LPI, Serius Membangun Kompetisi Profesional dan Mandiri

Arifin-Panigoro.jpg

Menurut Juru bicara LPI, Abi Susanto, semua itu bukti keseriusan LPI membangun iklim kompetisi yang benar-benar profesional dan mandiri, termasuk tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). "Tidak fair uang rakyat buat kontrak pemain asing, Ujarnya.

Masih terasa hangat dan semangatnya masyarakat pecinta sepak bola di tanah air yang begitu genggap gempitanya mendukung tim nasional Indonesia, terutama sejak menunjukan prestasi lumayan mengilap dan mencapai final pada turnamen Piala AFF 2010, Desember tahun lalu. Sementara disisi lain, sejulah pihak terys menyoroti kinerja Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) yang ditudinghanya bisa ,enghabiskan uang rakyat, ditambah ketidakmampuan memberikan prestasi membanggakan. Selama dua periodekepemimpinan Nurdin Halid yang akan berakhir tahun 2011 ini, Timnas Indonesia mengalami Paceklik gelar. Gelar juara timnas pada piala kemerdekaan 2009 lalu lebih karena keberuntungan, karena hanya menang WO menyusul penolakan Libya melanjutkan pertandingan pada babak kedua setelah pelatih mereka dipukul oleh salah satu timnas Indonesia.

Perubahan iklim sempat mengemuka ketika banyak pihak, termasuk suporter sepak bola, berharap kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, Maret 2010, akan menjadi momentum kebangkitan sepak bola indonesia, sekaligus mereformasi PSSI sebagai induk organisasi yang menaunginya, Buruknya prestasi Timnas sejak PSSI dipimpin Nurdin Halid selama 7 tahun, membuat pecinta sepak bola menginginkan sang ketua umum mundur dari jabatanya, sekaligus sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kinerja PSSI yang jauh dari harapan Bahkan sejumlah pihak sangat menyayangkan salah satu rekomendasi tentang pembentukan Dewan Sepak Bola telah dicabut. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng pun mengingatkan kepada semua pihak untuk melaksanakan ke tujuh butir rekomendasi yang sudah di sepakati. Menpora juga mengingatkan rekomendasi poin pertama KSN tentang perlunya reformasi dan restrukturasi di tubuh PSSI untuk mencapai prestasi yang menjadi harapan masyarakat Indonesia. "Kalau tidak dilakkan, keterlaluan,"kata Andi saat itu."

Apa yang di khawatirkan akhirnya menjadi kenyataan. KSN pun seperti menjadi sia-sia setelah rekomendasi yang dihasilkanya tak sepenuhnya dijalankan dengan sungguh-sungguh. Hingga akhirnya deklrasi berdirinya Liga Primer Indonesia (LPI), di Semarang, 24 Oktober 2010, seakan menjadi pemuas dahaga pecinta sepak bola yang menginginkan iklim kompetisi yang jauh lebih bersih, mandiri, dan profesional. Kompetisi yang di gagas Geraka Reformasi Sepak Bola Nasional Indonesia (GRSNI) dan pengusaha Arifin Panigoro itu memang sudah bergulir sejak awal januari 2011 dan melibatkan 19 klub dari Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua. Beberapa klub lain diantaranya berasal dari Liga Super Indonesia (LSI) yang diakui PSSI, kini masih dalam proses verifikasi yang akan menggenapi jumlah 20 klub di LPI. GRSNI sendiri dibentuk oleh sejumlah pihak yang berkepentingan dalam sepak bola nasional untuk menindaklanjuti gagasan Presien SBY untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia.

Anggota komisi X DPR RI, Deddy 'Miing' Gumelar, tak menampik melihat munculnya LPI sebagai bentuk protes terhadap kinerja PSSI yang selama ini banyak dinilai berbagai kalangan tak mampu memberikan prestasi bagi sepak bola Indonesia. Namun Miing mengingatkan agar LPI juga tetap harus menghormati aturan FIFA yang hanya mengakui PSSI sebagai organisasi dibawahnya. "Mereka harus duduk bersama. Kalau bicaranya Merah-Putih, tidak ada yang tidak bisa di Musyawarahkan,"kata Miing."


