|
Anak muda dari Citayam, Bonge dan Kurma, yang viral di media sosial melalui "Citayam Fashion Week", dikerubuti para remaja di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2022) sore. |
Dukuh Atas tujuan ideal karena menjadi persimpangan moda transportasi Jabodetabek. Di situ ada kawasan umum terbuka luas. Hanya perlu biaya tiket kereta api dan jajan minuman botol bisa nongkrong berjam-jam.
Nama Citayam Fashion Week sebulan terakhir sangat populer. Awalnya, penamaan itu lebih bernuansa merendahkan, belakangan jadi perbincangan serius.
Citayam Fashion Week (CFW) sama sekali tiada hubungan dengan Desa Citayam yang dilintasi dan menjadi salah satu stasiun kereta api Jakarta-Bogor yang beroperasi sejak 1873. CFW justru merujuk kawasan di stasiun kereta api Dukuh Atas, Jakarta Pusat.
Sebagai catwalk adalah tempat penyeberangan orang (zebra cross) di sana. Di tempat itulah para ”model” bergantian melintas sambil menampilkan gaya berbusana mereka.
Dalam waktu hanya sebulan, CFW menjadi isu penting tentang kota dan warganya. Megawati Institute perlu mengadakan diskusi, menghubungkan mencerdaskan bangsa dan fenomena CFW (Kompas, 28/7/2022).
|
Sejumlah remaja berjalan di Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, 8 Juli 2022. |
Belakangan, CFW mendapat julukan baru ”Haradukuh”, mengacu pada gaya berbusana anak muda di Tokyo. Pada awal 1980-an, sekelompok anak muda menempati jalanan di kawasan stasiun kereta api Harajuku. Mereka menggunakan busana nontradisional sebagai ekspresi diri menghadapi kekangan norma masyarakat yang kaku.
Aktivitas CFW dalam catatan Kompas.com mulai viral akhir Juni 2022. Sejumlah video wawancara remaja yang nongkrong di kawasan Stasiun Dukuh Atas viral di media digital. Busana yang mereka kenakan mulai beraneka. Mereka dari daerah Bojonggede, Citayam, dan Depok. Belakangan, aktivitas mirip CFW muncul di beberapa kota lain, salah satunya Surabaya.
Dari pengakuan beberapa remaja, mereka berkumpul di Dukuh Atas karena butuh tempat berkumpul. Tanpa perlu bersusah payah kita bisa melihat kepadatan kota dan ruang terbuka yang mudah diakses melahirkan CFW. Kegagalan pemerintah kota memberikan ruang kota yang terjangkau menyebabkan mereka menciptakan ruangnya sendiri.
|
Seorang remaja berjalan di trotoar di sekitar Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, 8 Juli 2022. |
Dukuh Atas tujuan ideal karena menjadi persimpangan moda transportasi Jabodetabek. Di situ ada kawasan umum terbuka luas. Hanya perlu biaya tiket kereta api dan jajan minuman botol bisa nongkrong berjam-jam tanpa terintimidasi jarak kelas sosial Jakarta. Kreativitas remaja itu sementara ini muncul dalam busana yang ternyata juga bisa barter.
Hal yang para pemimpin dan perencana kota bisa mengambil pelajaran adalah remaja yang jumlahnya akan semakin membesar, karena bonus demografi, memerlukan ruang terbuka. Ruang yang dapat diakses dengan menyambungkan titik-titik pertemuan strategis (node) pendukung di dalam satu rangkaian.
Sepanjang tidak mengganggu ketertiban umum, aktivitas ini biar berlangsung tanpa perlu bercuriga. Ali Sadikin berpuluh tahun lalu melakukan dengan membangun gelanggang remaja. Biarkan CFW menjadi merek publik, seperti Harajuku membawa Tokyo terkenal ke seluruh dunia. Remaja CFW membawa semangat sama. Bebas melahirkan ide baru, inovasi, menyatakan identitas. Waktu akan membuktikan apakah CFW sekadar fad, mode yang datang hanya sesaat, atau menjadi awal perubahan sosial menetap.
No comments :
Post a Comment