Drama Keluarga dan Anak Ayam

Arsip Visinema Pictures

Drama Keluarga dan Anak Ayam

Oleh DWI BAYU RADIUS

26 Juni 2022


Film terbaru Keluaga Cemara berputar pada petualangan Ara yang kabur dari rumah bersama sang sahabat, Ariel, untuk memulangkan anak ayam kepada kawanannya. Pengingat bagi orangtua lewat Abah dan Emak yang sempat lupa dengan kebahagiaan buah hatinya.

Ara (Widuri Puteri) termangu-mangu menatap kandang ayam yang tengah diasapi. Ia berangsur-angsur tersenyum mendapati Abah (Ringgo Agus Rahman) yang berbincang dengan Kang Sobari (Joe P-Project). Abah akhirnya diterima bekerja, ditambah mobil dinas meski ternyata hanya pikap lawas.

Setelah jatuh miskin, Abah, Emak (Nirina Zubir), dan anak-anaknya hidup di desa. Bayaran Abah tak cukup untuk menghidupi keluarga sehingga Emak mesti ikut pontang-panting menjual opak yang penjualannya pun seret. Anak sulung mereka, Euis (Adhisty Zara) beranjak puber.

Sementara, si bontot, Agil (Niloufer Bahalwan) sedang rewel-rewelnya. Jadilah Ara, anak tengah, merasa keluarganya cuek. Euis ogah menjemput Ara lantaran mulai disibukkan dengan tugas sekolah dan menyimpan rasa terhadap teman kelompoknya, Deni (Kafin Sulthan).

Lebih-lebih, Euis yang butuh privasi tak ingin sekamar dengan Ara. Kenyataannya, Euis ingin lebih bebas mengobrol dengan Deni lewat ponsel. “Teteh (Euis) berubah. Ara enggak suka,” ujar Ara saat sendiri di kamar sambil mendekap boneka monyetnya.



Ariel (Muzakki Ramdhan) membonceng Ara (Widuri Puteri) menuju Kampung Badak dalam Keluarga Cemara 2.

Demikian pula dengan Abah yang harus bekerja dan Emak sudah repot mengasuh Agil. Pelariannya, Ara merasa mampu menguasai percakapan dengan ayam. Ocehan Ara jelas bikin Abah dan Emak terenyak. Tak disangka, Ara yang mengalihkan perhatiannya kepada Kang Romli (Abdurrahman Arif) menemukan pembenaran.

Kang Romli juga mengaku bisa bicara dengan kodok. Keruan saja Abah dan Emak dibikin makin pening namun mereka dengan lembut menasihati Ara. Kehangatan orangtua yang menghamparkan kebajikan bagi anak-anaknya menjadi kekuatan Keluarga Cemara 2, sebagaimana prekuelnya.


Sangat Humanistis

Kadang, Abah dan Emak terseok-seok juga dengan keruwetan rutinitasnya namun sangat humanistis karena manusia tentu tak sempurna. Euis pun kerap terpaku menatap gawai yang tak henti bersenda gurau dengan Deni dan kawan-kawannya meski hidangan telah terhidang di meja saat makan malam.

Alhasil, setiap insan Keluarga Cemara tenggelam dalam perkaranya sendiri-sendiri. Diputar di bioskop sejak 23 Juni 2022, Keluarga Cemara 2 masih menyuguhkan problem keseharian yang ringan. Adaptasi dari serial televisi legendaris karya Arswendo Atmowiloto tersebut berdurasi hampir dua jam.

Fokus famili itu lantas bergeser ke anak ayam yang tersesat di pinggir jalan lalu dipungut Ara dan dinamakan Neon. Bersama Ariel (Muzakki Ramdhan), ia ingin pergi ke Kampung Badak setelah menyimak bisikan hewan tersebut yang ingin berkumpul dengan keluarganya.


Sepasang sobat itu terengah-engah bergiliran mengayuh sepeda dengan berboncengan. Maklum, Kampung Badak amat jauh dan jalannya menanjak sampai-sampai mereka kesasar. Itu pun, Ara dan Ariel tak menemukan keluarga Neon. Terang saja, Abah naik pitam dan Emak panik gara-gara Ara baru ditemukan saat malam.

Kekocakan dan keharuan selanjutnya berselang-seling. Ara mencerminkan welas asih kepada makhluk lain dengan diam-diam menyimpan tekad untuk menemukan Kampung Badak. Janji yang telah diutarakan kepada anak ayam itu terus dipegang Ara terus untuk direalisasikan.

Ia sudah jemu dengan niat Abah dan Euis untuk memperhatikannya, tetapi tak kunjung ditepati. Kegigihan ditunjukkan Ara untuk menolong Neon berselubung kemangkelan terhadap sanak saudaranya. Lebih kurang dua pertiga plot kemudian bergulir soal mempertemukan Neon dengan keluarganya.

Dilema keluarga perlahan berganti menjadi silang sengkarut mengantar Neon yang tak ayal membersitkan sekilas pertanyaan jenaka, adakah Keluarga Cemara 2 lebih memanggungkan drama anak manusia atau drama anak ayam? Neon yang tak juga bersua dengan induknya semakin kalut berciap-ciap.