Selain Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang sudah mengajak PSSI dan LPI untuk mencari solusi terbaik, rasanya tak berlebihan juga meminta peran Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Selama ini peran KONI pusat dalam menengahi PSSI dan LPI nyaris tak terdengar suaranya.

Tentang latar belakang dan rencana jangka panjang LPI, termasuk data dan fakta, dalam beberapa kesempatan telah diungkap . Di antaranya adalah pertandingan kondisi di LPI dan LSI. Menurut Juru Bicara LPI, Abi Hasantoso, semua itu bukti keseriusan LPI membangun Iklim Kompetisi yang benar-benar profesional dan mandiri, termasuk tidak menggunakan APBD. Tidak fair uang rakyat untuk kontrak pemain asing. LPI akan menjadi industri yang mampu menghidupi banyak orang, termasuk perusahaan yang ikut mengsponsori. Bahkan Abi pun tidak menyangka laga pembukaan LPI antara Solo FC melawan Persema malang disaksikan lebih dari 30.000 penonton yang hadir melebihi kapasitas tempat duduk di Stadion Manahan , Solo (8/1). Sambutan yang dahsyat , katanya.

Indonesia corruption Watch (ICW) pun telah menaksirkan kecurangan  dana daerah untuk klub yang mencapai Rp. 720 Milliar setiap tahunya. sebanyak 10 klub di LSI tercatat sebagai penerima dana tersebut. Kontribusi klub bagi kemajuan sepak bola nasional dinilai ICW masih sangat minim. Apalagi dana yang diterima kerap disalahgunakan, sepeti untuk kepentingan pengurus klub atau pemilihan kepala daerah. 

Pihak LPI juga merujuk rilis hasil riset yang dikeluarkan perusahaan survei dan analis independen terkemuka Repucom tentang potensi komersial Kompetisi sepak bola Indonesia yang ternyata besaran nilainya puluhan kali dari target PSSI dan raihan yang dicapai sekarang ini. Bayangkan saja, pertandingan-pertandingan besar yang melibatkan klub-klub kaya bisa bernilai lebih dari Rp. 10 milliar setiap pertandinganya. Jika dalam setahun ada 300 pertandingan, itu berarti memilki nilai komersial hingga Rp. 3 triliun. Sangat luar biasa , menariknya, walaupun hanya tercapai 30 %, maka setidaknya pemasukan dari sponsor dan hak siar TV tetap akan mampu menjamin kondisi keuangan yang menguntungkan. Roda kompetisi akan berjalan lancar, klub yang semakin berkembang, dan tentunya PSSI dan penyelenggara liga pun akan mendapat jatah tanpa harus bermain mata. Dengan kondisi ideal seperti ini, semua klub dipastikan bisa mandiri tanpa perlu kucuran APBD. disisi lain, pembinaan pemain usia dini pun akan berkesinambungan. Dan bukan hal muluk menjadikanya sebagai dasar untuk menanggapi prestasi persepakbolaan nasional menembus pentas dunia.

Soal penghentian penggunaan dana APBD untuk sepak bola profesional, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sudah memberikan sinyal. Menurut Gamawan saay ini masih digodok aturan soal pencucuran dana APBD untuk klub sepak bola profesional. bila sudah rampung aturan tersebut bakal mulai efektif pada 2012.
Ini masih kami kaji dan bicarakan, kata Gamawan seperti dikutip tempointeraktif. Walau demikian Gamawan masih memperkenankan anggaran daerah untuk olag raga yang digunakan hanya untuk pembinaan dan infrstruktur. Nanti masuknya ke KONI. tapi kalau kompetisi klub harus cari sendiri, katanya ".

No comments :