Fika, Jeda dalam Secangkir Kopi

Bekerja terus tanpa rehat sejenak di kantor atau di mana saja bisa stres bahkan depresi. Swedia memiliki tradisi fika atau rehat sejenak selama 10-15 menit untuk menikmati kopi atau teh beserta kudapan agar kerja lebih gembira.

Oleh: Luki Aulia

Kompas, 20 Februari 2022

 

Secangkir kopi atau teh. Roti cinnamon roll.  Keik Putri atau Princess Cake dengan ditemani teman mengobrol atau curhat, hemm.... Sesederhana itu kunci hidup bahagia dan produktif berkarya ala masyarakat Swedia.

Kebiasaan atau tradisi rehat sejenak kala sedang bekerja ini disebut fika atau fikarast atau fikapaus. Budaya kerja ini terbukti efektif karena tingkat stres karyawan atau pekerja di Swedia tercatat paling rendah di dunia. Kata fika sendiri merupakan kata dalam Bahasa Swedia abad ke-19 yang dibalik dari kaffi yang artinya ’kopi’. Ini bagian dari kebanggaan Swedia menjadi negara peminum kopi terbesar ketiga di dunia.

Mendengar Swedia saja,yang segera teringat pasti Pippi Long stocking, karakter dalam buku Astrid Lindgren atau kelompok penyanyi AB-BA. Tak dinyana, rupanya, negeri itu juga memiliki kunci kebahagiaan hidup. Berbeda dengan kebiasaan meminum kopi di negara lain, rehat kopi di Swedia menjadi momen yang betul-betul meninggalkan pekerjaan.

Situs harian USA Today, 13 Oktober 2016, menyebutkan fika sesungguhnya konsep ngopi atau ngeteh bareng ditemani kudapan sambil menikmati waktu mengobrol topik apa saja, selain pekerjaan, Bersama teman atau rekan kerja. Intinya, rehat sejenak dari kesibukan dan kelelahan mental dan fisik sehari-hari dan bersosialisasi dengan orang lain.

Di Swedia, fika dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pukul 10.00 lalu 15.00 dan masing-masing hanya 10-15 menit. Jangan terlalu lama juga. Nanti malah menjadi malas untuk bekerja lagi.

Ritual sosial Swedia ini sudah berlangsung lama dan sebenarnya tidak selalu harus minum kopi berteman kue. Yang penting, rehat sejenak dari urusan tetek bengek pekerjaan. Begitu kata Mathias Kamann dalam bukunya, How to Be Swedish.

Anna Brones, salah satu penulis buku Fika: The Art of The Swedish Coffee Break (2015), menyebutkan kebiasaan mengopi Swedia berbeda dengan di Amerika Serikat yang menyeruput kopi sambal jalan karena yang penting butuh kafein cepat saja.

Di Swedia, rehat kopi itu waktu yang dinanti-nantikan. ”Momen saat segalanya berhenti dan kita menikmati saat-saat itu. Di dunia modern seperti sekarang, kita mendambakan itu. Kita selalu mencari alasan untuk memperlambat hidup,” tulis Brones. 

Jika di Swedia ada fika, di Inggris ada tradisi serupa, yakni minum teh di sore hari lalu di Spanyol, Amerika Selatan, serta Filipina ada merienda namanya. Hanya saja, kebiasaan rehat sejenak yang dilakukan dengan sengaja dan teratur setiap hari kala bekerja hanya ada di Swedia.

”Rehat fika 2-3 kali sehari membuat kami lebih produktif dan efisien,” kata Lars Ã…kerlund yang membuka warung kopi Swedia bernama Fika di New York, AS.

Ã…kerlund membuka warung kopi di AS semata-mata karena tidak tahan dengan kehidupan di New York yang bergerak serba cepat dan semua orang dalam kondisi terburu-buru terus. ”Tidak ada momen yang kalem. Semua serba ambil cepat lalu pergi. Saya pikir ’momen fika’ pasti akan sukses di sini. Toh, fika terbukti berguna,” ujarnya.

Usir stres

Pada tahun 2010, hasil studi organisasi konsultan pajak Grant Thornton menunjukkan pekerja Swedia ternyata pekerja yang paling tidak stres di seluruh dunia. Salah satunya, diduga, karena perusahaan-perusahaan di Swedia mempraktikkan ketentuan enam jam kerja sehari dan mewajibkan tradisi fika.

Situs BBC juga menyebutkan, aktivitas rehat Bersama yang terjadwal rutin ini juga menguatkan hubungan dan perasaan ke tempat kerja yang lebih adil. Secara umum, me-nurut Health Assured, fika bagus untuk kesehatan mental karena tanpa fika atau rehat sejenak, orang akan bisa gelisah terus, stres, bahkan merasa lelah luar biasa.

