Wisata Kesehatan




Wisata kesehatan Indonesia berpotensi dikembangkan. Namun, tidak cuma pelayanan di rumah sakit, wisata kesehatan juga bisa diwujudkan dalam infrastruktur wisata lain seperti hotel dan restoran.


Bila ada kesempatan saya sering berwisata dengan keluarga. Kami sering berwisata di dalam negeri saja, jika keluar negeri hanya ke negara tetangga. Saya suka wisata alam, istri saya suka menikmati wisata budaya, sedangkan anak lebih menyukai wisata petualangan karena mereka memang sedang dalam usia remaja. Belakangan ini saya mengikuti informasi tentang wisata kesehatan. Indonesia ternyata juga berminat mengembangkan wisata kesehatan. Di beberapa tujuan wisata akan didirikan rumah sakit modern bekerja sama dengan luar negeri. Diharapkan wisatawan akan tertarik datang ke Indonesia tidak hanya untuk menikmati negeri kita yang indah, namun juga karena layanan kesehatan yang modern dan nyaman. Untuk mendirikan suatu rumah sakit modern apalagi yang menarik wisatawan asing tentulah tidak mudah. Bukan hanya peralatan kedokteran yang harus maju, namun kemampuan tenaga kesehatannya juga perlu bertaraf internasional.

Setahu saya, Rumah Sakit Bumrungrad di Bangkok berhasil menarik pasien dari negara di kawasan timur tengah. Mereka biasanya berobat ke Amerika Serikat. Mereka cukup mampu untuk membiayai ongkos berobat yang cukup mahal. Namun, setelah peristiwa 9 November 2001, runtuhnya Gedung WTC karena ditabrak pesawat, perlakukan yang diterima warga Timur Tengah kurang ramah. Mereka akhirnya berobat ke Bangkok yang tak kalah mutu layanannya namun mendapat sambutan yang ramah. Di rumah sakit Bumrungrad juga disediakan penerjemah Bahasa Arab dan bahasa asing lainnya. Rumah sakit Bumrungrad menjadi terkenal dan didatangi pasien di kawasan ASEAN serta yang juga banyak adalah pasien dari Timur Tengah.

Kita sering meributkan banyaknya warga Indonesia yang berobat keluar negeri. Mereka merasa lebih yakin dan lebih nyaman berobat di luar negeri meski biayanya jauh lebih mahal daripada di Indonesia. Salah satu alasan mereka berobat ke luar negeri adalah dokter di luar negeri bersedia memberi penjelasan panjang lebar, sedangkan dokter di Indonesia kurang banyak bicara. Apakah keadaan ini disadari oleh kalangan profesi kesehatan di Indonesia, apakah sudah ada perbaikan sikap dokter yang berpraktik, dan juga pelatihan keterampilan komunikasi pada mahasiswa apakah sudah diutamakan?

Saya melihat pemahaman kita tentang wisata kesehatan perlu diperluas. Wisata kesehatan hendaknya tidak diartikan sebagai wisata mencari pengobatan. Wisata kesehatan merupakan upaya untuk lebih sehat fisik dan jiwa. Pemahaman ini menjadikan sasaran untuk mereka yang akan berwisata kesehatan bukanlah hanya orang sakit, namun yang lebih banyak adalahorang sehat. Mereka berwisata ke Indonesia, menyaksikan pemandangan yang indah, budaya yang beraneka ragam, kelezatan kuliner Nusantara yang beraneka ragam, namun juga akan merasakan bahwa setelah berwisata mereka akan merasa lebih sehat, segar, dan siap untuk kerja yang produktif. Bagaimana pendapat Dokter tentang usulan saya ini? Terima kasih.

J di B

Dalam pendidikan kedokteran kita, mata ajaran komunikasi dokter pasien menjadi mata ajaran yang diutamakan.


Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan bukan hanya bebas dari penyakit, tetapi sehat jasmani, jiwa, dan sosial. Jadi, saya setuju dengan usul Anda. Pemahaman wisata kesehatan juga mengacu pada pedoman WHO tersebut. Menarik wisatawan asing berobat ke Indonesia merupakan upaya yang penting. Upaya ini menunjukkan bahwa dunia kesehatan kita mampu bersaing dengan negara lain. Keyakinan ini tentu juga akan mengurangi arus warga negara kita yang berobat ke luar negeri.

