Awal bulan November ini, saya berkesempatan untuk mengunjungi provinsi paling barat Indonesia yaitu Nanggroe Aceh Darussalam. Keistimewaan Aceh tentu saja karena Aceh tidak pernah dijajah oleh Belanda. Aceh memiliki mental yang merdeka. Kita sangat berbahagia karena panglima perang, wanita berdarah Aceh, Keumalahayati atau akrab disapa Malahayati, baru saja mendapat gelar Pahlawan Nasional pada Hari Pahlawan beberapa hari yang lalu.
Pada tahun 1599, kapal Cornelis de Houtman (1565-1599) bersandar di Aceh dengan tujuan penaklukan. Laksamana Malahayati menepis dengan gagah berani dan terjadilah duel satu lawan satu di geladak kapal Belanda itu, sehingga Cornelis tewas pada tanggal 11 September 1599 dalam hunusan pedang wanita ini. Malahayati adalah sosok luar biasa. Patriot pemberani pembela bangsa. Ia adalah perempuan laksamana pertama yang menolak penjajahan tatkala gelombang pengelanaan dunia didominasi kaum laki-laki.
Saya terbang dengan pesawat langsung dari Jakarta dan setelah mendarat saya langsung berziarah ke pemakaman massal Siron, korban tsunami.
Setelah itu, mencicipi warung kopi Solong, tertua di Aceh. Alamatnya di Jalan Lamlumpang, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Rasanya memang nikmat dan segar. Saya juga mengunjungi sisa-sisa tsunami antara lain PLTD Apung milik PLN yang terdampar ke tengah kota.
Saya sengaja memilih hotel Hip Hop yang terletak 100 meter dari Masjid Raya Aceh, Masjid Baiturrahman. Sangat memudahkan untuk ibadah. Masjid Raya Aceh tetap megah dan suasana ibadah terasa sangat kental. Serasa di Madinah. Saya mengunjungi juga Pantai Puleelheue dan coffee shop Khacharayeuk di Jalan Lamgugob, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Di depan Masjid Raya Aceh, ada sebuah taman sari yang diberi nama Bustanussalatin. Kami juga mencoba rumah makan khas Aceh, Rumah Makan Syah Kuala. Tidak lupa kami mengunjungi Museum Tsunami yang bertengger dengan gagah di depan taman sari Bustanussalatin, karya arsitek Ridwan Kamil. Hal yang paling menarik adalah pemutara film tsunami yang diputar berulang-ulang untuk para pengunjung yang tidak dipungut bayaran. Saya tak lupa mampir di Pantai Kuala Cut dan menikmati kuliner khas rempah-rempah Aceh yang kuat di Restoran Bardi. Resto Bardi terletak di Jalan Residen Dabu Broto Lamlagang, Banda Aceh.
Saya juga berkesempatan mengadakan diskusi dengan Persatuan Ahli Tambang Indonesia (Perhapi) Student Chapter Aceh membahas berbagai hal mengenai masa depan Aceh. Di komunitas ini saya juga bertemu dengan Duta Pariwisata Aceh tahun 2014, Devi Pratiwi.
Saat ini masyarakat Aceh sedang bersukacita karena ditemukan satu cekungan fluida yang sangat besar di Aceh barat. Walaupun belum diketahui kandungannya apakah air, minyak, atau gas. https://seruindonesia.com/2017/11/10/setelah-tsunami-2004-ditemukan-cadangan-minyak-bumi-di-aceh-melebihi-arab-saudi/
No comments :
Post a Comment