Terapis di London, Sally Baker, menjelaskan, rehat sejenak saja sebenarnya sudah berdampak positif bagi otak. Tidak selalu harus duduk sambil makan kue, tetapi paling  tidak jangan duduk terus atau jalan-jalan sebentar saja.

Sebenarnya, dengan berjalan-jalan sebentar sudah bisa mendongkrak aktivitas otak dan mendorong kesehatan mental positif. Dengan berjalan sebentar saja atau menggerakkan tubuh, tingkat konsentrasi dan kognisi akan membaik. Bahkan bisa merangsang pemikiran yang solutif. ”Tekanan darah juga bisa dijaga dan pola pemikiran yang negatif dan stres bisa berkurang. Bekerja dalam tekanan terus dalam waktu lama hanya akan membuat imun orang lemah, gelisah, dan depresi,” ujarnya.

Guru Besar Linkoping University, Swedia, Viveka Adel-sward, yang mempelajari sejarah ritual sosial Swedia menjelaskan, pekerja yang rutin melakukan fika bersama rekan-rekan kantor justru mendongkrak produktivitas bekerja dan efisien. Observasinya didukung studi produktivitas kerja Stanford tahun 2014 yang merekomendasikan agar jam kerja dibatasi maksimal 50 jam per minggu.

Manajer Umum perusahaan MUJI, Naoko Yano, semula terganggu dengan rehat-rehat pekerja Swedia karena mereka terlihat seperti santai bekerja. Berbeda dengan pekerja Jepang yang seakan bekerja serius tanpa henti. Namun ternyata, budaya bebas stres itu bisa terjadi karena mereka bisa dengan mudah bekerja keras dulu lalu rileks sejenak kemudian balik fokus bekerja lagi.

Adelsward menjelaskan, rehat-rehat ngopi ini juga efektif menghilangkan batasan-batasan di kantor karena suasananya lebih cair informal. Siapa saja bisa saling cerita bertukar informasi apa saja. Tidak ada bos atau atasan dan bawahan saat fika. Momen kedekatan seperti itu memungkinkan satu sama lain lebih bebas menjelaskan atau mencurahkan unek-unek soal apa pun, termasuk urusan kantor. ”Seperti ada kesempatan membersihkan otak, pikiran. Lalu mengisinya dengan inspirasi dari teman-teman. Orang juga bisa mengumbar ide dan pikirannya saat fika dan meminta pendapat teman-temannya,” ujarnya.

Kopi dilarang

 

Kata fika yang dibalik dari kaffi, menurut laporan the Lo-cal Sweden, semata-mata untuk menyamarkan kegiatan kumpul-kumpul sambil ngopi itu. Pasalnya, dulu impor dan konsumsi kopi pernah lima kali dilarang, antara 1756 dan 1817. Ada yang menyebutkan larangan tersebut karena dulu ahli botani Swedia, Carl Linn-aeus, pernah menganggap mengopi itu ancaman bagi bu daya Swedia. Tradisi minumkopi itu dianggap sebagai kebiasaan asing, dalam hal ini Perancis yang dianggap berbahaya jika memengaruhi rakyatSwedia.

Sejarawan lain memiliki hipotesis bahwa larangan itu dibuat karena terjadi krisis perdagangan di Eropa. Begitu larangan itu dicabut pada 1882,k onsumsi kopi pun melonjak. Kini, Swedia menjadi salah satu negara konsumen kopi terbesar di dunia dengan rata-rata 8,2 kilogram kopi per kapita per tahun.

Di Indonesia pun ngopi bareng sudah ada di mana-mana seiring dengan pertumbuhan kafe yang pesat selama beberapa tahun terakhir. Hanya saja, kita belum mempunyai kebiasaan atau budaya kerja terjadwal seperti fika. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, semakin sulit untuk bisa duduk sambil rehat bersama di kantor mengingat banyak karyawan yang bekerja dari rumah.

Namun, fika bisa saja dilakukan selagi di rumah. Atur saja jadwal kerja setiap hari dengan waktu rehat 30-40 menit. Jika sudah sampai waktunya untuk fika, buat saja segelas kopi, teh, atau minuman apa saja berikut kudapannya.

Jangan melihat atau membuka ponsel agar mata dan pikiran bisa istirahat. Kalau mau fika bersama teman, atur saja fika virtual. Demi usir stress dan depresi, fika bareng, yuk!

No comments :