono, pendidikan bukan tanggung jawab pemerintah semata. "Tapi kita bersama," katanya.
Tim Indonesia Mengajar sadar gerakan ini bukan satu-satunya solusi menyelesaikan masalah pelik pendidikan Indonesia, tapi diyakini bisa menjadi model bagi guru dan masyarakat. "Nanti warga pelosok tak hanya bercita-cita sesuai dengan model paling tinggi di wilayahnya, semisal nelayan, tapi meniru para sarjana pilihan itu," kata Hikmat.
Rudy Prasetyo (Jakarta), Jupernalis Samosir (Bengkalis), S.G. Wibisono (Labuan Kalo)
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)