Penonton memang dibuat tersenyum menyaksikan anak ayam yang tak henti berjalan kian kemari di kandang, meringkuk, sampai terkantuk-kantuk. Anak-anak juga dengan sangat mudah memahami alur yang begitu simpel, tetapi beberapa sekuensnya terasa berpanjang-panjang.


Sebenarnya, banyak perilaku antarkerabat berpotensi untuk digali sehingga relasi manusia yang subtil bisa benar-benar disentralkan tanpa menghilangkan esensi keteladanan namun bagaimana pun, Keluarga Cemara 2 secara keseluruhan tetap tontonan menghibur.

Cekcok yang juga kocak misalnya, ditampilkan saat Euis dengan mata membelalak kelimpungan membekap celoteh Ara kepada Abah dan Emak soal kakaknya itu yang menelepon Deni hingga subuh. Di antara semua pemain, Niloufer justru paling mencuri perhatian dengan polahnya yang menggemaskan namun natural.

Suka duka pun berayun-ayun dengan perjuangan Abah yang mencukupi nafkah keluarga, berikut Emak dengan simpati dan rangkulannya. “Berarti sekarang mulai lagi dari awal. Makasih Emak sudah mau sabar,” kata Abah yang ditenangkan Emak sambil tersenyum.


Nilai Baik

Film itu sangat cocok untuk mengisi liburan panjang sekolah, terutama saat karya anak bangsa untuk semua umur belum tentu bisa dihitung dengan jari per tahunnya. “Kami memang ingin memberikan tayangan yang tak cuma menghibur tapi juga nilai-nilai baik,” kata produser Keluarga Cemara 2 Anggia Kharisma.

Ia menekankan pentingnya komunikasi hingga membagi peran dan waktu orangtua kepada anak-anak. Begitu pula dengan pergulatan pribadi setiap peranan. “Saling bertubrukan dengan kepentingan bersama keluarga. Kompleks namun diselingi banyak adegan menghibur,” ucap Anggia lewat rilisnya.


Sutradara film itu, Ismail Basbeth berharap penonton menemukan dirinya dalam Keluarga Cemara. Ayah, umpamanya digambarkan lewat perjuangan Abah, ibu dengan pergolakan batin Emak, remaja dalam percintaan Euis, dan anak-anak turut mengecap petualangan Ara bersama Ariel.

“Memang, kami membuat sedemikian rupa agar setiap anggota keluarga yang menonton dapat merasa relate (terhubung) dengan filmnya,” ucap Ismail. Konflik yang disajikan lazim dialami keluarga mana pun sehingga semua pesan penting tersampaikan tanpa menggurui.

“Abah mendapatkan pelajaran penting dalam berkeluarga. Kesadaran bahwa anak merupakan harta yang begitu berharga,” kata Ringgo. Abah belajar menyeimbangkan waktu agar bisa bercengkerama bersama keluarganya namun pekerjaan mustahil diabaikan.

Ia terbentur skala prioritas namun Abah akan selalu berusaha. Ringgo pun mengimbau setiap orangtua untuk menyediakan waktu berkualitas bersama keluarga. “Buat Bapak-bapak kayak saya, nih, ya, ingat, jangan kerja terus,” ujarnya sambil tertawa.


Editor: BUDI SUWARNA

Intan Wibisono Kecantol NFT

Kompas/RIZA FATHONI


Oleh IGNATIUS NAWA TUNGGAL

Kompas, 26 Juni 2022

 

Bentuk keberpihakan Intan Wibisono (37) terhadap seniman terbilang sederhana. Ia hanya peduli dengan penghargaan hak atas kekayaan intelektual seniman beserta jenjang karier seniman yang ternyata begitu mudah serta otomatis bisa diwujudkan melalui teknologi rantai blok non-fungible token.


Belum lama ini, antara 9-17 April 2022, Intan sebagai kolektor muda ikut memelopori sebuah pameran hasil aktivitas seniman dengan medium non-fungible token (NFT) di Galeri RJ Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia menghimpun 238 seniman atau kreator dari sejumlah daerah di Indonesia untuk menghadirkan karya masing-masing yang pernah diunggah di NFT. Jadilah, sebuah festival yang dinamai Indo NFT Festiverse di galeri tersebut.


Intan ingin ambil andil dalam menumbuhkan gairah seniman untuk beradaptasi dengan teknologi NFT yang terbilang baru. Karena kebaruannya itulah, Intan menyebutkan, tidak jarang yang terdengar hanyalah noise atau kesimpangsiuran informasi teknologi baru NFT. NFT sebagai media seni kripto di semesta internet atau metaverse masih terus mengalami pertumbuhan. Perkembangannya juga menuju titik tertentu yang memiliki berbagai kemungkinan.

