58 Tahun Bersama Kuntoro

 

DSP Menyerahkan Buku kepada Kuntoro yang Memberikan Kata Pengantar
Dalam Buku Tersebut.



Saya dan Kuntoro
Saya  mengenal Kuntoro sejak umur saya 18 tahun, usia muda yang mempertemukan kami di kampus ITB Bandung, sekitar tahun 1965. Saya di jurusan Teknik Elektro dan Koentoro di Teknik Industri.

Sekitar tahun 1970, saya sempat berhenti kuliah, saat itu saya membantu almarhum ayah saya yang membuka percetakan di halaman belakang rumah, beliau memberi nama perusahaan keluarga kami PT Harapan Offset. Tepatnya di Jl. Wastukencana No.79-Bandung.

 

DSP Sesaat Sebelum Sidang Sarjana, Menolak Pencalonan Kembali Soeharto

(ITB-1978)


Sekitar tahun 1973, Kuntoro pulang dari Amerika, ia memperoleh gelar Pasca Sarjana sebanyak tiga gelar, kesemuanya diselesaikan dalam sekali waktu. Kuntoro sejak dulu memang terkenal cerdas dan jujur.

Kuntoro bagi saya bukan hanya sebagai teman sekelas dan seangkatan, namun ia juga teman bermain. Saat ia kembali ke Bandung, saya menyambutnya dengan sukacita, saat itu Kuntoro juga ikut membantu dalam manajemen PT Harapan Offset. Saya ingat sekali, waktu itu adik saya Hilmi Panigoro masih duduk di kelas 3 SMA, ia juga membantu di percetakan keluarga sebagai tukang cetak.

Sekitar tahun 1978, saya berangkat ke Mekkah, menemani Almarhumah Ibu saya menunaikan ibadah haji. Pada saat itu, Kuntoro sepenuhnya mengurusi percetakan PT Harapan Offset.

Jika mengingat nama Kuntoro, saya hanya membayangkan tentang sosoknya yang cerdas, lurus, jujur dan amanah. Ini terbukti selama masa karirnya, tidak ada kasus apapun yang menjerat Kuntoro, karena begitulah ia sangat bersih dan amanah.

Satu kali sekitar tahun 2000, tanpa direncanakan saya bertemu dengan Kuntoro di Mekkah. Padahal kami berdua tidak saling berkabar bahwa akan berangkat haji saat itu. Saat bertemu di sana, keduanya merasa kaget, pertemuan itu menyenangkan bagi kami. Saat itu saya yakin, kedekatan kami berdua ternyata sudah berada pada frekuensi yang sama.

 

 

Bersama Alm. Arifin Panigoro yang juga bersahabat dengan Kuntoro dan sempat membahas wacana Pendidikan Tinggi Medco-ITB di Jakarta.

 

Lima puluh delapan tahun persahabatan kami tanpa adanya konflik. Saya pikir karena persahabatan kami murni saling membantu dalam jejaring networking dan saling bertukar ide, gagasan. Tidak pernah sekalipun berkaitan dengan keuangan. Kuntoro sendiri banyak membantu saya, berbagi jejaring kerjanya untuk kegiatan saya.

Saat Kuntoro dirawat di Singapore, saya sempat menelpon istrinya, Tuti. Perempuan sederhana yang selalu setia mendampingi Kuntoro sampai akhir hayatnya, saya kira Kuntoro sangat beruntung memiliki Tuti di sisinya.

Hari itu saya tanyakan pada Tuti, “Bagaimana keadaan Kuntoro? Apa sebaiknya saya ke Singapore?

Namun saat itu Tuti menyampaikan kepada saya “Nanti saja jika sudah di Jakarta”.

Waktu berjalan, namun ternyata saya hanya mendengar kabar kepergiannya. Kuntoro lebih dahulu meninggalkan kita semuanya. Pertemuan terakhir saya dengannya justru di hari kematiannya, saya melayat ke rumah duka dan mengunjungi makamnya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Saya merasakan perpisahan yang sangat mendalam.

 

Sosok Kuntoro

Tidak ada yang tidak mengenal sosok Kuntoro dengan berbagai prestasi karirnya. Padahal awalnya Kuntoro memulai karirnya sebagai dosen di ITB selama 40 tahun, saya kira Kuntoro sangat berdedikasi dalam mendidik generasi Indonesia. Berangkat dari dosen ia diberi amanat sebagai staf ahli Menteri Muda dalam Upaya Peningkatan Produksi dalam Negeri. Lalu karirnya melejit diberi amanah sebagai Menteri ESDM di era Soeharto dan BJ Habibie.

Setelah itu ia pernah diberi amanah menjadi Direktur Utama PLN, Ketua Pelaksana BRR Aceh-Nias. Terakhir sebelum meninggal, ia menjabat Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan di Kabinet Indonesia Bersatu II.

Banyak sekali prestasi Kuntoro yang sudah diraihnya dari dalam dan luar negeri. Saya tidak bisa menuliskannya satu demi satu, karena sudah bertebaran di hampir semua media berita online.

Namun, sosok Kuntoro secara pribadi, banyak berbekas di hati pada mahasiswanya dan orang-orang terdekat dengannya. Terutama bagi saya pribadi, kedekatan kami berdua yang sudah terjalin selama 58 tahun. Itu bukan waktu yang singkat, bahwa kami sahabat kental yang sudah terbukti langgeng dalam rentang waktu yang sangat panjang dan lama.

Akhir 2023, sahabat tercinta saya pergi meninggalkan kita semuanya. Bagi yang mengenal Kuntoro sebagai dosennya, Kuntoro tentu dosen yang gaul dan menyenangkan. Bagi yang mengenal Kuntoro sebagai rekan kerjanya, banyak yang menganggapnya sebagai pemimpin yang jujur dan bersih.

Satu hal yang selalu saya ingat mengenai Kuntoro, meskipun berkali-kali memegang berbagai jabatan penting, namun sikapnya pada saya tidak pernah berubah, sama seperti di tingkat satu, saat kami masih sama-sama di kampus ITB.
Selamat Jalan Kun..

 

DSP

 

 

No comments :