Membaca
“Wali Nusantara”
Tempo,
25-31 Mei 2020
Saya suka membaca dan kegiatan tersebut adalah vitamin yang cukup ampuh sebagai asupan bagi otak dan pikiran saya untuk terus bekerja. Majalah Tempo merupakan salah satu sumber bacaan yang saya suka. Pada edisi 25-31 Mei 2020, ada liputan khusus yang menarik, berjudul Wali Nusantara, ulama-ulama setelah era Wali Sanga yang mengembara menyebarkan Islam ke pelosok negeri berabad silam. Berikut, saya kutip untuk pembaca blog ini. Selamat membaca.
Sunan Prapen
Terletak di atas
sebuah bukit di Kecamatan Kebomas, Gresik, Jawa Timur, makam Sunan Prapen
berjarak sekitar 500 meter dari makam kakeknya, Sunan Giri. Sunan Prapen
mewarisi kekuasaan kakeknya di Giri Kedaton, kini masuk wilayaj Gresik. Giri
Kedaton adalah kerajaan yang menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa
bagian timur hingga ke wilayah Nusa Tenggara.
Sunan Prapen naik takhta menggantikan saudaranya yang bergelar Sunan Dalem pada 1548, setelah setahun berkuasa Sunan Prapen memerintahkan pembangunan keraton yang baru. Pengaruhnya di luar kerajaan tampak dari penahbisan Mas karebet alaias jaka Tingkir menjadi Raja Pajang.
Giri Kedaton cukup maju di bawah Sunan Prapen karena memiliki pelabuhan besar, yang menjadi pintu utama perdagangan ke wilayah timur. Pelabuhan Giri menggeser pelabuhan tradisional Majapahit di Tuban. Posisi kerajaan Giri strategis karena jalur darat dan lautnya menunjang, hingga melalui jalur laut tak sedikit santri dari Giri Kedaton yang dikirim berdakwah hingga ke kepulauan Nusa Tenggara.
Dalam berdakwah, Sunan Prapen menggunakan pendekatan kebudayaan dengan menggunakan wayang kulit. Cerita Mahabharata dan Ramayana ia ubah menjadi wayang Lombok. Wayang Lombok berkisah tentang tokoh-tokoh Islam, seperti Amir Hamzah dan Umat bin Khattab. Ali bin Abi Thalib dilukiskan sebagai Selander Alam Dahur dan Abu Lahab sebagai Baktak. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa Kuna dan Kawi.
Pendekatan budaya yang dibawa Sunan Prapen dinilai efektif. Ia tak mengganti semua sistem kepercayaan setempat, tapi memodifikasinya dengan memasukkan unsur sufisme Islam, metode ini gampang diterima penduduk yang memiliki sistem kepercayaan lainnya. Pada abad 17, Islam tersebar ke seluruh Lombok.
Sunan Prapen dan rombongannya berperilaku lemah lembut dan tidak membuat perubahan yang ekstrem. Agama diajarkan sesuai dengan kemampuan mereka yang berpindah ke desa lain dengan meninggalkan seorang kiai untuk menyempurnakan ajaran.
No comments :
Post a Comment