 

Kesimpangsiuran itu sekarang diimbuhi terjadinya kejatuhan nilai mata uang kripto untuk transaksi di NFT ketika akan dikonversi ke nilai mata uang konvensional. Mata uang kripto sebagai alat transaksi nilainya mengalami fluktuasi. Mungkin saja ini hal penting untuk mempertimbangkan masuk ke dunia NFT atau tidak. Akan tetapi, Intan melihat sisi lain dari dunia NFT.


Bagi Intan, NFT bisa mendatangkan manfaat tidak hanya bagi seniman yang bisa memiliki kejelasan karier dan pendapatan royalti. Publik pencinta seni atau pencinta daya kreativitas seni yang tidak terbatas, juga bisa memperoleh manfaat tersendiri. Karena itulah, Intan melihat ada masa depan bagi NFT.


Biji digital

Intan menceritakan pengalaman mengoleksi sebuah karya seni kripto berupa biji digital yang pernah ditawarkan oleh sebuah galeri seni di Singapura, tahun 2021. Satu biji digital ketika itu ditawarkan dengan harga minting atau unggahan pertama oleh senimannya senilai 0,2 ethereum (ETH).

”Saya membelinya. Pada waktu itu harga 0,2 ETH setara antara Rp 6 juta-Rp 7 juta. Kemudian saya dikirimi satu paket biji digital, tetapi bukan biji tanaman asli, serta akses untuk menyimak animasi pertumbuhan biji tersebut secara digital selama enam bulan,” ujar Intan dalam sebuah percakapan di Jakarta, Selasa (21/6/2022).

Intan menunjukkan lewat layar gawainya berupa foto paket biji digital tersebut. Di kemasannya tertera tulisan harvested on 02.2022, yang seolah-olah biji itu akan nyata bisa tumbuh dan bisa dipanen pada Februari 2022.

Semua yang ditawarkan itu ternyata dalam bentuk animasi. Intan membeli biji digital dan dibawa ke dunia khayalan, dunia fantasi yang seolah-olah bisa secara nyata menanam biji tumbuhan tersebut di semesta internet. Ini sebagai karya seni kripto di dunia NFT yang tidak pernah disangka-sangka Intan.

Wajah Intan terlihat begitu riang, tatkala menceritakan pengalamannya di hari-hari pertama menikmati pertumbuhan biji digitalnya tersebut. Oleh seniman atau kreatornya, ia tidak pernah diberi tahu jenis tanaman tersebut.

Intan menunjukkan foto hasil akhir pertumbuhan biji digitalnya selama enam bulan. Terlihat satu batang pokok dengan ranting enam lembar daun sirip jemari. Sebatang pohon kecil itu ditanam di sebuah pot berwarna putih.

 

Dari sinilah perbincangan tentang NFT menemukan pijakan baru dan nyata dialami Intan. Selama ini jamak ditemukan karya-karya seni kripto tak ubahnya seperti karya seni rupa berupa citra atau gambar sesuatu.

Karya-karya seni kripto berupa citra digital yang jamak itu juga dikoleksi Intan. Dari karya seni kripto biji digital, Intan ingin mengemukakan kemungkinan-kemungkinan capaian lain dari sebuah karya seni kripto di NFT.

”NFT tidak hanya medium yang diperuntukkan bagi distribusi karya seni rupa,” ujar Intan, yang menekankan pada dasarnya, NFT itu untuk menandai apa yang dimiliki dan oleh siapa.

Catatan tentang apa yang dimiliki dan oleh siapa, itu terekam di dalam sistem teknologi blockchain atau rantai blok NFT. Sistem itu menawarkan keterbukaan informasi, dimulai dari siapa penciptanya beserta perjanjian-perjanjian yang dibuat jika karya itu nantinya terbeli.

Perjanjian mencakup persoalan pembagian royalti kepada pemegang hak atas kekayaan intelektual karya jika pada akhirnya karya tersebut diperjualbelikan kembali ke pihak lain lewat rantai blok internet. Bisa pula dinyatakan di dalam perjanjian bahwa tidak hanya karya digital yang akan diperolehnya. Jika karya seni kripto yang digital itu berbasis lukisan secara fisik, seniman bisa pula mencantumkan perjanjian bagi pembeli karya di NFT bisa memperoleh karya fisik aslinya.

Rantai blok internet menyimpan dan memberikan informasi perjalanan karya. Ini berguna bagi upaya membangun sebuah pengakuan sosial terhadap seniman dan pengakuan pasar terhadap karya-karyanya.

Intan menyebutkan, sistem rantai blok internet berpihak pada jenjang karier seniman. Publik bisa merunut informasi perjalanan sang seniman melalui perjalanan karya-karyanya di NFT.

Seniman atau siapa pun kreator seni kripto juga bisa bekerja tidak hanya ditujukan kepada dirinya sendiri. Mereka bisa menawarkan karya seni kripto sebagai usaha memberikan kontribusi sosial terhadap masyarakat marjinal.

Intan mencontohkan suatu pengoleksian karya seni kripto lewat NFT. Hasil penjualannya oleh sang kreator ditujukan untuk membantu keberlangsungan suatu komunitas petani jahe di suatu tempat. Lewat NFT, ternyata bisa pula untuk menggalang solidaritas dan perjuangan kebersamaan.

