Kebun Raya Bogor pada awal abad ke-19 disebut-sebut sebagai surga dan kebanggaan Pulau Jawa. Jalan Kenari atau Kanari Avenue yang menjadi akses utama menuju Buitenzorg disebut sebagai jalan terbaik di dunia saat itu.
Tugu Lady Raffles (KOMPAS/LUCKY PRANSISKA) |
Segala puja-puji ini dituliskan Eliza Ruhamah Scidmore dalam bukunya Java: The Garden of The East yang terbit pertama kali tahun 1899. Scidmore cukup lengkap menggambarkan kondisi kebun raya dan koleksinya saat itu, yang sebagian besar masih bisa kita temui saat ini. Koleksi palem, bambu, anggrek, manggis, rambutan, beringin, paku-pakuan, kamboja, hingga tanaman bernilai ekonomis, seperti tebu, karet, teh, kopi, dan rempah-rempah.
Kebun Raya Bogor menjadi kebanggaan Belanda, bersaing dengan Perancis yang saat itu mencoba mengembangkan tempat serupa di Saigon (Ho Chi Minh City) serta Inggris di Singapura, Ceylon (Sri Lanka), Kalkutta, dan Jamaika.
Asia Tenggara selama 300 tahun menjadi fokus negara-negara Eropa dalam upaya mengontrol perdagangan rempah-rempah. Kebun raya, terutama di Bogor dan Singapura, memainkan peran penting dalam riset tanaman rempah dan tumbuhan lain dalam konteks kepentingan ekonomi, seperti disebut Francis Ng dan Gregori Hambali dalam bukunya Bogor, The Botanic Garden.
Kebun Raya Bogor (KRB) yang semula taman Buitenzorg dinaikkan statusnya menjadi kebun raya pada tahun 1817 oleh CGC Reinwardt yang saat itu menjabat direktur pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa. Reinwardt kemudian menjadi direktur pertama KRB. Patungnya dibangun di tepi danau gunting yang menghadap Istana Buitenzorg atau sekarang Istana Bogor.
Buitenzorg sendiri berarti without care atau tanpa pemeliharaan. Tanpa diapa-apakan, tempat itu aslinya memang sudah indah yang membuat Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff kepincut dan membangun tempat peristirahatan di sana pada tahun 1744. Sumber-sumber tidak tertulis menyebutkan, area KRB pada masa Kerajaan Pajajaran adalah samida atau kebun raja.
Dari semula 900 tumbuhan yang ditanam di lahan seluas 47 hektar, kini KRB yang mencakup luas 87 hektar memiliki koleksi 4.021 jenis dan 19.580 spesimen tanaman. Semuanya terbagi dalam koleksi kebun, koleksi rumah kaca anggrek, koleksi rumah kaca paku, dan koleksi rumah kaca begonia. KRB juga menjadi rumah bagi serangga, kalong, dan burung, seperti kepodang, kucica, cinenen, dan cekakak.
Istana Bogor (KOMPAS/LUCKY PRANSISKA) |
Jika dulu Belanda mengembangkan KRB sebagai tempat untuk adaptasi dan aklimatisasi tumbuh-tumbuhan yang didatangkan dari luar Indonesia, kini fungsi itu bertambah. Meski tetap ada kegiatan penelitian domestifikasi dan seleksi tumbuhan berpotensi ekonomis, fungsinya kini lebih ditekankan pada konservasi tanaman yang terancam punah, restorasi tanaman langka, dan riset perubahan iklim.
Pepohonan di KRB tidak luput dari pengaruh perubahan iklim. Begitu pun Bogor yang dahulu digambarkan hujan hampir setiap hari kini tidak bisa berkelit dari iklim global.
Setiap pohon di KRB memiliki identitas dan sejarah masing-masing yang ditulis lengkap. Data itu tetap dipertahankan meskipun pohon sudah mati. Selain pohon-pohon bersejarah, kebanggaan KRB yang lain adalah koleksi bunga rafflesia (Rafflesia arnoldii) dan bunga bangkai (Amorphophallus titanum) yang berasal dari Sumatera. Kedua jenis koleksi ini menjadi ikon KRB. Setelah tujuh tahun penelitian, rafflesia yang sebenarnya parasit ini akhirnya bisa dibudidayakan.
Bunga rafflesia ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles yang menjadi gubernur jenderal di Jawa (1811-1816). Raffles juga terpikat dengan Buitenzorg dan sempat membentuk kebun Istana Buitenzorg menjadi taman bergaya Inggris. Ketika istrinya meninggal di Batavia akibat malaria pada tahun 1814, ia membangun Monumen Lady Raffles di dalam kebun istana untuk mengenang sang istri, Lady Olivia Mariamne. Beberapa tempat, jalan, atau laboratorium di KRB diberi nama berdasarkan nama-nama mereka yang dinilai berjasa.
Peran penting KRB yang lain adalah memelopori budaya penelitian di Indonesia. Sejumlah lembaga penelitian, museum, hingga perguruan tinggi muncul sebagai perkembangan dari kegiatan penelitian di KRB.
~ o 0 o ~
Sumber:
Kompas, 18/102015
No comments :
Post a Comment