Menyongsong perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa di Yogyakarta berharap tahun baru China mendatang situasi sosial politik bangsa Indonesia tak lagi bergejolak seperti halnya Tahun Harimau 2010. Pada Tahun Kelinci 2011, situasi Indonesia diharapkan lebih tenang. Meski demikian, kewaspadaan tetap harus diutamakan.
”Pada Tahun Kelinci 2011, kami berharap situasi sosial politik Indonesia lebih tenteram dan jangan lagi bergejolak. Yang terpenting dari segalanya adalah bagaimana mengusahakan adanya perbaikan ekonomi masyarakat,” kata Ketua Paguyuban HAKA Yogyakarta Suryadi Suryadinata, Senin (31/1) di Yogyakarta.
Sebagai salah satu tokoh masyarakat Tionghoa di Yogyakarta, Suryadi mengharapkan, tahun ini pemerintah lebih memfokuskan diri dalam pelayanan kepada masyarakat. Menurut dia, pergolakan politik dengan segala macam kepentingan di dalamnya justru akan mengorbankan kepentingan masyarakat banyak.
Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Budi Abadi Hop Hap Hwe mengungkapkan, pengharapan untuk berubah harus ada di tahun baru China. Ia mencontohkan, salah satu perubahan nyata harus dilakukan oleh pemerintah.
”Selama ini, banyak politikus yang terlalu mengutamakan citra diri tanpa memerhatikan kepentingan masyarakat. Mereka harus berjuang untuk diri sendiri ataukah masyarakat? Jika kepentingan pribadi masih diutamakan, permasalahan negeri ini tidak akan selesai,” ujarnya.
Hop Hap Hwe mengatakan, situasi politik Indonesia hingga saat ini belum stabil. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya sikap-sikap mementingkan kepentingan pribadi dan golongan.
”Di tengah situasi seperti ini, kami masyarakat Tionghoa lebih enak bergerak di sektor-sektor lain yang tidak bersentuhan dengan politik, seperti seni, budaya, ekonomi, dan budaya,” ungkapnya.
Hop Hap Hwe mengakui, budaya dan tradisi politik di Indonesia belum sepenuhnya terbuka bagi masyarakat etnis Tionghoa. Meski demikian, hal ini tak menjadi masalah baginya. Prinsipnya, jika mau berkiprah, masyarakat umum pasti akan menerima tanpa memerhatikan faktor etnis atau kesukuan.
”Jika kita berpikir sederhana dan jujur, orang akan menerima pula dengan penuh kesederhanaan dan kejujuran,” tambah Hop Hap Hwe.
Sementara itu, Suryadi menambahkan, sulitnya akses masyarakat etnis Tionghoa ke ranah politik merupakan warisan sejarah. Menurut dia, untuk mengikis stigma ini, masyarakat Tionghoa harus melakukan perubahan sikap secara internal.
”Meski di depan hukum status kami sama dengan masyarakat lainnya, dunia politik masih menjadi semacam trauma bagi masyarakat Tionghoa karena dulu kelompok ini banyak dijadikan sebagai kambing hitam dalam politik. Perubahan harus dimulai dari masyarakat Tionghoa sendiri dengan berlaku baik dan berbaur ke masyarakat umum. Kami sendirilah yang terlebih dulu harus memulai,” ungkapnya.
Sama seperti perayaan-perayaan pergantian tahun lainnya, momen Imlek juga menjadi momen pengharapan bagi masyarakat Tionghoa, begitu juga masyarakat pada umumnya. Roberto, warga etnis Tionghoa Yogyakarta, berharap, tahun baru mendatang situasi Indonesia akan lebih tenang, adil, dan makmur. Tentu saja situasi ini harus dialami dan dirasakan siapa pun tanpa terkecuali.
Sesuai dengan personifikasi kelinci yang tenang dan lembut, pada Tahun Kelinci 2011 masyarakat Tionghoa memiliki harapan baik bagi situasi negeri ini. Meski demikian, semuanya juga harus menjaga kewaspadaan jika sewaktu-waktu timbul kejutan- kejutan dari loncatan-loncatan sang kelinci.
(Aloysius B Kurniawan)
No comments :
Post a Comment