 

Perjalanan hidup

Intan lahir di Paris, Perancis, pada 6 Oktober 1985. Ia terlahir dari sebuah keluarga asal Indonesia yang bekerja di perusahaan perminyakan berbasis di Perancis.

Tidak seberapa lama, sekitar satu hingga dua tahun kemudian, Intan dibawa orangtuanya pulang ke Tanah Air dan bertugas di Balikpapan. Intan memasuki kuliah di Inholland University of Applied Sciences, Belanda, pada 2003. Ia memilih studi komunikasi dan menuntaskannya pada 2007.

Semasa kuliah di Belanda, mulai terbit ketertarikan Intan terhadap karya-karya seni rupa tanpa sengaja. Selama perjalanan kaki menuju kampus, misalnya, ia tidak jarang menjumpai patung-patung di taman.

”Ketika bekerja di Jakarta melihat koleksi lukisan di rumah atasan kerja saya, dan di situ saya mulai berpikir bahwa lukisan ternyata bisa dikoleksi siapa saja,” ujar Intan, yang kemudian mulai turut mengoleksi lukisan.

Setelah lulus kuliah di Belanda, Intan sempat bekerja hampir dua tahun di sana. Mulai Januari 2008 hingga November 2009, Intan bekerja di Nuffic Den Haag, Belanda.

Ia kemudian pindah ke Jakarta dan merintis perjalanan hidupnya di Jakarta. Sejak November 2021 sampai sekarang, Intan mendirikan usaha rintisan dan melahirkan situs Artopologi.com. Ini sebuah situs internet yang berusaha mengenalkan beragam pengetahuan karya seni.

”Ketertarikan saya terhadap lukisan hingga akhirnya berujung ke karya seni kripto di NFT,” ujar Intan, yang menyukai sisi kebaruan teknologi NFT.

Secara perlahan Intan berusaha makin mengenali NFT. Ia lalu membenamkan diri pada usaha-usaha mendorong seniman atau siapa pun di Indonesia untuk mengembangkan diri lewat NFT.

 

Biodata

Nama: Intan Wibisono

Lahir: Paris, 6 Oktober 1985

Pendidikan: Bachelor, InHolland University of Applied Sciences, Belanda (2003-2007)

Pekerjaan:

- Pendiri dan CEO Artopologi.com (November 2021-sekarang)

- Head of Branding & Corporate Communication, Sompo Insurance Indonesia (Oktober 2020-November 2021)

- Head of Corporate Communication, Bukalapak (Februari 2019-Agustus 2020)

- Independent Consultant (Januari 2018-Januari 2019)

- Business Director, Edelman Indonesia (November 2011-Desember 2017)

- Account Executive, IndoPacific PR (Maret 2010-Oktober 2011)

- Project Assistant, Nuffic Den Haag (Januari 2008-November 2009)

 

Editor:

MOHAMMAD HILMI FAIQ

Iva Dalam Ingatan ( Kau “Pulang” dengan Senyuman)

Iva-Medco tahun 2000

Rasanya masih lekat dalam ingatan saya, akan sosoknya yang ramah dan selalu tersenyum. Kata sapaannya bisa didengar dari bagian depan security hingga ke ruangan karyawan-karyawan di ruangan yang lain. Begitulah ia dikenal dengan keramahtamahannya yang tulus dalam semua situasi.


Namun, sejak 17 Mei 2022 yang lalu, suara itu tidak ada lagi. Suara yang ramah itu, milik Iva Moriva Zuliana binti Zulkifli Arifin. Salah satu staf kepercayaan saya di Medco. Iva sudah bekerja bersama saya sejak tahun 2000, lalu sekitar tahun 2005 ia mengajukan resign saat mulai hamil anak keduanya. Kemudian Iva kembali bekerja di Medco, pada tahun 2017. 


Saya ingat sekali, hari terakhir pertemuan kami. Iva dan Lucy (sekretaris saya) ikut bersama saya, makan siang di Mike Pizza-Kemang. Hari itu ia tampak seperti biasa, ceria dan selalu tersenyum. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda bahwa ia sedang kesakitan atau menderita sakit yang serius, Iva selalu mampu menyimpan semuanya lewat senyumannya, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu, apa sakit yang ia derita.


Foto terakhir di Mike Pizza-Kemang


Bulan itu kami sedang mempersiapkan acara music untuk Hari Kebangkitan Nasional 21 Mei 2022, Iva yang menghandle acara tersebut. Namun menjadi orang yang tidak pernah menyaksikan acara yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari.
 



