Amien Sunaryadi (Menteri Reformasi Birokrasi RI - pilihan Tempo)

Kiprahnya di Komisi Pemberantasan Korupsi diacungi jempol. Ia cerdik, tegas, dan radikal.



JULI 1974 Menteri Penertiban Aparatur Negara J.B. Sumarlin menyamar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ketika itu ia—berbatik dan berpeci lusuh—mengaku bernama Sidik, pegawai rendahan di rumah sakit itu. Berkat aksi spionase itu, Sumarlin bisa membongkar praktek suap yang sudah mengakar di sana.

Sekarang, 35 tahun setelah langkah unik Sumarlin tersebut, banyak orang merindukan aksi gila-gilaan semacam itu. Gerakan penertiban pegawai negara memang membutuhkan nakhoda yang tegas, berani, dan cerdas mendorong reformasi birokrasi lewat aksi-aksi terobosan yang kreatif. Panelis kabinet Tempo menganggap Amien Sunaryadi cocok menduduki kursi Menteri Reformasi Birokrasi—nama baru yang diusulkan Tempo untuk pos Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

Nama Amien mencuat ketika terpilih menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Desember 2003. Setelah dilantik, bekas Kepala Subdirektorat Pengawasan Khusus Kelancaran Pembangunan di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ini merancang langkah-langkah strategis untuk menguatkan fungsi kelembagaan KPK.

Dialah yang menyusun sistem organisasi, manajemen sumber daya manusia, dan sistem teknologi informasi KPK. Sistem kepegawaian KPK, misalnya, amat berbeda dari birokrasi kepegawaian di semua instansi pemerintah lain. ”Amien percaya, kunci untuk penguatan kapasitas sebuah lembaga adalah manajemen sumber daya manusianya,” kata Judhi Kristantini, konsultan SDM di Program Pengendalian Korupsi Indonesia—proyek kerja sama pemerintah dan USAID. Judhi aktif membantu KPK pada awal periode kepengurusan Amien.

Bersama empat pemimpin Komisi lain, ayah tiga anak ini habis-habisan membangun KPK. Dia tak kenal lelah meyakinkan Departemen Keuangan agar menyetujui model penggajian pegawai KPK. Dia berargumen, tanpa gaji cukup, KPK sama saja mengundang koruptor masuk ke lembaga pembasmi korupsi itu.

Tak hanya di dalam KPK, master akuntansi dari George State University, Atlanta, Amerika Serikat, pada 1993, ini juga berperan mendorong reformasi birokrasi di tiga lembaga: Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Departemen Keuangan. ”MA dipilih karena itu benteng terakhir pencari keadilan, sedangkan BPK dan Departemen Keuangan adalah ujung tombak pengelolaan keuangan negara,” kata Roni Ihram Maulana, mantan Direktur Direktorat Monitoring KPK yang pernah bekerja langsung di bawah komando Amien.

Yang pertama dilakukan Amien mereferomasi tiga lembaga strategis itu adalah membongkar persepsi bahwa reformasi birokrasi itu melulu soal kenaikan gaji. Amien mendorong tiga lembaga itu menemukan sendiri apa saja pelayanan publik yang bisa diperbaiki. ”Setelah ada perbaikan nyata, baru diberikan kenaikan gaji,” kata Roni.

Untuk memantau program ini, setiap dua pekan Amien menggelar rapat. Dengan persisten dia menanyakan implementasi setiap kebijakan yang sudah disetujui. ”Kalau ada masalah, dia berperan mencarikan solusinya,” kata Judhi, yang belakangan terlibat dalam program reformasi birokrasi di Mahkamah Agung.

Kerja keras pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 49 tahun lalu itu kini berbuah. Sekarang putusan kasasi MA bisa diakses dengan cepat dan mudah. Pembayaran biaya perkara pun kini lewat rekening resmi yang bisa dipertanggungjawabkan. Di BPK, laporan audit bisa diakses via Internet. Adapun reformasi birokrasi di Direktorat Pajak dan Bea-Cukai—keduanya di bawah Departemen Keuangan—dipuji banyak kalangan.

Sri Mulyani Indrawati, Amien Sunaryadi, dan Busyro Muqoddas, menerima Bung Hatta Anti-Corruption Award atau BHACA tahun 2008.

Dalam bidang penindakan kasus korupsi, Amien juga berperan banyak. Dialah yang wira-wiri ke beberapa negara mencari alat sadap paling canggih untuk menunjang kerja penyidikan KPK. Dia aktif melobi negara donor mengucurkan dana untuk menguatkan program antikorupsi di Indonesia. ”Saya pernah presentasi soal program antikorupsi kita ke Amerika Serikat bersama Amien dan output-nya konkret,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan Yunus Hussein.

Amien menolak berkomentar soal posisinya sebagai Menteri Reformasi Birokrasi versi Tempo. Tapi Amien, kini bekerja sebagai konsultan Bank Dunia, pernah menulis artikel menarik soal reformasi birokrasi di Kompas, Juni 2008. Dalam ”Birokrasi, Reformasi Komidi Putar” itu dia menyoroti kegagalan pemerintah mereformasi birokrasi sejak empat dekade silam.

”Pada 1970, Presiden Soeharto membentuk Komisi IV dengan anggota empat orang, dipimpin Wilopo yang saat itu Ketua Dewan Pertimbangan Agung. Komisi ini ditugaskan melakukan kajian terkait masalah korupsi untuk kemudian memberi saran kepada Presiden,” tulis Amien.

”Selanjutnya, komidi berputar dan berputar mengikuti nyanyian yang secara bergantian didendangkan lima presiden diiringi tetabuhan 10 Menteri Penertiban Aparatur Negara/Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Lalu, sekarang, Menteri Keuangan memotret keadaan birokrasi 38 tahun sesudahnya.… Ajaib, hasil potretnya sama,” tulisnya.

Di akhir artikel itu, Amien meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengganti semua pejabat eselon satu dan dua Kementerian Pendayagunaan Aparatur. Penggantinya dicari lewat rekrutmen terbuka dan profesional. ”Harus ada sebuah tim kerja reformasi birokrasi yang terdiri atas the best available people,” katanya.

Tapi Amien bukan sosok tanpa cacat. Beberapa mantan koleganya mencatat, pria berkacamata ini temperamental dan sulit bekerja dalam tim. Dia cenderung bergerak cepat, meninggalkan rekannya yang tak mampu mengikuti irama kerjanya yang spartan. Namun soal ini dibantah oleh Yunus Hussein. ”Saya sering dengar soal Amien yang dinilai tidak bagus teamwork-nya,” katanya. ”Anehnya, saya tidak pernah mengalami kesulitan bekerja sama dengan dia.”

Sumber: Majalah Tempo Edisi 19-25 Oktober 2009

No comments :