Membaca
“Wali Nusantara”
Tempo,
25-31 Mei 2020
Saya suka membaca dan
kegiatan tersebut adalah vitamin yang cukup ampuh sebagai asupan bagi otak dan
pikiran saya untuk terus bekerja. Majalah Tempo merupakan salah satu sumber
bacaan yang saya suka. Pada edisi 25-31 Mei 2020, ada liputan khusus yang
menarik, berjudul Wali Nusantara, ulama-ulama setelah era Wali Sanga yang mengembara
menyebarkan Islam ke pelosok negeri berabad silam. Berikut, saya kutip untuk
pembaca blog ini. Selamat membaca.
Muhammad
Falak bin Abbas
Muhammad Falak bin
Abbas lahir di Sabi, Pandeglang, Banten, pada 1842 dan meninggal saat berusia
130 tahun. Falak adalah pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Indonesia
yang kharismatik. Tarekat itu satu dari 27 ilmu yang beliau pelajari di Mekah,
Arab Saudi. Ia belajar di sana sejak usia 15 tahun dan mempelajari banyak ilmu
seperti tafsir Al-Quran dan fikih, hadis, astronomi, dan ilmu lainnya.
Berbekal ilmu utama
tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah dan berbagai ilmu lain yang didalami di Saudi,
Falak mendirikan pondok pesantren. Ia menyebarkan Islam di Bogoro melalui
pendekatan ilmu kanuragan dan kesaktian lainnya. Falak juga disebut sebagai
guru pendiri Nahdlatul Wathan Lombok, Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin
Abdul Majid.
Dalam buku Berangkat dari Pesantren karya Kiai Haji
Saifuddin Jufri, disebutkan bahwa Falak bersama Kiai Haji Wahab Hasbullah
Jombang, Kiai Haji Abbas Buntet Cirebon, dan Kiai Haji Mustofa Singaparna
Tasikmalaya menjadi pemimpin rohani Laskar Hizbullah, laskar rakyat pada masa
perjuangan kemerdekaan.
Zikir rutin malam
Jumat merupakan wasiat Falak sebelum ia meninggal pada 19 Juli 1972, sedangkan
pada Jumat, bada asar menggelar khatam Al-Quran. Falak juga menerima warisan
teks manakib Badar, cerita tentang 313 tentara yang meninggal dalam perang
Badar yang dipimpin Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia juga mewarisi
sebuah bacaan yang berdasarkan tujuh ayat Al-Quran. Namun tak ada cerita detail
mengenai warisan tersebut.
Perjuangan Falak
membangun perguruan tidak mudah, banyak jawara yang kerap menggangu penduduk
dan penduduk rajin menyiapkan sesaji agar hasil panen melimpah. Lalu Falak yang
memiliki sawah luas membagikan hasil panen kepada masyarakat dengan maksud
untuk mengikis budaya sesaji. Falak juga meredam amarah para jawara yang tidak
menyukai kehadirannya di Bogor dengan beradu kekuatan. “Siapa yang bisa mengambil kelapa dari pohon
tanpa menyentuhnya, dia menang,” dan Falak menang. Falak juga belajar ilmu tib
atau kesehatan dan obat-obatan sehingga banyak yang berobat ke beliau, hal ini
menyebabkan para dukun di Bogor juga tidak menyenangi Falak.
Pesan Falak kepada
murid-muridnya adalah jangan sampai meninggalkan zikir, serta agar membangun
fondasi Islam yang ramah, santun, dan penuh toleransi, juga tawaduk.
No comments :
Post a Comment