Persiapan Acara Musik di Hari Kebangkitan Nasional-21 Mei 2022

 

Hari itu Rabu, tanggal 11 Mei 2022, setelah makan siang di Mike Pizza,Kemang. Iva kembali ke apartemennya, keesokan harinya, Kamis 12 Mei Kantor WFH, pada malam hari, ia mengeluh sakit kepala yang hebat, hingga pingsan dan dibawa ke UGD RS MMC. Sejak masuk UGD dan tidak sadarkan diri, Iva dipindahkan ke ICU, dan tepat hari kelima ia dirawat di ICU, Iva dinyatakan meninggal dunia pada pukul 22.03 WIB dengan vonis penyakit kanker otak, mirip dengan sakit yang diderita oleh almarhum Glen Fredly. Cepat sekali Iva pergi tanpa aba-aba dan tanpa kata-kata.

Keseharian Iva mendampingi saya dalam pekerjaan.

Saya merasa kehilangan Iva, dan saya yakin banyak kerabat, teman-teman yang dekat juga merasakan hal yang sama. Kebaikan Iva dirasakan banyak orang, saya tidak adil jika tidak menampilkan bagaimana perasaan rekan-rekan kerjanya yang juga sangat merasa kehilangan atas kepergian Iva.
 

Kebaikan Iva juga dirasakan oleh Luciana, ia adalah sekretaris saya yang sudah bekerja selama lebih dari 20 tahun menuturkan kedekatannya dengan Mbak Iva.

"Mbak Iva sosok yang rapi, modis dan sangat perhatian. Setiap jumat biasanya selalu suka berbagi sedekah jumat. Biasanya saya yang ikut bantu Mbak Iva bagi makanan di jalan, karena Mbak Iva kan nyetir mobil, jadi saya yang bantu bagikan ke pemulung, lansia-lansia, penyapu jalanan dan pengemis-pengemis. Dia juga ramah dan bisa bergaul dengan siapapun, makanya dia banyak disukai siapapun dan banyak temannya.


Bersama Pak Dedi dan Mbak Iva

 

Beda lagi cerita dari Ryand, yang memiliki nama lengkap Ryand Ardiansyah Putra Sumardi, ia seorang nahkoda kapal yang masih muda, ia juga punya pengalaman dengan Bu Iva.

"Bu Iva sosok wanita yang keibuan, ada satu pesan beliau yang sangat saya ingat. “Ryan, kalau kamu nanti sukses, lalu menikah, jangan pernah meninggalkan istrimu. Selain itu Bu Iva juga berpesan, kita harus selalu menjaga, menemani, melindungi Pak Dedi Panigoro”


Dari awal 2018 saya bertemu Bu Iva, beliau selalu ramah dengan semua orang, tidak pernah memandang ini siapa, itu siapa. Di akhir hayatnya itu, yang paling menonjol dari Bu Iva, beliau selalu rajin bersedekah, setiap jumat selalu berbagi makanan di jalanan,  itu ibadah terbaiknya yang bisa terlihat menjelang beliau meninggal dunia.


Bu Iva seperti sosok ibu, dia selalu “pasang badan” untuk semua urusan, dia sangat melindungi kami yang masih muda-muda ini. Jika ada keluarga, relasi yang datang, Bu Iva selalu memperkenalkan saya sebagai staf di sini. Beliau super perhatian, dan loyal sekali, sering ngajakin kami makan.


Begitu tahu Bu Iva meninggal, saya sangat bergejolak dan sedih. Sebelum lebaran saya pulang kampung, biasanya saya tidak pernah salim cium tangan Bu Iva, tapi saat pulang mudik, saya salim Bu Iva, mencium tangannya, itu ternyata menjadi pertemuan terakhir saya dengan Bu Iva. Dia saat itu berpesan, salam untuk keluarga dan jaga dirimu baik-baik ya. Wah, pesan-pesan Bu Iva masih terngiang-ngiang sampai sekarang.
 

Penuturan lainnya dari Evi, sebagai rekan kerja Iva sejak tahun 2017.

"Aku kenal Kak Iva 2017, dia sangat bagus dalam hal yang detil-detil, dia juga orang yang multitasking, dalam satu waktu beberapa pekerjaan mampu ia selesaikan. Aku dengan Kak Iva itu kayak saudara, kita berdua sama-sama suka kuliner dan jalan-jalan, Kita punya rencana pengin ke sana dan kemari,  dia suka alam, suka pertualangan dan sama-sama suka menulis puisi, terutama saat Oma Lily (mamanya Kak Iva) berulang tahun, aku mengirimi puisi, sejak itu Kak Iva juga mulai menulis puisi kembali setelah lama vakum katanya.


Kak Iva sebagai Ibu, ke anak-anaknya dia menyenangkan dan seru, jadi anak-anaknya sangat terbuka sama dia dan suka curhat juga. Begitu Kak Iva enggak ada, aku sangat kaget. Karena Kak Iva enggak pernah ngeluh lagi sakit apa, malah dia perhatian ke kitanya, kebetulan Bapakku lagi sakit, Kak Iva malah suka nanyain kondisi bapakku. Padahal Kak Iva sendiri lagi sakit, tapi dia enggak pernah ngeluh kondisinya lagi sakit.


