Kamar Cuma-cuma untuk Pelancong

Oleh DEFRI WERDIONO, Kompas (24/6/2016), Rubrik Sosok

Bagi Ajeng Ria Aprilina (30), "kalkulator" Tuhan berbeda dengan kalkulator manusia. Karena itu, ia enteng saja menyediakan kamar secara cuma-cuma untuk pelancong. Mereka hanya perlu memberi buku atau mengajar anak-anak di sekitar rumah Ajeng. Lewat kegiatan itu, Ajeng membantu pelancong berkantong tipis sekaligus membantu anak-anak yang membutuhkan tambahan pengetahuan.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Ajeng membuka lebar-lebar pintu rumahnya yang berada persis di pinggir Jalan Raya Malang-Batu di Desa Ngijo, Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sejak enam bulan lalu, lebih dari 130 pelancong yang sebagian besar backpacker menginap di tempat itu. Mereka bukan saja wisatawan domestik, melainkan juga wisatawan mancanegara.

Rumah yang disediakan Ajeng untuk para pelancong tidak terlalu besar. Rumah berwarna kuning yang berada di seberang Masjid An-Nur itu terdiri atas dua lantai. Ajeng tinggal bersama keluarganya di lantai dua. Sementara itu, dua kamar di lantai dasar diperuntukkan bagi wisatawan yang bepergian dengan isi kantong minim. Kedua kamar berukuran 3 meter x 2 meter itu langsung terhubung dengan ruang tamu.

Sebagai fasilitas tambahan, Ajeng menyediakan sebuah televisi dan Wi-Fi. Selain itu, ia menempatkan ratusan buku di ruang tamu yang bebas dibaca siapa saja, termasuk anak-anak tetangga. Setiap malam, 30-an anak-anak dari lingkungan sekitar berkumpul di ruang tamu untuk membaca dan belajar bersama.

Meski "resminya" Ajeng hanya menyediakan dua kamar untuk pelancong, kenyataannya tamu yang datang sering kali melonjak. Beberapa pekan lalu, misalnya, ada 19 pelancong yang datang dan menginap di rumah Ajeng. Bagi mereka, yang penting bisa istirahat. "Kalau tamu banyak, sebagian dari mereka tidur di ruang tamu ini," cerita Ajeng.

Omah Backpacker, begitulah Ajeng memberi nama untuk penginapan cuma-cuma miliknya. Penginapan itu berdiri sejak tahun 2015, tetapi embrionya sudah ada sejak 2011. Saat itu, ibu tiga anak tersebut membuat usaha serupa di rumah lamanya yang terletak di salah satu perumahan. Namun, ia merasa kondisi lingkungan perumahan kurang mendukung sehingga usaha penginapan yang dirintis Ajeng hanya bertahan sekitar satu tahun.

Bayar dengan buku

Keinginan Ajeng untuk membuat penginapan kembali hidup ketika seorang temannya yang masih kuliah di Universitas Indonesia meminta bantuan untuk dicarikan penginapan murah pada November 2015. Ajeng pun menawarkan rumahnya sebagai alternatif.

Tawaran tersebut diterima dengan senang hati. Sang tamu yang berasal dari Bekasi itu akhirnya menginap bersama sahabatnya yang masih kuliah di Universitas Negeri Jember.

"Rupanya tamu itu tahu bahwa saya suka membaca. Karena tahu kesenangan saya, dia membawa sejumlah buku fiksi berupa cerita pendek," ujarnya.

Cerita tidak berhenti sampai di situ. Buku-buku pemberian sang kawan ternyata diketahui oleh tetangganya. Karena memiliki kesenangan sama, yakni suka membaca, akhirnya buku-buku itu pun dipinjam oleh tetangga.

Dari situ kemudian tebersit di pikiran Ajeng dan keluarga untuk memanfaatkan dua kamar yang kosong agar bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Tercetuslah ide untuk menyewakan kamar itu. Selanjutnya, istri Rio Afif Mufarid (30) itu mengunggah Omah Backpacker ke media sosial Facebook dengan embel-embel menginap hanya dengan membayar buku.

Gayung bersambut, tiga hari kemudian tamu mulai datang untuk menginap. "Ada juga yang bukan tamu, mereka datang hanya memberikan buku. Bahkan, ada yang menelepon saya dari Jakarta menyampaikan keinginannya untuk mengirimkan buku," ucapnya.

Dari situlah koleksi buku Ajeng terus bertambah hingga sekarang jumlahnya lebih dari 300 buku, mulai dari buku anak-anak, nonfiksi, hingga esai. Sebagian rumahnya kini menjadi semacam perpustakaan kecil yang menjadi tempat alternatif bagi anak-anak sekitar untuk mendapatkan buku bacaan.

Belajar bersama

Dua bulan setelah Omah Backpacker berdiri, Ajeng juga menyematkan nama Omah Sinau di rumahnya. Di tempat itu anak-anak belajar bersama di bawah arahan Ajeng.

"Setelah buku terkumpul, saya berpikir, yang datang ke rumah saya, kok, anak itu-itu saja. Saya sendiri sering dengar cerita dari para orangtua bahwa anaknya sering mengisi waktu luang dengan nongkrong dan main tidak jelas. Akhirnya saya berpikir bagaimana jika kegiatan mereka bermain dipindah ke rumah saya," tuturnya.

Akhirnya kegiatan belajar di rumah Ajeng berkembang. Ada kelas gambar, kriya, tari, dan bahasa. Untuk kelas bahasa, tidak hanya pelajaran bahasa Inggris yang diberikan, tetapi juga Perancis dan Jepang. Ajeng turun tangan sebagai pengajar bahasa Inggris, sedangkan pengajar bahasa Perancis dan Jepang adalah mahasiswa dari Universitas Brawijaya, Malang.

Tidak jarang para backpacker asing yang menginap di rumah Ajeng juga menjadi mentor bahasa. Jika tamu domestik berbayar buku, Ajeng menerapkan aturan bagi tamu mancanegara. Mereka boleh menginap di sana asalkan mau mengajar (one night one teaching). Yang terjadi, para pelancong asing itu tidak hanya mengajarkan bahasa asing, tetapi juga berbagi cerita tentang budaya dan kebiasaan di negeri mereka.

Sejumlah pelancong dari luar negeri, seperti Maroko, Polandia, Ceko, dan Perancis, juga mengenyam hangatnya suasana rumah Omah Backpacker yang menyatu dengan Omah Sinau. Bahkan, seorang backpacker asal Maroko mengaku jatuh hati pada Malang setelah menginap selama dua pekan di Omah Backpacker.

Terkait dengan dunia pendidikan, sebulan terakhir Ajeng mengembangkan kegiatan Omah Sinau Berbagi Mimpi. Dalam program ini, Ajeng bersama teman-teman yang memiliki profesi out of the box (seperti musisi, bloger, dan agen perjalanan) memberikan semangat kepada anak-anak usia SMP di daerah marjinal perkotaan. Pesan yang disampaikan adalah bagaimana cara merajut mimpi dan meraih cita-cita sesuai bakat.

"Jangan sampai mereka terjebak oleh propaganda selama ini bahwa cita-cita itu adalah jadi dokter, insinyur, dan lainnya. Kalau tidak bekerja di profesi tersebut, seolah dianggap tidak bekerja," ucapnya.

Ajeng ingin mendorong anak-anak kelompok marjinal perkotaan untuk memiliki mimpi yang tinggi, sekaligus memberikan akses untuk mengejar mimpi tersebut. Dan, Ajeng memulainya dengan Omah Backpacker serta Omah Sinau.

No comments :