Skema Ponzi Kripto

 Aset kripto merupakan bagian dari sistem keuangan yang terdesentralisasi sehingga tak ada otoritas yang bisa menjangkaunya. Itulah mengapa aset kripto rentan dengan praktik investasi bodong dengan skema ponzi

Oleh A PRESETYANTOKO

Kompas, 15 Februari 2022

Akhir-akhir ini muncul berbagai produk investasi berbasis kripto yang melibatkan para pesohor. Nilai salah satu token yang dirilis pasangan selebritas, misalnya, turun tajam setelah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti melarang peredarannya, tetapi kemudian melonjak setelah Bappebti mengklarifikasinya. Para selebritas berperan membuat produk ini digemari masyarakat.

Selain token kripto, aset digital yang ”naik daun” adalah NFT (non-fungible token), tanda kepemilikan atas barang yang diperdagangkan dengan aset kripto. Sejauh ini, NFT banyak digunakan sebagai sertifikat produk, seperti musik, video, foto, lukisan, dan karya seni lain. Itulah mengapa banyak selebritas terjun di bisnis ini.

Merujuk DappRadar, penjualan NFT mencapai 10,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 152 triliun di seluruh dunia pada triwulan III-2021. Padahal, pada triwulan I nilainya baru sekitar 1,2 miliar dollar AS atau Rp 17 triliun saja. Pada 2022 ini, nilainya diperkirakan terus meningkat secara drastis.

Aset kripto juga digunakan dalam investasi robot jual beli valuta asing (valas). Sebenarnya, penggunaan teknologi dengan algoritma dalam jasa penasihat keuangan (robo-advisor) bukan hal baru. Namun, belakangan teknologi ini digunakan mengemas investasi dengan imbal hasil tinggi melalui pemasaran dengan perekrutan anggota (multi-level marketing).

Pada 2021, Bappebti memblokir setidaknya 336 domain situs web yang menawarkan robot perdagangan valas. Produk itu dikeluarkan setidaknya oleh sembilan entitas bisnis, yaitu Net89/SmartX, Auto Trade Gold (ATG), Viral Blast, RaibotLook, DNA Pro Akademi, EA-50, Robot Sparta, Fin888, dan Fahrenheit Sistem Pro. Dengan dalih melibatkan valas, investasi dikonversi dalam aset kripto.



Ada lagi jenis investasi bernama binary option atau perdagangan daring di mana para pedagang (trader) menebak naik turunya harga sebuah aset pada jangka waktu tertentu. Salah satu situs ini bernama Binomo yang banyak dipopulerkan para pemengaruh atau influencer.

Pandemi dan kemajuan teknologi telah mengakselerasi inovasi produk investasi. Efeknya, terjadi banyak praktik investasi bodong, melalui permainan uang (money game) dan perjudian. Ke depan, investasi melalui permainan (gamifikasi) akan terus berkembang pesat. Karena itu, kerangka regulasi harus disiapkan agar terjadi keseimbangan antara inovasi, perlindungan konsumen, dan stabilitas ekonomi.



Skema ponzi

Tidak semua investasi berbasis kripto bersifat ponzi. Begitupun, tak semua adopsi teknologi dalam investasi merugikan konsumen. Namun, adopsi teknologi dan masifnya aset kripto juga mendorong maraknya skema ponzi.

Dalam kajian ekonomi, istilah ponzi dipelopori oleh Hyman Minsky (1919-1996), ekonom keturunan Belarus yang berkarier di Washington University at Sint Louis. Perilaku manusia secara alamiah akan berevolusi dari sangat hati-hati (hedge), mulai berspekulasi (speculative), dan kemudian sembrono cenderung kriminal (ponzi). Istilah ”ponzi” diambil dari Charles Ponzi (1882-1949), imigran Italia yang mengembangkan berbagai bisnis gelap di Amerika Serikat dan Kanada.

Pada Januari 1920, Ponzi mendirikan perusahaan keuangan bernama Securities Exchange Company dengan memperkenalkan skema investasi amat menggiurkan. Berawal dari 18 investor, bisnis ini berkembang begitu pesat dan ketika kolaps total investasinya mencapai 20 juta dollar AS pada 1920 atau setara dengan 196 juta dollar AS pada 2020. Sebagai perbandingan, praktik serupa oleh Bernard Madoff pada 2008 total kerugiannya hanya 18 juta dollar AS. Bisa dibayangkan, magnitudo persoalan yang ditimbulkan Charles Ponzi waktu itu.

Sejak kejadian tersebut, produk investasi bodong disebut sebagai skema ponzi. Ponzi ekonomi terjadi tatkala secara sistemik kewajiban lebih besar dari aset. Krisis tak pernah terjadi begitu saja, melainkan melalui evolusi perilaku para agen ekonomi yang tadinya berhati-hati menjadi sembrono.

Dalam situasi aman (booming), agen ekonomi cenderung spekulatif dan jika situasi berlanjut serta tak ada pengetatan regulasi, perilaku spekulatif berubah jadi ponzi, ditandai dengan terjadinya depresiasi nilai aset secara drastis, sementara nilai utangnya meningkat. Momen ini sering disebut sebagai ”Minsky Moment” atau meledaknya krisis finansial. Minsky adalah pelopor yang mengaitkan kondisi keuangan (cash flow) agen ekonomi dengan fluktuasi ekonomi makro (business cycle).

Apa kaitannya dengan aset kripto? Aset kripto adalah aset yang valuasinya ditopang oleh teknologi dan ketika pandemi adopsinya begitu intensif. Ditambah perilaku masyarakat yang makin tergantung pada teknologi akibat pembatasan mobilitas fisik, aset kripto menemukan momentumnya. Persoalannya, aset kripto merupakan bagian dari sistem keuangan yang terdesentralisasi (decentralized finance/DeFi) sehingga tak ada otoritas yang bisa menjangkaunya, termasuk otoritas moneter. Itulah mengapa aset kripto sangat rentan dengan praktik investasi bodong dengan skema ponzi.

Kementerian Perdagangan memperkirakan transaksi kripto di Indonesia sepanjang 2021 mencapai Rp 859 triliun dengan jumlah pelanggan 11,2 juta pelaku dan nilai transaksi hariannya Rp 2,7 triliun. Mengingat begitu besar potensinya, Kementrian Perdagangan tengah menyiapkan pendirian bursa kripto. Di satu sisi, bursa kripto akan memudahkan supervisi, tetapi di sisi lain akan mengakselerasi pertumbuhan. Dengan semakin besarnya nilai investasi aset kripto, tak tertutup kemungkinan dinamikanya akan memengeruhi stabilitas sektor keuangan.

Jika demikian, pengelolaan aset kripto perlu diintegrasikan dalam koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Lebih jauh lagi, keberadaan aset kripto perlu menjadi bagian dari rencana penerbitan Omnibus Law Sektor Keuangan.

Jangan tunggu aset kripto membesar dan perilaku investor cenderung ponzi. Jika terlambat, aset kripto bisa memicu ”Minsky Moment” atau krisis yang bersifat sistemik.

Editor:

MUKHAMAD KURNIAWAN

No comments :