Kak Iva suka makanan nusantara, tapi masakan luar negeri dia juga sangat paham. Karena dia memang jago masak juga. Kadang kita sharing-sharing info makanan yang enak. Ingat banget kalau ke Soto Betawi Hj. Aisyah, aku selalu foto dan kirimin ke group, tapi begitu Kak Iva sudah enggak ada, aku rasanya kehilangan. Apalagi kami terkadang suka telponan malam-malam saling curhat.
Aku merasa kehilangan karena berdekatan dengan acara yang dia siapkan, justru Kak Iva udah enggak ada lagi. Aku senang dengan Kak Iva, karena dia selalu menerima kritikan dan menganggap kritikan sebagai bentuk untuk pengembangan diri.
 

 

Evi bersama Lucy dan Kak Iva

Ada Anna Lintang, ia adalah kawan baru bagi Iva, namun bagi Anna kesan Iva sangat dalam.

"Aku bekerja di sini baru dan dekat dengan Iva sejak Desember 2020. Aduhh.. Itu orang baik sekali dan sangat perhatian. Aku kan kehilangan almarhum suamiku, Agustus 2020. Iva itu sangat lembut dengan caranya, aku sangat terkesan dengan perhatian ke aku, support aku.


Aku pernah satu kamar dengan Iva saat kami ke Bandung. Saat itu kami bisa ngobrol, orangnya sangat compassion, perhatian sekali dengan semua orang, sama OB-OB juga sangat baik.


Rasanya cepat banget dia pergi, padahal kami punya banyak rencana ini itu, dia pergi benar-benar mendadak. Satu-satunya hal yang membuat aku curiga dia sakit, karena badannya mendadak jadi sangat kurus, karena turun drastis biasanya pasti ada something, atau karena sakit tertentu. Tapi sayangnya dia enggak pernah cerita sama sekali. Tiga bulan terakhir ini, gilaaa ya dia, rutin tiap jumat ngasih sedekah kemana-kemana. Duh.. itu orang baik banget, lembut banget, perhatian banget.

 

Penuturan lainnya dari Syarief Maulana, ia seorang penggiat musik klasik dan kontemporer, ia mengenal Iva saat mempersiapkan acara music camp.

"Saya banyak ketemu Mbak Iva dan bapak, karena saat itu sedang menyiapkan acara SouthEast Asia Music Camp, seharusnya dilaksanakan tahun 2020, tapi tertunda karena pandemic. Saat itulah kami banyak ngobrol terutama mengenai kegiatan music camp ini.


Paling berkesan saat ngobrol dengan Mbak Iva saat saya ke Blok M, di sebuah restoran Jepang. Saat itulah Mbak Iva dan saya menjadi dekat dan banyak memberikan wejangan kepada saya, beliau dengan caranya, sama sekali tidak menggurui saya. Terlihat sekali Mbak Iva sangat berpengalaman saat menyampaikan saran-sarannya kepada saya. Wejangan-wejangannya sangat mengena, menyentuh hati saya. Terutama berpesan agar perhatian pada anak-anak saya. Cara beliau menyampaikannya sangat berbeda sehingga mengena di hati saya.


Dalam hal pekerjaan pun dia sangat professional, terkadang beda pendapat, tapi tidak menjadi hal yang sangat serius antara saya dan Mbak Iva.


Kepergian Mbak Iva membuat saya kaget, terasa tiba-tiba sekali.  Saya masih berharap Mbak Iva bisa terlibat dalam project camp ini, walaupun Mbak Iva tidak hadir secara fisik, namun tetap meninggalkan saran-saran dan ide dalam project ini.

 

Masih ada Raedo, rekan kerja Mbak Iva di bagian legal.

"Saya selalu teringat kebaikan Mbak Iva, salah satu hal yang paling teringat setiap jumat beliau rutin memberikan makanan untuk panti asuhan. Dia sangat peduli pada sesama, misal ada pekerjaan yang bukan bagiannya, kadang dia ikut bantuin kita, ya tetap aja dikerjain sama dia.


Mbak Iva orangnya supel banget, buat saya enggak ada jeleknya sama sekali. Kalau bilang baik ya dia emang baik dan enggak dibikin-bikin baiknya, karena  dia berusaha baik maka sekelilingnya pun menjadi baik ke Mbak Iva. Saking baiknya, mau diutarakan rasanya susah yaa.

 

Begitu pula dengan Ariawan, yang banyak bekerjasama dengan Mbak Iva terkait bisnis dan pengembangannya.

"Mbak Iva itu mudah bergaul, sosialnya bagus, amalannya bagus dan menurut saya, dia itu hebat. Dia punya cita-cita mau shalat Idul Adha dan mau Qurban di masjid Medco, dia punya cita-cita ini, dan udah disampaikan juga ke pengurus masjid, tapi belum kesampaian cita-citanya, dia sudah enggak ada.


Orangnya mau memahami kita, terutama untuk menyampaikan aspirasi kita, dia mengayomi dan menyampaikan keluh kesah kita kepada Pak Dedi.


Sehari sebelum masuk rumah sakit, dia makan siang di sini sebelah saya. Begitu dia enggak ada rasanya langsung hilang. Dia orangnya “gaul” misalnya kita vaping, dia ikut vaping juga, karena mau ikutan bareng-bareng kita di sini.


