Sambil menikmati soto bandung, nasi udang goreng mentega, atau menyeruput bandrek dan bajigur, kita ”menyantap” jazz hidangan Salamander Big Band di CafĂ© Halaman, Tamansari, Bandung. Dengan topi Santa Klaus, Senin (21/12) malam, mereka menyuguhkan lagu Natal berasa jazz swing yang rancak dan nyaman.
Salamander Big Band (KOMPAS/FRANS HARTONO) |
Suasana sangat kasual. Tidak ada jarak antara big band dan pengunjung. Musisi dan pengunjung berada selevel. Ke-22 awak Salamander Big Band seperti berdesak-desakan di bagian kafe yang setengah terbuka itu. Adapun pengunjung yang padat duduk dalam temaram nyala lilin serta belaian sejuknya angin malam Kota Bandung. Musik tidak menjadi sekadar teman santap, atau sebagai pencipta ambiance kafe. Pengunjung menyantap dua menu sekaligus: makanan dan jazz yang hangat.
Salamander Big Band membuka dengan ”Christmas Joy and Spirit” yang diambil dari aransemen karya Sammy Nestico. Ia adalah penggubah (arranger) genius yang kini berumur 90 tahun, belasan tahun menggarap aransemen untuk Orkes Count Basie dan masih berkarya. Pembuat aransemen berperan penting dalam big band jazz karena dari garapan penggubah yang baik, komposisi menjadi bernyawa. Peran big band adalah membunyikan nyawa tersebut.
Kegembiraan dan semangat
Salamander Big Band menyalakan ”Christmas Joy and Spirit”, yang memuat tiga rangkaian lagu Natal, yaitu ”Jingle Bells”, ”Away in a Manger”, dan ”Gloria”. Cukup unik karena ketiga komposisi itu mempunyai karakter rasa berbeda. ”Jingle Bells” sesuai dengan jiwa lagu dibuat dengan semangat sukacita, riang-riang ceria. Dengan tempo cepat, semua seksi tiup, yaitu trompet, trombon, serta saksofon sopran, alto, tenor, dan bariton seperti ”membadut”. Terdengar ada sense of humor atau kejenakaan dalam suaranya. Sangat pas dengan judul karya yang memilih menggunakan kata joy.
Rangkaian berikutnya terasa sangat kontras, yaitu ”Away in a Manger” yang bertempo lambat. Disusul bagian selanjutnya, yaitu ”Gloria”, kembali digunakan tempo cepat. Satu hal yang menarik, dua bagian terakhir itu lebih terkesan seperti layaknya paduan suara brass. Bisa dikatakan sangat berbeda dengan garapan Sammy yang bisanya menggunakan ”ajian” swing yang membuai. ”Christmas Joy and Spirit” pas sebagai nomor pembuka. Ia menjadi semacam overture, yang menjadi kata pengantar untuk komposisi selanjutnya.
Salamander Big Band menampilkan tiga penyanyinya, yaitu Gail Satiawaki, Nenden, dan Imelda Rosaline, yang juga pianis big band ini. Imel dengan lincahnya membawakan ”Santa Claus is Coming to Town” dengan aransemen garapan Dave Wolpe, salah seorang arranger big band jazz yang populer dan produktif sejak era 1960-an. Wolpe antara lain pernah menggarap aransemen untuk Glenn Miller Orchestra, antara lain dalam album In The Christmas Mood.
Dalam ”Santa Claus is Coming to Town”, hampir semua instrumen diberi ruang, termasuk gitar. Vokal dan cara bernyanyi Imel yang lepas berada satu semangat dengan seluruh komponen instrumen musik, yaitu menyala-nyala gembira, atau electrifying. Terasa ada warna khas Glenn Miller yang dikenal sebagai Miller Sound, seperti terdengar dalam lagu kondang mereka, yaitu ”In The Mood”.
Semangat riang berapi-api juga terasa dalam nomor ”Sleigh Ride” yang dibawakan Gail. Juga pada instrumentalia ”Winter Wonderland”. Rancak, kompak, dan terasa rasa swing-nya. Padanan kata swing dalam bahasa Indonesia mungkin bukan sekadar goyang, melainkan juga ada nuansa mengayun, membuai. Ritme yang secara tidak sadar menjadikan pendengarnya menepak-nepakkan kaki, seakan berayun-ayun dalam buaian.
Swing juga bisa lembut. Seperti ditunjukkan Salamander Big Band dalam ”Christmas Time is Here” yang menampilkan penyanyi Nenden. Penyanyi yang mengingatkan pada gaya penyanyi jazz Diane Schuur itu membawakan lagu tersebut dengan gaya balada yang mellow, hangat, lembut, dan tenang. Secara suasana sangat kontras dengan nomor-nomor lain berapi-api.
Lea Simanjuntak
Di tempat yang sama malam itu, sebelumnya tampil pula Lea Simanjuntak. Dengan diiringi Rabukustik, ia membawakan lagu Natal yang sebagian besar termuat dalam album barunya, The Perfect Year. Album memuat sejumlah lagu antara lain ”O Holy Night”, ”It’s the Most Wonderful Time of the Year”, dan ”The First Noel.” Lagu ”O Holy Night” dibawakan dalam remang-remang nyala lilin. Vokal Lea terdengar lantang, jernih, dengan artikulasi jelas, dan ekspresif menjadikan sosok dan jiwa lagu tertangkap secara lebih utuh.
Lepas dari perhelatan di kafe itu, tahun ini album Natal juga dibuat gitaris Venche Manuhutu, yaitu Jazz in Christmas. Album didukung Arief Setyadi pada saksofon, Gerry Herb (drums), dan Bintang Indrianto (bas). Permainan gitar Venche dengan petikan lembut terdengar mengalir runut, bersih, fasih, dan nikmat pada setiap lagu. Seperti pada ”Winter Wonderland”, ”White Christmas”, ”Jingle Bells”, dan ”Santa Claus is Coming to Town”.
Pada album ini, terasa ada upaya memperkaya khazanah bunyi untuk lagu Natal. Misalnya ada sentuhan bernuansa Sunda dalam ”We Wish You a Mery Christmas” dengan kehadiran kendang sunda dari Ki Dunung. Dihadirkan pula suara harmonika dari Hari Pochang dan selo dari Yana Aditya dalam ”O Holy Night”. Dilibatkan juga paduan suara GII Dago pada lagu ”Go, Tell it on the Mountain” dan Paduan Suara Gema Kasih dalam ”Silent Night”.
Menarik menyimak bagaimana lagu-lagu Natal dimainkan sesuai dengan interpretasi personal. Ada rasa big band jazz, ada pula gitar jazz yang melibatkan sejumlah elemen instrumen musik. Jazz yang demokratis, dan merangkul siapa saja yang menginginkan keindahan. (XAR)
Sumber: Kompas, 27/12/2015
No comments :
Post a Comment