Sebenarnya, sebagai seorang dokter yang sudah berpraktik lebih dari 50 tahun dan telah mengunjungi berbagai rumah sakit di luar negeri, saya merasakan layanan rumah sakit kita tidak ketinggalan. Dalam era kemajuan informasi teknologi sekarang ini dunia telah terasa sempit. Obat baru yang digunakan di luar negeri dalam waktu yang tak terlalu lama sudah tersedia juga di Indonesia. Contoh, vaksin Covid-19 baik yang ditemukan di Inggris, Amerika Serikat, dan Cina dalam hitungan bulan sudah dapat kita gunakan diIndonesia. Bukan itu saja, bahkan kita juga sekarang sudah dapat membuat sendiri vaksin Covid-19 tersebut.

Harus diakui, dokter di luar negeri menyediakan waktu lebih banyak untuk berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Kalangan profesi kedokteran kita menyadari hal tersebut. Dalam pendidikan kedokteran kita, mata ajaran komunikasi dokter pasien menjadi mata ajaran yang diutamakan. Kita berharap para dokter dan mahasiswa kedokteran sekarang semakin menyadari pentingnya komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga. Komunikasi tersebut akan membantu dalam menegakkan diagnosis, menjalani terapi, maupun dalam mencegah penyakit.

Perlu juga kita sadari situasi kita mungkin agak berbeda dengan di luar negeri. Di Indonesia, saya di poliklinik perlu melayani sekitar 30 sampai 40 pasien sehari. Saya pernah mendapat kesempatan bekerja di poliklinik sebuah rumah sakit di Australia. Saya mendampingi dokter Australia yang sedang berpraktik. Mereka memulai poliklinik pukul 09.00 dan istirahat pukul 12.00 siang. Pasien yang dilayani 5 orang. Jadi setiap pasien mendapatjatah sekitar 30 menit lebih. Setelah makan siang, pukul 13.00 poliklinik dibuka lagi sampai pukul 15.00. Pasien yang ada 4 orang. Pukul 15.00 sampai 16.00 merapikan semua laporan pasien yang harus direkam di rekam medis komputer. Dokter tak perlu terburu-buru dalam melayani pasien bahkan sempat juga berbincang tentang hal di luar masalah kesehatan seperti kesulitan parkir, dll. 

Di poliklinik rumah sakit di Indonesia jumlah pasien jauh lebih banyak. Jika layanan seperti di Australia diterapkan, banyak pasien yang tak dapat dilayani pada hari yang sama dan harus menunggu lama untuk dapat berkonsultasi dengan dokter. Meski waktu lebih singkat, para tenaga kesehatan memang harus menyadari pentingnya komunikasi dokter-pasien dan melibatkan pasien dan keluarga dalam proses diagnosis maupun terapi.

Wisata kesehatan seperti yang Anda usulkan perlu dijabarkan dalam layanan wisata kita. Setiap hotel sebaiknya punya alat timbangan berat badan di kamar, bahkan juga menyediakan alat pengukur tekanan darah di tempat-tempat tertentu. Fasilitas jalan kaki di taman hotel, kolam renang, dan gimnastik harus tersedia. Transportasi darat, laut, dan udara menjaga dengan baik unsur keselamatan serta pencegahan kecelakaan. Minuman menyambut tamu yang disediakan merupakan minuman yang sehat tak terlalu manis. Mungkin sudah waktunya juga kita memperkenalkan minuman jamu kita.

Di restoran hotel, makanan yang disajikan memenuhi unsur kesehatan. Makanan tak mengandung gula, garam, dan lemak yang berlebih. Restoran hotel juga menyediakan menu khusus untuk tamu yang menyandang penyakit tertentu. Wisatawan usia lanjut bukan hanya mendapat perhatian dan diprioritaskan, tetapi juga dijaga keselamatannya. Risiko jatuh pada wisatawan usia lanjut harus ditekankan.

Orang yang berwisata ke Indonesia hendaknya juga mendapat pengalaman yang menyenangkan tidak hanya di hotel dan daerah tujuan wisata, namun dalam kehidupan keseharian kita. Penyakit-penyakit yang menyebabkan wisatawan ragu ke negeri kita seperti demam berdarah, diare, dan rabies harus kita kendalikan. Kita jadikan Indonesia negeri yang minimal risiko penularan penyakit. Jadi wisata kesehatan tidak hanya bermanfaat bagi wisatawan mancanegera, tapi juga bagi masyarakat kita.
 

No comments :