Waktu dia masuk rumah sakit, kita enggak yakin, karena kemarinnya masih ketawa-ketawa di sini dan enggak keliatan sakit sama sekali. Malah kita menduga, dia segera sembuh, paling sakit cuma sebentar. Kita kehilangan, karena dia sangat ceria, kadang kita lagi BT, dia kadang hiburin kita semua.


Akhirnya, setelah dia pergi kita jadi ingat beberapa hal tentang Mbak Iva yang agak aneh, terutama saat puasa, dia sengaja keliling membeli makanan ini itu, sampai ke Tebet keliling, seakan-akan dia enggak bisa makan lagi makanan itu.

Kalau dia bisa dengar, saya cuma mau bilang “Mbak Iva terlalu cepat pergi”

 

Terakhir ada Dali, bagian purchasing yang banyak terkait urusannya dengan Mbak Iva, juga menuturkan kebaikan Iva.

"Kebetulan pekerjaan saya banyak berhubungan dengan  Mbak Iva, beliau juga direksi di saung Mang Udjo. Karakter Mbak Iva itu, selalu memback-up jika kita melakukan kesalahan, dia rela menjadi “Bumper” jika kita melakukan kesalahan, dia benar-benar mengayomi kita. Jika memang seharusnya diperjuangkan dia akan perjuangkan.


Masa-masa kita baru kompak-kompaknya justru dia pergi, tepatnya setahun terakhir ini, justru Mbak Iva pergi. Dia hebat, bisa memisahkan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Satu hal yang sedih sekali, di hari terakhirnya tidak ada komunikasi sama sekali dengan kami.


Kami semua berdoa yang terbaik untuk Mbak Iva. Salah satu point bagus, karena saat hari kematiannya, banyak yang datang dan bergantian untuk shalat jenazah untuk Mbak Iva, itu tandanya dia memang orang yang baik.

 

***

Iva hari ini, kamu memang sudah meninggalkan kita semua, tapi kesan, kebaikan dan senyumanmu masih tetap tertinggal di hati dan kenangan yang ditinggalkan. Doa kami untukmu Iva.
 

DSP

Orkes Penyembuh Jiwa

Gonzalo Simo, Orkestra Penyembuh Jiwa


Oleh: ELSA EMIRIA LEBA

Kompas, 11 Juni 2022

 

Pendiri Strings in Action (SiA) Gonzalo Simo menceritakan proses perjalanan SiA saat berada di Panti Asuhan Pondok Taruna di Cipayung, Jakarta Timur, Jumat (29/4/2022).

 

Musik bisa menyembuhkan tubuh dan jiwa manusia. Namun, belum semua orang bisa mendapat kesempatan belajar musik. Seorang asing dari Spanyol, Gonzalo Simo (47), memulai gerakan Strings in Action atau SiA yang mengajarkan anak-anak kurang beruntung di Jakarta dan Tangerang bermain alat musik gesek untuk orkestra.

 

Di sebuah ruangan serbaguna, sekitar 15 anak laki-laki dan perempuan duduk melingkar memainkan biola, selo, dan bas. Gesekan senar mereka memadukan musik yang indah. Tak jauh, Simo yang tinggi menjulang berdiri mengawasi permainan mereka.

 

”Strings in Action terinspirasi dari El Sistema, sebuah proyek dari Venezuela yang dimulai pada 1970-an. Proyek ini menyediakan pendidikan musik pada ribuan anak yang membutuhkan sehingga memicu gerakan serupa di negara lain. Jadi, saya menggunakan ide itu di sini,” tutur Simo.

 

Dua program utama SiA ialah memberikan anak-anak pengalaman bermusik dan membantu menyediakan beasiswa kepada anak-anak yang tertarik. Simo menekankan, pengajaran musik ini bukan ajang pencarian anak berbakat.

 

”Saya hanya ingin mereka menikmati dan mendapat manfaat dari belajar musik. Sama seperti olahraga, musik baik untuk otak, tubuh, dan jiwa,” ujar pemain biola ini.

 

Bibit SiA telah ”tumbuh” sejak 2015. Simo mengawali dengan membuat klub musik orkestra di Jakarta Intercultural School (JIS), tempatnya mengajar. Bersama para murid, dirinya memulai proyek ini di sebuah sekolah di Pamulang, Tangerang Selatan. Sayang, tidak berjalan mulus.

 

Suatu hari, laki-laki ini mendengar Panti Asuhan Pondok Taruna memiliki sebuah grup angklung. Setelah berbicara dengan pihak panti dan membawa murid JIS tampil di sana, Simo memulai proyek SiA di panti ini pada 2017. Mereka membentuk satu kelompok orkestra yang mencakup 35-an anak berusia 12-17 tahun yang berlatih setiap pekan di JIS.

 

Anak-anak SiA telah tampil dalam berbagai kesempatan. Pada 2019, misalnya, mereka terlibat dalam empat konser, yaitu Association for Music in International Schools (AMIS), Strings in Action Charity Concert, Indonesia Orchestra and Ensemble Festival (IOEF), dan All Jakarta Honor Orchestra (AJHO). Pandemi sempat memengaruhi proses latihan dan peluang tampil.

 

Menjadi mandiri

Seiring waktu berlalu, Simo juga menemukan pola operasional yang tepat guna mengembangkan dampak sosial SiA. Inilah yang menjadi alasan membuat SiA menjadi yayasan pada 2019. Mereka membentuk dewan pengawas, mempekerjakan guru musik dan staf, serta membeli atau menerima donasi instrumen musik.

 

Saat pandemi menerjang pada 2020, SiA juga mulai membagi anak-anak menjadi dua kelompok orkestra, yakni orkestra besar (advanced) dan orkestra kecil. Pembagian ini penting karena rentang umur yang jauh memengaruhi kecepatan mereka belajar. Belum lagi remaja yang menginjak dewasa biasanya meninggalkan panti.

 

Orkestra besar terdiri dari anak berusia 12-18 tahun dan orkestra kecil terdiri dari anak berumur 10-12 tahun. Satu grup orkestra biasanya terdiri dari 20-25 anak. Sekarang mereka berlatih dua kali seminggu masing-masing selama satu setengah jam di panti.

 

Pada tahun yang sama, SiA memperluas jangkauan dengan berkolaborasi dengan Panti Asuhan Abigail di Pamulang. Sudah ada satu kelompok orkestra beranggotakan anak berusia 12-15 tahun. SiA pun sedang menjajaki peluang kolaborasi dengan satu panti asuhan lainnya di Pamulang. Dihitung-hitung, total sudah 92 anak yang terjangkau sejak proyek SiA bergulir.

 

Dalam perjalanan SiA menjadi mandiri, Simo memberi apresiasi kepada muridnya, Alexandra Augustien Rachmat (16). Alex merupakan presiden klub Strings in Action (SiA) di JIS. Gadis yang bergabung sejak 2017 ini berperan penting dalam mencari sponsor bagi SiA dan kolaborasi yayasan dengan klub di sekolah.

 

”Setelah SiA menjadi yayasan, klub di sekolah tetap berjalan tetapi lebih sebagai bagian dari support system. Misalnya kami membuat website, membagikan konten di media sosial, membuat video panduan latihan, dan membuat acara yang mengajak anak-anak,” tutur Alex yang lahir di Burlingame, California, Amerika Serikat, ini.

 

Terkait beasiswa, SiA berpartner dengan Amadeus Music School sejak 2019. Sejauh ini, sudah ada enam anak yang mendapat kesempatan mengeksplorasi musik secara profesional di sekolah itu. SiA tengah mengupayakan agar anak-anak juga bisa belajar musik di Universitas Pelita Harapan.

 

Beragam situasi

Sebagai ekspatriat, Simo mengakui pernah menghadapi perbedaan perspektif dengan mitra SiA terkait anak-anak. Ditambah lagi, anak-anak ini berasal dari beragam situasi. Ada yang tidak lagi memiliki orangtua, ada yang dibuang keluarga. Beberapa bahkan tidak asing dengan dunia gelap, seperti seks bebas dan kecanduan ngelem.

 

Namun, laki-laki yang tiba di Indonesia sejak 2013 ini ingin agar anak-anak bisa seperti dirinya; gampang untuk belajar musik. Sudah seharusnya akses pada musik tersedia mudah. Banyak studi yang membuktikan manfaat musik terhadap aspek kognitif, afektif, motorik, dan auditori. Apalagi musik adalah bahasa universal.

 

”Bermain musik, terlepas mereka memiliki talenta atau tidak, bisa membantu mereka menjadi orang yang lebih baik. Musik bisa memberikan anak-anak ini ’rasa memiliki’ terhadap sesuatu. Berada dalam orkestra seolah menjadi tim yang menyatukan untuk menciptakan sesuatu yang indah, terlepas dari latar belakang mereka,” kata Simo.

 

Simo berencana meninggalkan Indonesia pada Juni ini karena kontrak dengan JIS berakhir. Namun, ia berharap agar Alex, mitra SiA, dan orang yang peduli dapat melanjutkan perjalanan SiA.

 

Gonzalo Simo Conde

Lahir: Madrid, Spanyol, 15 Oktober 1974

Pendidikan, antara lain:

S-2 Musicology, Universidad Autónoma de Madrid (2002-2004)

S-1 Humanities/Humanistic Studies, Universidad CEU San Pablo (1995-1999)

Pekerjaan: Guru Musik di Jakarta Intercultural School, Indonesia (2013-sekarang)

 

Pengalaman, antara lain:

Pendiri Strings in Action (SiA) (2015)

Guru Musik di Chadwick International School, Korea Selatan (2009-2013)

Guru Musik di International School of Busan, Korea Selatan (2008-2009)

Guru Musik dan Guru Bahasa Spanyol di Hsinchu International School, Taiwan (2006-2008)

Editor: BUDI SUWARNA, MOHAMMAD HILMI FAIQ